Waktu berjalan, dokter dan asistennya keluar dari ruangan. Vera mendekati dokter itu di ikuti Bintang dan Vera.
"Ada apa dengan Gatama, dok?" tanya Vera tegang.
"Tuan Gatama...."
"Apa dok? Kenapa Ayah saya?!" potong Bintang tidak sabar.
Dokter itu sempat menoleh ke arah suster yang sedang memegang kertas lembaran di tangannya. Itu membuat Vera, Bintang, dan Antariksa di gantung oleh keputusan dokter. Sama kayak kalian, part kemarin di gantung.
"Sesuai dengan keputusan saya, Gatama saya nyatakan..."
"Ah doktel nya lama nih!" potong Antariksa melambai tangannya kedepan lalu menciutkan bibirnya.
Dokter itu tersenyum, mengelus kepala Antariksa yang tajam dengan lembut. "Keputusan saya sudah bulat untuk melepas semua alat yang melekat pada Gatama dan..."
"Nggak mungkin! Dokter bercanda kan? Halah! Saya nggak percaya! Ayah saya masih bisa hidup!" potong Bintang tidak percaya.
"Tunggu," balas dokter itu. "Saya akan melepas semua alat alat berat pada Gatama dan menggantikan dengan alat yang ringan." sambung dokter itu tersenyum.
"Selamat, Gatama masih bisa terselamatkan. Saya turut senang sekaligus terkejut. Awalnya saya kira harus menindak lanjuti semua alat dengan melepasnya. Mungkin ini keajaiban dan kekuatan doa dari keluarga."
Seketika Bintang terkejut, yang tadinya menangis kesedihan, sekarang menangis bahagia melihat informasi yang di berikan dokter. Dokter itu mempersilahkan Bintang dan Antariksa masuk yang sedari tadi sudah kegirangan.
Vera turut bangga. Tapi ada satu hal yang membuat bahagianya belum semaksimal mungkin.
"Bagaimana dengan keadaan Satelit, dok? Apa Satelit masih bisa sadar dalam kurun waktu yang cepat? Saya ingin cepat cepat mempertemukan ia kepada Gatama.
"Mari ikut saya, semoga ada keajaiban lagi seperti pasien Gatama."
<><><><>
"Ayah..." lirih Bintang pelan. Gatama masih tertidur, kondisinya normal dan sebentar lagi akan mengeluarkan reaksi yaitu sadarnya.
Bintang menaruh kepalanya diatas perut Gatama, sementara Antariksa sedang menari gembira dengan televisi yang ada di depan matanya.
Bintang merasa ada yang menaruh tangannya di atas kepalanya, mungkin itu Antariksa yang usil. "Ntar, jangan usil, ada Ayah lho." ucap Bintang tidak bergerak.
"Ih! Siapa juga yang mau megang Kak Bibin, olang Liksa lagi joget." balas Antariksa tidak menoleh ke arah Bintang.
Hal itu membuat Bintang berfikir. Saat ia membuka matanya dan mengangkat kepalanya, sangat tidak disangka itu adalah tangan Gatama.
"ANTAR! AYAH SADAR!" teriak Bintang kepada Antariksa. "APA?! YEE AYAH SADAR!"
Bukannya mendekati Ayahnya, Antariksa malah asik berjoget karena kegirangan.
"Ayah!" panggil Bintang. Gatama belum bisa membuka mata sepenuhnya, masih sedikit tidak sadar karena baru saja terbangun. Matanya masih menyipit seakan akan masih buram.
Gatama tersenyum. "Ada apa?" tanya Gatama.
"Ayah kemana aja? Bintang sama Antar nungguin Ayah terus." jawab Bintang sambil memegang tangan Gatama.
Antariksa mendekat. "Ayah jahat. Keljaannya tidul telus. Liksa nggak ada yang bantu keljain peel."
Gatama menaruh tangannya di atas kepala Antariksa. "Ini Ayah udah bangun kan?"
"Bunda mana?" sambung Gatama.
"Tadi ada di depan, sekarang nggak ada." balas Bintang.
"Coba telefon. Ayah pengen ketemu."
"Tunggu ya, Ayah."
Gatama hanya melihat Bintang yang sedang mencoba menelefon Vera. Sudah terhubung, dan sebentar lagi Vera akan datang.
"Ayah makan dulu ya. Nanti kenapa kenapa." kata Bintang sambil mengambil makanan di atas nakas.
Bintang menyuapi Gatama. Tak berselang lama, Vera masuk dan langsung memeluk Gatama.
"Ya Tuhan. Akhirnya kamu bangun juga." ucap Vera terharu. Gatama memeluk kembali Vera. "Tak usah cemas. Aku tidak apa apa."
"Maafin aku karena-,"
"Tidak usah di bahas. Kan sudah berlalu. Pikirkan aja untuk kedepannya."
"Ekhm." potong Bintang.
"Biar Bunda aja yang suapin Ayah. Kamu makan dulu gih. Di sofa ada makanan." perintah Vera kepada Bintang.
"Bintang makan dulu ya sama Antar."
Gatama dan Vera saling mengangguk. "Bagaimana keadaan Satelit, anakmu?" tanya Gatama.
"Belum ada perubahan sama sekali. Masih seperti biasa. Sudah ada reaksi seperti menggerakkan jarinya dan kadang mengeluarkan air mata."
"Apa Bintang sudah tau kalau Satelit itu anakmu?"
"Sudah ku ceritakan semua. Sampai suamiku meninggalkan aku sudah aku ceritakan."
"Apa balasannya?"
"Secara omongan ia turut berduka. Tapi aku tidak tau, apa ia ingin bertemu dengan Satelit atau tidak."
"Sebaiknya iya, kita tidak tau kan kalau mungkin Bintang ada, Satelit akan sadar? Mungkin saja bisa terjadi."
"Tujuanku memang ingin menemukan mereka berdua. Tetapi dengan keadaan Satelit yang tidak ada perubahan membuat aku sedikit takut."
"Kita bisa mencoba kan? Siapa tau Bintang dan Antariksa bisa membantu Satelit untuk bangun? Tidak ada salahnya jika kita mencoba."
"Akan aku pikirkan kapan, yang lebih penting kamu harus sehat dan bisa melihat mereka."
<><><><>
HAI HAI HAI!
EHE, maaf ya jarang up, sibuk terutama, otak juga lagi gak jalan, mood kadang cepet berubah. Jadi suka bimbang mau lanjutin.
Tapi tep lanjutin kok.
Gimana nih?
Satelitnya mau di bikin end atau hidup kembali?
Terus Bintang nya duluan nemuin Evan apa pas ketemu Satelit? Wkwk.
Di tunggu aja yaaa,
Sekalian, selamat hari raya idul fitri bagi yang merayakan, mohon maaf lahir dan batin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Bintang✔️
Novela JuvenilJangan salah kan ikatan cinta jika kita saling terluka, salahkan takdir yang sudah membuat pertemuan lalu mengundang luka. Aurora Luna Alma : "Kalau saja aku tau semua seperti ini, lebih baik aku tidak akan pernah bertemu denganmu sebelumnya." Adla...