EMPAT BELAS

30.3K 1.2K 6
                                    

Luna berbaring terlentang sambil memegang laptopnya. Menonton video yang menurutnya membawa ketenangan untuknya.

Ponsel Luna berdering. Luna mengangkat tanpa melihat layar ponselnya.

"Holla?" kata Luna.

"Ini gue Manda, Lun. Makan yuk, gue laper nih. Pengen makan diluar aja. Mau nggak?"

"Oke, jemput gue ya."

"Oke kalau gitu, gue kerumah lo sekarang ya."

Luna menaruh ponselnya kembali, melirik lagi layar laptopnya. Karena Luna tidak tahu ingin membuka apa, Luna mencoba membuka blog pribadi Bintang. Nyatanya, Bintang punya salah satu akun sosial media, tetapi seperti tidak aktif. Luna sedikit bingung, cowok sepopuler Bintang tidak punya sosial media?

Luna berdiri dan duduk dimeja belajarnya yang menghadap kearah jendela. Luna mengambil lempiran lalu menulis apa yang ada diotaknya. Ia tak menyimpannya, ia membuangnya khusus untuk tempat puisinya. Kalimat itu terbentuk dari perasaan hatinya.

Luna menatap diam jendela yang melihat angin mulai datang berteman pohon dan dedaunan.

Suara bel rumah seolah olah membuat Luna tersadar, mungkin itu Manda. Dan ternyata benar, Manda sudah datang. Luna bergegas bersiap siap mengganti bajunya lalu turun menemui Manda.

"Manda."

Manda menoleh terkejut, karena ia sedang fokus melihat foto pajangan dengan wajah Gani.

"Eh? Luna. Ayo Lun."

Entah terbesit apa yang ada di benak Luna, Luna memperkirakan bahwa Bintang akan ikut makan bersamanya.

<><><><>

Luna dan Manda sudah berada di dalam cafe, dengan ukiran dinding classic warna coklat membuat hatinya sedikit sejuk. Beni datang dari belakang Manda dan menutup mata Manda dengan gaya romantisnya. Luna hanya tersenyum melihat mereka yang belum berhubungan tetapi layaknya pasangan.

"Beni?!" ucap Manda terkejut memegang tangan Beni yang berada di depan wajahnya. Manda tersenyum, lalu menyuruh Beni untuk duduk disampingnya.

"Hai Lun." kata Beni tersenyum kepada Luna, dibalas senyum lagi oleh Luna.

"Oh iya, minggu depan kalian free nggak? Ada pesta dua harian gitu." kata Beni.

"Pesta apa?" balas Manda.

"Ulang tahunnya Helmi, ngadain dua acara gitu dalam dua hari."

"Emangnya beda ya acaranya?" tanya Luna.

"Beda, hari pertama cuma sama anak sekolah, kedua sama anak Savier."

"Oh iya Lun! Nomor lo dimintain sama Kak Evan, inget Kak Evan kan?" potong Manda menoleh kearah Luna.

Luna mengangguk.

"Gue udah kasih kok nomor lo ke dia. Tinggal tunggu di kontak aja, hehe." kata Manda tersenyum.

"Kok lo sembarangan sih kasih nomor gue?"

"Dia minjem ponsel gue. Mana gue tau kalo dia minta nomor lo."

DRRT.

Getaran ponsel Luna didalam tasnya membut Luna sedikit mundur dari duduknya untuk mengambil ponsel yang ada disampingnya.

Evan Meganta : Hai.

Luna menatap layar ponselnya. Kedua alisnya naik kebingungan karena Evan yang tempo hari melihatinya, sekarang memulai komunikasi.

"Kenapa Lun?" tanya Manda.

"Ini, Kak Evan nge chat gue." kata Luna sedikit gugup.

"Proses pdkt tuh. Evan ganteng kok, baik, pinter lagi, idaman banget di Savier." kata Beni nyambung.

"Bales kali Lun. Jangan dibaca aja." kata Manda membuat pikiran Luna terbesit ucapan Bintang.

Aurora Luna : Iya.

Evan Meganta : Pacarnya Bintang ya?

Aurora Luna : Bukan, cuma adik kelasnya aja kok.

Evan Meganta : Oke kalo gitu. Semoga kita bertemu lagi ya.

Luna masih kaku dengan Evan, padahal ini masih komunikasi tidak langsung. Manda terus bertanya tanya apa saja yang ditanya oleh Evan padanya, tetapi Luna menjawab bahwa Evan hanya menanyakan sekolah dimana. Dalam fikiran Beni itu tidak masuk akal. Hanya saja Beni tetap diam, lalu melanjutkan colekan makanan dari Manda.

<><><><>

Masih pukul empat sore Luna sudah terasa bosan. Dirumahnya tidak ada siapa siapa. Bunda, Yola dan Gani belum juga pulang sesuai ekspektasi Luna.

Suara notifikasi ponsel Luna berbunyi dari atas nakas. Luna yang masih menulis tentang isi hatinya mengambil ponselnya lalu menatap.

Evan Meganta : Saya belum kenal sama kamu. Bisa ketemuan?

Luna membaca notifikasi itu membuat jantungnya berdegup kencang, bimbang memilih iya atau tidak. Luna takut sendiri, apa lagi sama orang yang tidak ia kenal. Dengan perasaan gugup, Luna coba membalas.

Aurora Luna : Gue belum bisa jalan sama orang yang belum gue kenal. Gue takut kenapa kenapa.

Luna menunggu balasan Evan. Sedikit lama Evan membalas membuat Luna berfikir sambil memainkan pena yang ada dimeja belajarnya.

Evan Meganta : Tenang. Saya nggak bakal apa apain kamu. Bisa kan?

Dengan suara detik kan jam Luna terus berfikir antara ia atau tidak, Luna masih bimbang.

Aurora Luna : Nggak sampe malem malem kan?

Evan Meganta : Nggak kok. Saya share location ya tempatnya dimana.

Luna tidak membalas, ia masih duduk terkunci. Ia ingin membatalkan kegiatannya bersama Evan. Tetapi Luna merasa tidak enak, karena Evan menghubungi dan mengajaknya bertemu hanya untuk berkenalan sebagai teman.

Rasa pasrah, Luna berdiri dan mengganti bajunya. Luna tidak tahu harus memakai baju apa, fikirannya sempit, susah berfikir.

<><><><>

Hi gang!

Selamat Pasisolam ya<3

Mau kasih tau sesuatu.
Saya-kamu bukan berarti menjiplak cerita orang. Contoh, kalau ngomong ke yang lebih muda secara sistem organisasi itu pasti lebih masuk pake saya-kamu karena lebih sopan.

Dan aku buat karakter Evan nih sopan banget sama cewek. Tolong dicerna karena aku nggak mau buat konflik.

Yaudah deh segitu aja dulu,

Ditunggu VOTE and COMMENT nya!,

Salam,
Angel.

Dear, Bintang✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang