HUKUMAN MULAI BERLAKU
Entah sudah berapa kali Alana memperingatkan Dirga agar mengurangi kecepatan mobilnya, namun, bukannya mengurangi, Dirga malah menambah kecepatan mobilnya.
"Dirga jangan ngebut!" Sekali lagi Alana mengucapkan kalimat yang entah sudah berapa kali ia lafalkan layaknya mantra.
"LO BISA DIAM NGGAK SIH!" Bentakan itu seketika membungkam mulut Alana.
Bahkan saat mobil yang di kendarai oleh Dirga hampir mengalami tabrakan dengan kendaraan lain, karena Dirga yang menerobos lampu merah. Alana tak lagi menegurnya.
Ia tidak peduli lagi, lagipula mau ia berbicara panjang kali lebarpun Dirga pasti mengabaikannya.
Dirga memberhentikan mobilnya di depan sebuah rumah yang bisa dibilang cukup megah dengan pekarangannya yang begitu luas, namun terlihat tak terawat.
Dirga turun dari mobilnya dan membuka pagar rumah itu, setelah dibukanya pagar rumah itu, Dirga kembali menuju mobilnya, dan melajukan mobilnya memasuki rumah itu.
Dirga turun dari mobilnya dan mengunci pagar rumah itu. Setelahnya ia berjalan menghampiri mobilnya lebih tepatnya menghampiri pintu penumpang bagian depan mobilnya.
"Keluar!" Perintahnya setelah membukakan pintu mobil Alana. Alana bergeming di tempatnya.
"GUE BILANG KELUAR ALANA!" sekali lagi Dirga membentaknya.
"Nggak! Gue mau pulang!" Ujar Alana masih bergeming di tempatnya.
Detik itu juga Dirga menarik paksa Alana keluar dari mobil dan mengangkatnya layaknya karung beras memasuki rumah yang cukup besar itu.
"Dirga turunin!" Alana memberontak memukul-mukul punggung cowok itu. Namun sekuat apapun ia memukul cowok itu, ia tak akan pernah bisa terun tanpa keinginan dari Dirga itu sendiri.
Setelah memasukki rumah itu, Dirga menurunkan Alana, cewek itu terlihat marah sekarang atas apa yang Dirga lakukan padanya, ingat benar-benar marah.
"MAU LO APA HAH?!" Pekik Alana kesal sekaligus marah dengan cowok yang sekarang menatap dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Sst..sst," Dirga menyentuh bibir Alana dengan jari telunjuknya, "Bibir ini, jangan pernah lo gunakan untuk berteriak apalagi berkata kasar sama gue, atau lo akan tau sendiri akibatnya, Alana!" Ujarnya tenang namun sarat akan ancaman.
"Rumah siapa ini, Ga?" Tanya Alana cemas melihat rumah itu yang hanya diisi olehnya dan Dirga.
"Rumah lo."
"Rumah gue?" Alana menunjuk dirinya sendiri dengan kerutan di dahinya.
"Rumah hukuman lo!" Ralat Dirga.
"Hah? Hukuman? Maksudnya?" Tanya Alana membulatkan matanya mendengar apa yang dikatakan Dirga, apa maksdunya dengan hukuman? Memangnya ia melakukan apa hingga harus di hukum?
"Sekarang hukuman lo mulai berlaku, Alana!" ujar Dirga mendekati Alana yang kian mundur untuk mengindari Dirga, namun harapannya pupus saat punggung mungilnya menyentuh dinding rumah itu, yang artinya ia tak bisa menghindar lagi dari Dirga.
Dan kejadian di sekolah tadi terulang lagi, dimana Alana lagi lagi terperangkap dalam kurungan Dirga. Berbeda dengan situasi di sekolah tadi, Alana tak berani meminta Dirga untuk melepaskan, bahkan berbicara pun ia tak bisa, rasa takutnya telah menguasai dirinya sekarang.
"Kenapa lo nunduk Alana?" Tanya Dirga mengangkat dagu Alana agar melihatnya.
Alana tak menjawab ia hanya menatap Dirga.
"Lo tahu kesalahan lo, Alana?!" Tanya Dirga yang masih memegangi dagu Alana sehingga Alana masih setia menatapnya, menatapnya dengan sorot mata ketakutan.
Mendengar pertanyaan itu, Alana menggeleng pelan, karena ia memang ia tak tahu kesalahannya apa.
Dirga tak lagi memegang dagu Alana. Kini tatapannya yang semula sendu menjadi tatapan tajam. Membuat Alana yang melihatnya semakin merasa ketakutan.
Tiba-tiba tangan Alana yang sedari tadi meremas rok abu-abunya untuk mengurangi ketakutannya itu ditarik oleh Dirga dengan kasar, membuat Alana tersentak.
"Kesalahan lo adalah ini!" Dirga menunjukkan tangan Alana dan berujar dingin penuh penekanan dengan tatapan tajamnya pada cewek yang kini merasa ketakutan sekaligus bingung dengan apa yang di maksudkan Dirga padanya.
Dirga menggenggam tangan Alana dengan sangat keras membuat Alana meringis kesakitan.
"Akhh, sakit Ga, lepasin tangan gue!" Alana berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Dirga menggunakan tangannya yang tidak di genggam oleh cowok itu, tapi hasilnya nihil, Dirga malah tambah menguatkan genggamannya, membuat Alana merasakan nyeri pada telapak tangannya.
"Apa lo ngerasain sakitnya Alana?" Tanya Dirga dingin dengan sorot mata tajam matanya menatap Alana yang kini mulai mengeluarkan cairan bening dari matanya.
"I-ya," ringis Alana dengan air matanya yang mengalir.
"Dan gue lebih sakit dari ini Alana, saat tangan lo ini ngegenggam tangan cowok lain, jangankan ngegenggam, menyetuhnya saja itu udah ngebuat gue merasa sakit!"
Alana menatap Dirga tidak percaya dengan matanya yang berair.
Dirga mencium tangan Alana yang tadi di genggamnya dengan kuat yang menyebabkan gadisnya itu meringis kesakitan.
"Jangan pernah, menyentuh tangan cowok selain gue dengan tangan lo ini, atau lo akan merasakan hidup tanpa tangan!" Ujar Dirga sendu penuh penekanan, membuat Alana merasakan ketakutan yang lebih besar daripada tadi.
"Ngerti?!" Tanya Dirga penuh penekanan, yang langsung diangguki oleh Alana. Cewek itu seperti kehilangan raganya, ia tak tahu apa yang sebenarnya ia lakukan, dan apa yang terjadi padanya.
Satu yang ia tahu, orang yang berada di hadapannya kini bukan Dirga yang ia kenal dulu!
Tbc
Makasih udah baca cerita 'My Possessive Ice Boy'.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Ice Boy
Teen Fiction[SELESAI] ▪︎Segera direvisi▪︎ Bagi Dirga, Alana adalah miliknya, dan akan tetap menjadi miliknya apapun yang terjadi, sekalipun itu menyakiti Alana. Bagi Alana, Dirga adalah kelemahannya, sekuat apapun Alana menolak Dirga, maka sekuat itu pula ia ha...