MPIB'39

18.4K 661 24
                                    

"Gak gue gak mau! Lagian ngapain gue harus tinggal sama lo!" Ujar Alana tak terima menatap nyalang ke arah Dirga yang tak mau mengalah.

Dirgapun tak kalah menatap nyalang ke arah Alana yang menolak sarannya. "Alana, jangan egois sama perasaan lo!" Ujar Dirga Dirga penug penekanan membuat Alana membulatkab matanya.

Alana berdiri dari duduknya, cewek itu menatap Dirga dengan kedua tangannya yang terlipat di depan dada. "Egois?! Jangan muter balikkin fakta Dirga! Lagian gunanya gue tinggal sama lo gak ada gunanya, lo bukan siapa-siapa gue!"

"Gak ada gunanya lo bilang?!" Dirgapun ikut berdiri dari duduknya dan menatap Alana tak kalah tajamnya. "Terus gunanya lo tinggal sama Adnan yang jelas-jelas udah khianatin lo apa?!"

"Dirga! Itu bukan keinginan gue! Itu kemauan karna mama gue yang khawatir sama gue yang tinggal sendiri!" Balas Alana dengan nada yang lebih meninggi.

"Ya udah, sekarang lo ikutin kemauan gue buat tinggal sama gue! Lagian lo itu diciptain buat gue Alana?! Kalaupun lo bukan diciptain buat gue, lo akan tetap bersama gue, apapun yang terjadi!"

Alana menghela napas kasar, menatap tidak percaya ke arah Dirga yang begitu keras kepala, ingin rasanya ia membenturkan kepala cowok itu agar tak bertindak seenaknya.

"Dirga, sekali lagi gue bilang, lo itu bukan siapa-siapanya gue! Dan hubungan kita tak jelas untuk tinggal bersama,"

"Maka dari itu Alana, mari menikah. Agar ini semua jelas, lagipula gak ada yang mencintai lo seperti gue Alana!"

"Lo tambah ngawur yah! Gue kira berpisah lama dari lo, lo itu udah berubah, tapi nyatanya tidak! Lo tambah gila!"

"Alana, maka dari itu hentikan kegilaan ini, dengan lo bersama gue, lo selalu buat gue merasa tersiksa dengan penolakan lo yang munafik itu Alana! Gue tau, lo juga sama cintanya sama gue!"

"Dirga, kalau lo gak mau anter gue pulang, mending gue pulang sendiri! Lo tambah ngawur!" Ujar Alana yang mulai melangkah menuju pintu utama rumah itu.

Berdebat dengan Dirga, sama saja dengan membuang waktunya dengan percuma, karna akhirnya pasti dengan lelaki itu yang beragumen untuk memperkuat keinginanya, membuat Alana muak.

"ALANA! BERHENTI! SELANGKAH LAGI LO MELANGKAH, LO AKAN NYESEL!" teriak Dirga memberhentikan langkah Alana.

Bukannya Alana takut dengan ancaman Dirga. Tapi, ia perlu menyadarkan lelaki itu. Memangnya apa susahnya untuk melupakannya? Bahkan masih banyak perempuan diluaran sana yang lebih baik darinya.

Memang benar yang dikatakan Dirga tentangnya yang munafik. Alana memang mencintai Dirga. Tapi, egonya memaksanya untuk segera terlepas dari Dirga. Alana tak suka dikekang. Ia benci.

Bersama Dirga memang keinginan dari hatinya yang terdalam, namun sikap Dirga membuatnya tak nyaman. Dan Alana lebih memilih kenyamanannya dalam hidup daripada harus bahagia bersama Dirga di bawah tekanan.

Dirga melangkah menghampiri Alana yang berdiri diam menatapnya.

"Dirga tolong---"

"Tolong apa?! Cukup! Jangan nasehatin gue tentang gak usah berbuat seperti ini," potong Dirga cepat dan mencekram kuat lengan Alana.

"Akh, akh Dirga, sakit!" Bentak Alana diselingi ringisannya.

"Lo yang selalu buat gue seperti ini Alana! Memangnya kebebasan lo selama dua tahun terakhir gak cukup buat lo sadar, hah?!" Bentak Dirga dan mengencangkan cengkramannya.

Sungguh lengan Alana rasanya ingin terlepas dari bahunya, karna cengkraman Dirga yang sangat kuat.

"Sepertinya lo tambah ngelunjak Alana! Mari kita lihat apakah setelah ini, lo masih berani sama gue!" Dirga menarik lengan Alana, lebih tepatnya menyeret cewek itu dengan kasar menaikki tangga rumah itu.

"Dirga, akh. Lepasin dulu lengan lo," rintih Alana berusaha dengan melepas cengkraman Dirga dengan tangannya yang masih bebas.

"Gak, lo perlu dikasih pelajaran Alana!" Tegasnya yang membuat Alana makin merasa sakit akibat Dirga yang makin mencekram lengan Alana dengan kuat.

"Dirga," Alana memegang pegangan tangga, agar tak terseret oleh tarikkan Dirga.

Kedua tangannya merasa begitu sakit, yang satunya dicekram begitu sangat kuat, sedangkan yang satu mungkin sudah memerag karan mengaduhnya dengan besi pegangan rumah itu.

Dirga yang seakan menulikan dirinya, menapik semua rintihan kesakitan Alana. Dan dengan tidak punya hatinya ia malah menarik Alana dengan sekali hentakkan keras, hingga tangan Alana yang memegang pegangan tangga, terlepas, dan membuat keduanya telah melewati anak-anak tanngga yang berbentur dengan kaki Alana, dan itu pastinya itu teramat perih.

"Dirga, oke-oke, gue mau tinggal sama lo!" Ujar Alana cepat menahan rasa sakitnya.

Alana sudah tak sanggup merasakan sakit yang teramat pada pergelangan tangannya, ditambah tangannya yang memegang pegangan tangga tadi, yang mungkin kini berdarah karna sekarang terasa amat perih.

Lagipula ia tak mampu jika harus menerima 'pelajaran' yang dimaksud Dirga setelah ini.

Dirga melepas cengkramannya, membuat Alana sedikit merasa lega.

Tatapan Dirga yang semula menajam, kini menatap sendu ke arah Alana, mengambil tangan Alana yang memerah dan sedikit mengeluarkan darah, mungkin akibat gesekan yang begitu hebat.

"Lihat, tangan lo yang indah ini, harus tersiksa karna sikap lo yang keras kepala,"

Keras kepala katanya? Alana merasa Dirga memang sedang tak dalam keadaan yang baik. Bisa-bisanya setelah mencekram lengannya dengan kuat dan berlaku kasar, bukannya meminta maaf padanya, ini malah menyalahkannya.










My Possessive Ice BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang