"Oh, jadi lo datang sama Erlan?" Decakan Dirga membuat Alana merinding seketika, sementara Erlan yang mendengarnya merasa heran, bukannya Alana mengatakan keduanya sudah putus? Tapi, mengapa sekarang yang dilihatnya malah Dirga seperti sedang mengintrogasi Alana layaknya seorang pacar.
"Alana mau ngeliat keadaan Arka, sek---"
"Jadi lo mau ngeliat Arka iya?!" Dirga mencekram pergelangan tangan Alana, yang tentu saja membuat Alana meringis kesakitan.
"Dir...ga gu...e ga---"
"Dirga lo apa-apaan?!" Dengan sekali hentakan, Erlan melepaskan cengkraman Dirga pada pergelangan tangan Alana, bukannya merasa lega Alana malah merasa sebaliknya.
Jika saja Dirga sendiri yang melepas cengkramannya, pasti Alana akan merasa lega karenanya. Namun sekarang? Erlan menghentakkan tangan Dirga, dan jika disuruh memilih maka Alana lebih memilih dicengkram oleh Dirga, karena ia takut jika Dirga tidak bisa mengontrol emosinya dan bisa saja apa yang terjadi pada Arka terulang pada Erlan.
"Lo gak usah ikut campur Erlan!" Desis Dirga memberikan tatapan mematikannya pada Erlan, yang ditatap demikianpun memberikan tatapan tajamnya pada Dirga.
"Gue gak bisa buat gak ikut campur kalau lo kasar sama cewek Dirga! Lo dulu gak gini Ga, lo dulu pantang yang namanya kasar sama cewek, tapi sekarang,"
"Gue bukan DIRGA YANG DULU!"
"Oke, gue tau lo udah berubah tapi seenggaknya lo mikir, Alana itu siapanya lo sampe lo ngasarin dia gara-gara cuma mau liat keadaan Arka!"
"Seharusnya gue yang nanya lo yang siapanya Alana, sampai segitunya lo marah sama gue karena ngasarin Alana?!" Bukanya menjawab pertanyaan Erlan, Dirga malah balik bertanya membuat Erlan jengkel dibuatnya.
Dengan kesal Erlan menarik Alana agar berada dibelakangnya, "gue pacarnya!"
Bugh
Dirga langsung melayangkan tinjuannya pada Erlan, membuat cowok itu jatuh tersungkur, namun dengan cepat Erlan bangun dan membalas pukulan Dirga padanya.
Bugh
Bugh
Entah sudah berapa kali Alana meneriakki kedua lelaki yang tengah dalam pertarungan sengit itu.
"DIRGA!" Dengan air matanya yang entah sejak kapan mengalir memeluk erat Dirga dari belakang, sangat erat.
Masih dengan posisinya yang memeluk Dirga dari belakang dengan air matanya yang tak henti-hentinya mengalir, Alana takut pada situasi seperti ini, sangat-sangat takut, ia lebih memilih disakiti daripada melihat orang tersakiti karenanya, sungguh itu lebih menyakitkan bagi Alana.
"Kakak!" Seorang gadis keluar dari rumah itu dan menghampiri Erlan yang tengah tersungkur di tanah dengan tergesa-gesa.
Regina, gadis itu membantu Erlan bangun. Gadis itu mengalihkan pandangan pada Dirga yang juga terdapat memar pada wajahnya.
"Apa yang kalian lakukan?" Tanya Regina menatap Erlan dan Dirga bergantian.
"Alana lo kenapa nangis?" Tanya Arka yang baru saja menghampiri mereka membuat Dirga sedikit tak suka dengan Arka yang menyebut nama Alana.
Alana memilih diam mengabaikan pertanyaan Arka, ia takut jika saja Dirga berbuat yang tidak-tidak pada Arka, jika ia meladeni Arka.
"Dengar ya Erlan, gue gak perduli lo itu pacarnya Alana atau siapanya Alana, yang HARUS LO TAHU, ALANA ITU MILIK GUE DAN GUE GAK AKAN SEGAN-SEGAN BUAT NGIRIM LO KE RUMAH SAKIT KALAU LO BERANI SENTUH MILIK GUE!!! DAN SEKALI LAGI GUE GAK PEDULI LO ITU SIAPA!!!" Teriak Dirga dan langsung berbalik dan menarik Alana memasuki rumah berpintu putih tulang itu.
Dirga membawa Alana ke kamarnya. "Sekarang jawab gue apa benar lo pacaran sama Erlan?" Tanya Dirga datar.
Alana yang sedari tadi menunduk kini mendongakkan kepalanya dan tepat menatap mata Dirga yang menatapnya dengan tatapan mengintimindasi membuat Alana sedikit meringis.
"Dirga, gue aja kenal sama si Erlan Erlan itu gak sampe satu hari, mana mungkin gue---"
"Gue gak percaya, buktinya lo tadi datang sama Erlan, semobil sama Erlan padahal kan lo bilang kenal aja belum sampe sehari, tapi kok bisa gitu?" Jelas Alana merasa kini sedang diuji batas kesabarannya.
"Dirga, gue juga gak mau tapi---"
"Tapi lo mau juga kan?!"
"Dirga gue belum selesai ngomong," ujar Alana menahan kekesalannya pada Dirga.
"Udah gue tau, lo mau ngomong apa,"
Alana menghela napas, "Dirga kotak P3k mana?"
"Tuhkan bener dugaan gue, kalau lo ada apa-apanya sama Erlan buktinya lo gak ngebantah atau ngecoba jelasin apa-apa ke gue,"
"Dirga kan gue tadi mau bila---"
"Iya gue udah tau lo mau bilang apa,"
"Dirga kotak P3k-nya dimana?"
"Hebat yah lo, dulu Arka sekarang tambah lagi Erlan, salut gue sama lo Alana. Tapi apa peduli gue, lo tetap milik gue apapun status kita, dan yang menjadi milik gue harus ngikutin perintah gue, dan tidak ada yang boleh menyentuh lo seinci pun tanpa izin dari gue. Ingat itu Alana!"
Alana sudah jengah dengan Dirga yang sedari tadi seperti bicara sendiri dan hanya ingin didengarkan tanpa mau mendengarkan.
Dengan kesal Alana berjalan menuju keluar dari kamar itu, mencari sendiri keberadaan kotak P3K daripada harus berdebat dengan Dirga, orang yang hanya ingin didengarkan.
Belum beberapa langkah Alana meninggalkan kamar Dirga, sudah disambut dengan Arka "Alana lo gak pa-pa?" Dengan cemas Arka memutar badan Alana, memeriksa keadaan cewek itu.
"JAUHIN TANGAN LO DARI MILIK GUE!"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Ice Boy
Teen Fiction[SELESAI] ▪︎Segera direvisi▪︎ Bagi Dirga, Alana adalah miliknya, dan akan tetap menjadi miliknya apapun yang terjadi, sekalipun itu menyakiti Alana. Bagi Alana, Dirga adalah kelemahannya, sekuat apapun Alana menolak Dirga, maka sekuat itu pula ia ha...