MPIB'20

34.3K 1.8K 36
                                    

Prang.

Entah sudah benda yang keberapa yang dibanting oleh Alana. Memporak-porandakan rumah yang hanya terdapat ia dan Dirga di dalamnya.

"Gue mau pulang, kenapa lo bawa gue kesini! Jangan harap lo bisa seenaknya hukum-hukum gue! Emang lo siapa yang punya hak buat hukum gue!" Teriak Alana yang terus saja menghindari Dirga yang ingin menggapainya.

Prang.

Lagi ia membanting sebuah guci dengan penuh kekesalan. Biarlah semua barang dirumah ini hancur karenanya, siapa suruh bawa Alana kesini.

"Alana berhenti bertingkah kekanakan seperti ini!" Dirga masih dengan usahanya untuk menggapai Alana.

"Kalau gue kekanakan, lalu lo yang bersikap egois, merasa yang paling benar itu bukan sifat kekanak-kanakan hah?!"

Prang.

Alana membanting guci yang berada di meja itu mengarah pada Dirga hingga pecahannya berserakan di sekitar tempat Dirga kini berdiri.

Sekarang lihatlah keadaan rumah itu sekarang penuh dengan pecahan benda dan juga benda-benda yang tergeletak di lantai, membuat kesan rumah itu lebih hancur dari kapal pecah.

Alana bahkan tak memperdulikan apapun, bahkan rasa bersalah membuat keadaan rumah itu beratakanpun tak ada.

Yang ada dalam pikiran Alana sekarang adalah melakukan apapun agar ia bisa keluar dari sini walaupun itu ia harus menghancurkan terlebih dahulu.

"ALANA!"

"DIRGA!" Alana balik meneriakki Dirga.

"Alana, berhenti memberontak, itu gak cocok untuk lo lakuin!"

"Emangnya gue peduli!"

Srek.

Alana menarik gorden rumah itu dengan kasar.

Dirga sudah merasa muak dengan apa yang dilakukan Alana, dengan cepat ia langsung mencekram pergelangan tangan Alana dengan sangat kuat hingga membuat Alana meringis.

"Gue bilang berhenti Alana, sebelum gue melakukan hal yang akan membuat lo menyesal!" Dirga berucap penuh penekanan menatap Alana setajam elang dan tak lupa cengkramannya pada pergelangan tangan Alana yang semakin kuat.

"Yah! Cengkram saja pergelangan tangan gue kalau perlu patahkan! Supaya lo puas!" Alana memang merasakan pergelangan tangannya yang amat sakit akibat cengkraman Dirga bahkan ia merasa seperti akan kehilangan pergelangan tangannya, namun kemaharan lebih mendominasinya sekarang.

"Alana! Apa yang membuat lo seperti ini hah?! Apa karena Arka?! Lo memang---"

"Yah, gue memang cewek murahan! Jadi lepasin tangan gue, tuan Dirga yang suci, lo gak mau kan tangan lo itu tercemar gara-gara megang tangan cewek murahan seperti gue! Jadi LEPASIN TANGAN GUE! DAN BIARKAN CEWEK MURAHAN INI BUAT PERGI DARI SINI!" Alana berujar penuh penekanan, namun sarat akan rasa sakit, itu terlihat jelas dari matanya, dan Dirga tau itu. Apakah ia sudah menyakiti Alana?

Dirga melepaskan cengkramannya pada pergelengan tangan Alana. "Jangan coba ngebuat gue merasa bersalah," Dirga membuang pandangannya ke samping.

Apa tadi Dirga bilang? Membuatnya merasa bersalah? Sungguh Alana merasa sangat mengutuk cowok didepannya kini, jelas-jelas dia yang bersalah, malah merasa disalahkan, apa-apaan ini!

"Jadi yang salah itu gue? Gitu maksud lo?!"

"Ya, iyalah lo yang salah, jadi menurut lo, gue yang salah?"

"Dirga, nyesel gue kenal sama lo! Gue baru tau ternyata lo itu orang yang sok maha benar, udah jelas-jelas lo yang salah, malah nyalahin gue, sakit hati gue ngadepin lo!" Alana menghentakkan kakinya kesal.

"Yang ada gue yang sakit hati!"

"Lo sakit hati kenapa anjir! Emang gue bilangin lo cowok murahan apa! Gue capek Ga, lo ngelarang gue ngelakuin ini itu, dan yang paling nyakitin, lo bilang gue itu cewek murahan, sekarang gue tanya sama lo, cewek mana yang gak sakit hati kalau disebut cewek murahan sama cowok yang jelas-jelas orang yang dicintainya!"

"Lo kira gue gak sakit hati liat lo deket-deket sama cowok lain? Hah?!" Tanya Dirga tak mau kalah, membuat Alana menghela napas kasar untuk yang kesekian kalinya.

"Cowok itu adik lo sendiri Dirga, lo itu terlalu kekanak-kanakan, bahkan Arka yang nyatanya adik lo itu bahkan lebih dewasa dibading pikiran lo yang sempit itu,"

"Lihat bahkan lo ngebanding-bandingin gue sama cowok lain! Dengan begitu lo sendiri yang ngebuat gue berpikir yang enggak-enggak tentang lo!"

"Dirga, segitu dangkalnya pikiran lo tentang gue? Sebenarnya lo itu cinta gak sih sama gue?!"

"Alana, gue bahkan mencintai lo lebih dari apapun, hingga melihat lo bersama lelaki lain bisa buat gue ingin membunuh lelaki yang bersama lo!" Dirga menatap Alana lekat.

Alana menatap Dirga dengan tatapan tak percaya, benar, Dirga tak pernah mencintainya. Dirga hanya menganggapnya barang, barang yang bisa ia mainkan sesuka hatinya. Ia seperti mainan yang membuat Dirga terobsesi namun tanpa disertai dengan adanya cinta.

"Sudahlah Dirga, lupain gue, lo mending cari mainan yang baru yang bisa lo atur seenak hati, karna mulai sekarang jangan harap gue akan mau nurutin apa yang lo mau, takkan lagi!"

"Alana apa yang lo katakan!"

"Dirga, jelas lo itu gak cinta sama gue! Lo bahkan nyebut gue cewek murahan cuman gara-gara gue suruh lo buat baikan sama Arka adik lo sendiri. Mana ada cinta yang seperti itu! Jika cinta, lo pasti mikirin perasaan gue juga Dirga, bukannya cuma mikirin perasaan lo sendiri! Dasar egois!"

"Jika lo bilang, kalau cinta, kita pasti mikirin perasaan orang yang kita cintai, kan? Lalu apa kabar dengan lo yang dekat-dekat sama cowok lain, tanpa mikirin perasaan gue? Berarti lo gak cinta sama gue, iya? Jawab Alana!"

Alana memutar kedua matanya malas, kenapa sekarang malah dia yang tersudutkan. Jika tau begini ia takkan mau meladeni Dirga, karna sudah jelas mau bagaimanapun ia berusaha membela dirinya, Dirga akan tetap menjadi pemenangnya, selalu dan selamanya.

"Dirga, kurang mikirin apalagi gue tentang perasaan lo, bahkan gue rela sakit hati, tapi itu dulu, sekarang dan selamanya gue gak akan pernah lagi gue jadi cewek bodoh yang rela disakiti terus dengan pikiran negatif lo tentang gue!"

"Bohong. Kalau memang iya lo cinta, lo gak akan pernah dekat sama cowok lain!"

"Bodo amat, lo mau percaya atau gak, gue gak peduli!"

My Possessive Ice BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang