Sesekali Alana memperhatikan Dirga yang tengah menyetir disampingnya dalam keheningan, tanpa adanya pertanyaan-pertanyaan yang mungkin akan dilontarkan cowok itu padanya dan tentu saja ia sudah berpikir mati-matian akan jawabannya jika ditanya, dan tentunya tidak akan memberitahukan rencananya.
"Dirga, sebenarnya tadi itu gak seperti yang lo pikirin," ujar Alana memecah keheningan, karena Dirga tak kunjung bertanya padanya.
"Emang lo tau gue mikirin apa?" Dirga masih memfokuskan pandangan pada jalanan di depannya.
Alana menoleh melihat Dirga, ia menghembuskan napasnya, "pasti lo mikir yang enggak-enggak, kan?" Ujarnya kembali melihat keluar jendela.
"Yang mikir yang enggak-enggak itu gur atau lo?" Alana seketika membisu mendengar penuturan Dirga. Apakah Dirga tak marah padanya?
"Lo gak marah?"
"Marah kenapa?" Pertanyaan Dirga membuat Alana berpikir bahwa Dirga tak marah padanya, namun mengapa ia tak merasa bahagia? Malah ia merasakan sebaliknya, ada apa dengannya kali ini.
"Atau jangan-jangan dugaan gue bener lagi kalau lo emang pacaran sama Erlan,"
"Hah?" Alana menatap Dirga dengan keterkejutannya, membuat Alana bingung sendiri akan pemahamannya menangkap apa yang dikatakan cowok disebelahnya kini.
"PUTUS ATAU LO LIAT ERLAN MASUK RUMAH SAKIT?!"
"Hah?" Sekarang Alana seperti orang bodoh mendengar kata-kata yang diucapkan Dirga.
"Hah ho hah ho, nanti nyamuk masuk tau rasa,"
Alana diam tak menanggapi. "Putus atau Erlan masuk rumah sakit?" Ulang Dirga membuat Alana kembali menoleh padanya.
"Dirga, kan kemarin gue udah bilang kalau gue sama Erlan itu baru kenal, masa langsung pacaran," Alana mengerucutkan bibirnya kesal, pasalnya Dirga masih saja berpikiran yang tidak-tidak, ia kira tadi Dirga sudah taubat, taunya masih sama, namun jauh dalam hatinya Alana merasa ada sedikit kebahagiaan.
"Katanya baru kenal tapi tadi dikejar-kejar, sampai-sampai gue ditinggal, diabaikan," mendengar tiga kata terakhir yang diucapkan Dirga membuat senyuman terukir tipis, sangat tipis.
"Tadi katanya gak marah, gak mikir yang enggak-enggak,"
"Yang bilang gue gak marah siapa? Gue memang gak mikir yang enggak-enggak, orang gue mikirnya yang iya iya, buktinya lo gak jelasin ke gue kenapa lo ngejar Erlan, kan tadi lo sendiri yang ngomong bakal jelasin ke gue waktu lo ninggalin gue dan milih buat ngejar si Erlan,"
Alana menggaruk tengkuknya yang tidak gatal mendengar kalimat panjang yang diucapkan Dirga. "Kan lo gak nanya."
"Emang harus ditanya dulu baru lo jelasin? Berarti lo gak serius dong buat gue tetap bisa percaya sama lo?"
"Yah gak gitu juga,"
"Terus gimana?" Dirga menepikan mobilnya, memberikan seluruh fokusnya pada gadis yang berada disampingnya kini.
"Kenapa liatin gue?"
"Nunggu penjelasan dari pacar, maaf maksud gue mantan, yang rela ninggalin demi ngejar cowok yang katanya baru kenal,"
"Dirga udah deh, itu tadi gue ngejar Erlan cuma mau cegah dia buat gak ngapa-ngapain Arka, gak lebih."
"Oh, jadi ceritanya lo rela capek lari-larian kejar Erlan supaya dia gak ngapa-ngapain Arka, gitu? Kok lo sweet banget sih, sama yang bukan apa-apa aja udah gitu pedulinya, apa kabar dengan pacar yang sekarang udah jadi mantan?"
"Dirga, bukan gitu, jadi tadi itu Adeknya Erlan yang namanya Regina itu nangis karna Arka, terus Erlan marah liat adeknya nangis, jadi dia mau cari Arka buat dikasih pelajaran, jadi yah gue kejar dong, secara kan Arka juga gak maksud buat anaknya orang nangis,"
"Tau darimana kalau Arka gak niat? Dan hubungannya sama lo apa?"
"Yahh.... intinya gitulah,"
"Gitu gimana, kalau ngomong yang jelas, lo itu udah SMA, seharusnya udah tau cara ngomong yang baik dan benar,"
"Arka bilang gak cinta sama Regina,"
"Terus apa hubungannya sama lo?" Ujar Dirga dingin menciptakan suasana dalam mobil jadi mencekam.
"Arka bilang kalau dia cinta sama gue," ujar Alana menunduk.
"Sial." Dirga memukul stir mobilnya keras hingga telapak tangannya memerah dan terluka. Alana yang melihatnya langsung menarik tangan Dirga dan meniup-niup luka Dirga.
"Terus lo juga cinta sama Arka?" Alana tak menjawab, ia masih meniup-niup tangan Dirga yang terluka.
"JAWAB ALANA!" Dirga menarik tangannya dari genggaman Alana dengan kasar membuat Alana tersentak dibuatnya.
"Jawab pertanyaan gue Alana!"
"Dirga, gue sama Arka itu cuma temenan,"
"Tapi Arka suka sama lo,"
Alana menggelengkan kepalanya, "bukan berarti gue juga suka sama Arka,"
"Mulai sekarang gue gak mau liat lo deket sama Arka, atau lo tau sendiri akibatnya kalau ngelanggar!"
"Tapi Dirga, Arka itu adik---"
"Tapi dia suka sama lo, gue gak peduli dia itu adik gue atau gak, gue gak suka ada yang menyukai apa yang menjadi milik gue, dan gue gak peduli kalau lo bilang dia itu teman atau apalah, INTINYA MULAI SEKARANG JAUHI ARKA, GUE GAK TERIMA PENOLAKAN, TITIK!"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Ice Boy
Teen Fiction[SELESAI] ▪︎Segera direvisi▪︎ Bagi Dirga, Alana adalah miliknya, dan akan tetap menjadi miliknya apapun yang terjadi, sekalipun itu menyakiti Alana. Bagi Alana, Dirga adalah kelemahannya, sekuat apapun Alana menolak Dirga, maka sekuat itu pula ia ha...