MPIB'32

23.3K 1.1K 35
                                    

Aneh. Satu kata yang mendefinisikan sikap Alana sekarang, Adnan bahkan dibuat bingung dengan sikap cewek itu yang tiba-tiba ingin terus berada di dekatnya, dan jangan lupakan Alana yang mudah sekali tersulut emosi.

Kemanapun ia pergi Alana selalu ingin ikut bersamanya bagaikan anak itik yang mengikuti induknya.

Akibat sikap Alana yang demikian, membuat hubungan Adnan dan Dinda sedikit merenggang. Tunggu! Jika kalian mengira Dinda dan Adnan bermain di belakang Alana, maka tebakan kalian tepat sekali.

Namun, hubungan Adnan dan Dinda berjalan dengan begitu saja, hingga keduanya tak mampu menghidari munculnya rasa yang tak seharusnya ada diantara keduanya.

Dan sialnya, keduanya menyadari perasaannya setelah Adnan dan Alana telah resmi bertunangan.

Bukannya Adnan tidak tegas akan perasaannya. Namun, ia sangat tak kuasa jika harus menolak keinginan ibunya. Bagi Adnan ibunya adalah segalanya. Dan Dinda adalah pemilik dari sebagian hatinya.

Adnan dan Dinda sudah berusaha untuk saling melupakan, tapi sekuat apapun keduanya berusaha, rasa cinta itu semakin kuat, membuat keduanya dibayangi rasa bersalah.

"Sekali lagi gue minta maaf,"

"Gue gak tau kenapa, gue rasa ini jalan yang terbaik, Nan,"

"Gak, lo salah Dinda, kita gak bisa seperti ini terus, gue rasa ini harus berakhir, dengan gue yang khianatin Alana, sama aja kayak gue khianatin nyokap gue, lo kan tau gue gak akan bisa buat nolak apa yang diinginkan nyokap gue,"

"Termasuk karena gue?"

"Maaf,"

Cup.

Dinda dengan tiba-tiba mencium Adnan, membuat Adnan sedikit tersentak karenanya. Dan jika Dinda sudah seperti ini, Adnan tahu bahwa cewek itu sedang tidak ingin dibantah olehnya.

***

Alana berjalan dengan angkuh menyusuri koridor kampus. Salahkan Dirga yang hampir mengubah sikap Alana seratus delapan puluh derajat.

Alana yang hanya menatap lurus ke depan membuatnya tidak melihat ke bawah hingga ia tak sengaja menyandung kaki seseorang.

"Aduh," Alana terjatuh kedepan dengan lututnya yang sedikit cedera akibat benturan yang cukup keras dengan lantai.

"Eh, maaf, lo gak papa?" Tanya seorang lelaki yang Alana tidak ketahui siapa, dengan cemas dan memegang memar luka pada lutut Alana.

"Gak papa gimana, lo gak liat apa! Ini lutut gue luka!" Ketus Alana tanpa melihat siapa yang menyebabkan dirinya tersandung.

Belum sempat Alana menjauhkan tangan lelaki yang memegang luka pada lututnya, tiba-tiba lelaki yang sedikit menunduk itu, kerah kemeja yang dikenakannya ditarik paksa, dan Alana sama sekali tak peduli akan hal itu, yang ia pedulikan hanyalah lututnya yang bernasib naas.

"BERANI LO SENTUH MILIK GUE, BANGSAT!"

bugh.

Buru-buru Alana mengalihkan pandangannya, sontak Alana berdiri kala melihat Dirga tengah menyudutkan seorang lelaki yang wajahnya dipenuhi luka, dan jangan lupakan lelaki itu yang kini sudah seperti orang kehabisan napas.

"Dirga! Lo mau bunuh orang?!" Alana berusaha menjauhkan Dirga dari lelaki itu dengan susah payah, dan menarik Dirga pergi menjauh dari sana.

"Lo gila yah! Lo bisa aja ngilangin nyawa orang tau gak! Lo kalau punya otak dipake! Seharusnya dengan umur lo yang sekarang lo gak bersikap kekanakan seperti tadi!" Cerca Alana, ketika keduanya berada di area taman kampus.

"Emang kenapa?! Siapa suruh berani sentuh-sentuh lo!"

"Lo gila!"

"Dan lo yang buat gue gila! Sekarang lo ikut gue!" Dirga menarik tangan Alana, namun Alana tak kunjung bergerak. Bukan, bukan karena Alana yang membuat dirinya  tak ingin bergerak, namun pergelangan tangan Alana yang satunya ditahan oleh Adnan.

"Lepasin tangan Alana!" Desis Dirga menatap Adnan tajam, yang menarik keras tangan Alana hingga mendekat ke arahnya, namun Adnan belum melepas genggamannya pada pergelangan tangan Alana.

"Lo yang lepasin tangan Alana," Adnan pun menarik Alana ke arahnya.

"Alana milik gue! Jadi jauhin tangan lo dari Alana!" Kembali Alana ditarik mendekat ke arah Dirga.

"Alana tunangan gue! Seharusnya lo yang jauhin tangan lo dari Alana!" Untuk kesekian kalinya Alana tertarik kembali ke arah Adnan.

Alana sudah mulai merasa nyeri pada kepalanya akibat ditarik ke kiri dan kanan oleh Dirga dan Adnan, membuat cewek itu lemas tak berdaya.

"Gue bilang lepasin tangan Alana!"

"Seharusnya lo yang lepasin tangan Alana!"

"Wah, lo ngajak berantem yah!"

"Lo yang mulai duluan bangsat!"

"Lepasin gak!"

"Lo yang lepasin tangannya Alana, bego!"

"Ahhh, udah! Dirga lo lepasin gak tangan gue!" Ujar Alana menatap Dirga tajam.

"Gak! Kenapa harus gue yang ngalah! ADNAN! Lepasin tangan Alana gak!"

"DIRGA! Gue bilang lepasin tangan gue!"

"Gak! Mulai sekarang lo gak boleh dekat sama Adnan lagi! Dan mulai sekarang lo gak akan tinggal di rumah Adnan lagi! Kalau perlu lo gak perlu liat Adnan lagi!"

"Maksud lo apa, hah! Nyuruh Alana ngejauhin gue! Apa lo bego atau bagaimana?! Alana itu tunangan gue! Sedangkan lo? Lo siapanya Alana, hah?!"

"Gue? Gue adalah pemiliknya Alana, Alana milik gue! Dan sekarang Alana tengah mengandung anak gue!"

"DIRGA! LO GILA! LO JANGAN NGOMONG SEMBARANGAN!" Alana meneriakki Dirga dan melepas paksa genggaman Dirga pada pergelangan tangannya, dan menarik Adnan ---yang masih memikirkan apa yang dikatakan Dirga---, menjauh dari sana.

My Possessive Ice BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang