MPIB'15

42.5K 2.1K 29
                                    

"Aww!" Pekik Alana tatkala ia kini terjatuh akibat Erlan yang tiba-tiba berhenti disaat ia hampir menggapai cowok itu, alhasil ia menubruk punggung Erlan membuatnya jatuh.

"Lo kenapa ngikutin gue?" Erlan mengulurkan tangannya pada Alana.

"Jauhin tangan lo dari Alana!" Belum sempat Alana menerima uluran tangan Erlan, tangan itu sudah lebih dulu ditepis kasar oleh Dirga.

Erlan yang sedang tidak mood untuk meladeni Dirga, iapun mengabaikan cowok itu dan melanjutkan tujuannya yang sempat tertunda.

Melihat Erlan yang melangkah pergi, Alana langsung bangun dari jatuhnya dan kembali mengejar Erlan, Alana yang memang dalam mode panik pun tak menyadari keberadaan Dirga, yang tanpa ia sadari akan menimbulkan masalah baru baginya.

"Erlan," Alana setengah berteriak memanggil lelaki yang kini jauh berjalan didepannya.

Langkahnya terhenti kala Dirga memegang pergelangan tangannya.

"Dirga tolong singkirin dulu pemikiran lo yang gak gak," cegah Alana, setidaknya mungkin atau tidak sama sekali Dirga akan tetap berpikiran yang tak baik padanya.

"Lo ngapain ngejar-ngejar si Erlan?" Dirga berujar datar dan tenang, mencoba untuk tidak meluapkan emosinya.

Alana tak berniat membalas pertanyaan Dirga, untung Dirga hanya memegang tangannya tidak sekasar sebelumnya, dengan begitu ia bisa dengan mudah menarik tangannya dari Dirga dan mengejar Erlan sebelum terjadi hal yang diinginkan.

Masalah Dirga? Nanti bisa ia jelaskan sejelas-jelasnya, biarlah jika Dirga-nya berpikir yang tidak-tidak, toh itu sudah menjadi makanan sehari-harinya, pikiran negatif Dirga tentang dirinya.

Dirga menghela napas melihat kelakuan Alana, bagaimana bisa ia tidak emosi jika Alana bersikap demikian, namun ia harus tetap mengendalikannya, ia tidak ingin membuat Alana tambah merasa tidak nyaman akan kehadirannya, setidaknya ia sudah berusaha untuk membuat Alana senyamanan mungkin agar tetap berada di sisinya.

Berubah? Tentu ia akan berusaha untuk berubah, untuk tidak kasar pada Alana-nya lagi karena ia merasa bahwa kasar pada Alana tidak akan berpengaruh apapun, cewek itu keras kepala berapa kalipun ia kasar padanya, cewek itu tetap saja berani dekat dengan lelaki selain dirinya.

Jika kalian berpikir bahwa sifat posesifnya pada Alana akan berubah, maka tebakan kalian salah, tidak semudah itu membiarkan apa yang sudah ia klaim sebagai miliknya untuk berdekatan dengan lelaki lain.

Ia memang akan berubah untuk tidak bersikap kasar pada Alana, namun tentu saja ia akan memberi pelajaran kepada siapa saja yang berani mendekatkan dirinya pada Alana.

Ia tahu kelemahan Alana adalah tidak melakukan kekerasan karena cewek itu, dengan begitu Alana akan merasa bersalah dan mungkin mau tak mau akan menuruti perintahnya.

Kelemahan Alana yang demikian membuat Dirga merasa diuntungkan dan bisa juga dirugikan, karena dengan begitu Alana dapat dimanfaatkan dengan mudah.

Bahkan Dirga merasa jengkel dengan sikap Alana yang lebih mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri. Benar-benar definisi seseorang yang tak mencitai dirinya sendiri.

***

"Erlan, tunggu dulu." Alana meraih pergelangan tangan Erlan, menghentikan cowok itu.

"Lo kenapa dari tadi ngikutin gue sih?" Erlan berbalik, Alanapun melepas tangannya dari pergelangan tangan Erlan, dan menunduk memegang lututnya untuk mengatur napasnya yang tidak teratur akibat berlari mengejar Erlan.

"Erlan, gue tau lo mau apa-apain Arka, tapi setidaknya lo pikirin dulu, lo kan tau adek lo itu cinta sama Arka, pasti adek lo sedih lihat kakaknya buat orang yang dia cinta itu terluka," lanjut Alana setelah napasnya sudah mulai teratur.

"Udah gitu doang? Lo itu buang-buang waktu gue tau gak!"

"Yahh! Lo kok gitu sih, gue itu kasih tau yang baik bukan kasih tau ajaran sesat sama lo,"

"Bilang aja lo gak mau liat Arka terluka, gue tau tabiat lo itu gimana, gue heran sebenarnya lo itu suka sama Dirga atau adeknya?"

"Lo udah dikasih tau juga, memangnya salahnya Arka apaan coba? Dia aja gak ngapain-ngapain adek lo, sentuh aja gak, adek lo aja kebawa suasana, dan satu lagi, gue gak suka sama kalimat terakhir lo, setidaknya kalau bicara itu disaring dulu, dikira gak sakit apa ditanya kek gitu, pertanyaan lo itu seakan-akan bilang kalau gue itu cewek yang cintanya bisa dibagi-bagi?"

"Terus lo ngapain masih ngurusin urusannya Arka?"

"Dengar yah tuan Erlan, gue itu lagi memberikan pencerahan sama lo, lo gak liat adek lo nangis tadi, hah? Dia itu nangis karna Arka bilang kalau gak cinta sama dia----"

"Dan bilang kalau dia cinta sama lo---"

"Iya tunggu dulu lo! Gak usah motong-motong kalau gue bicara---"

"Lo juga motong pembicaraan gue--"

"Kan lo yang duluan anjir, kesel gue lama-lama, tunggu gue belum selesai ngomong," Alana langsung menutup mulut Erlan dengan telapak tangannya kala ia melihat Erlan yang ingin menyela ucapannya lagi.

"Adek lo kan cinta sama Arka, dan seperti yang lo bilang tadi kalau Arka cinta sama gue, ya emang sih," ujar Alana yang kini mengetukkan dagunya dengan jari telunjuk tangannya yang tidak ia pakai untuk menutup mulut Erlan.

"Maka dari itu gue ada penawaran buat lo, gimana kalau lo sama gue, buat Arka bisa cinta sama Regina? Kan dengan begitu Adek lo bisa bahagia dan juga Arka gak akan gangguin gue lagi, gimana?" Tanya Alana yang tidak lagi menutup mulut Erlan dengan tangannya.

"Gimana apanya?" Tanya Erlan dengan raut kesal karena Alana yang membekap mulutnya.

"Penawaran gue, dengan begitu adik lo bahagia sama Arka dan gue juga bisa hidup tenang tanpa gangguan dari Arka, dan mungkin juga dengan Arka gak gangguin gue lagi, hubungan Dirga sama Arka bisa membaik, jadi gimana?" Ulang Alana berharap Erlan menyetujuinya, toh bukankah penawaran yang dibuatnya tidak akan menimbulkan kerugian pada pihak manapun?

"Untungnya buat gue apa?"

"Hadeh," Alana berdecak menatap Erlan. "Untungnya buat lo itu liat adek lo bahagia bego, dan dengan begitu lo gak harus gunain otot lo buat ngadepin Arka, lo kan punya otak? Ya kan? Yah digunain! Jangan cuma dijadiin pajangan, gimana sih,"

"Kalau kita berhasil buat Arka cinta sama Regina, adek gue bahagia dan juga bahagia karena Arka gak akan gangguin lo lagi, terus gue gimana?"

"Terus lo gimana apanya? Yah lo bahagia liat adek lo bahagialah, daritadi gue jelasin panjang-panjang sampai mulut gue berbusa lo masih aja nanya! Makanya jangan kebanyakan pake otot buat bertindak, sekali-kali latih otak lo, kan jadinya lemot karena lo jarang make mikir."

"Iya deh, yang gak lemot, yang pintar, yang selalu make otaknya," kesal Erlan mendengar Alana yang menyebutnya lemot, disini itu dia yang lemot atau Alana yang tidak peka sih?!

My Possessive Ice BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang