MPIB'18

33.1K 1.7K 39
                                    

"Baiklah jika itu mau lo." Ujar Dirga dingin.
Alana sedikit kaget mendengar apa yang dikatakan Dirga.

"Jadi lo mau baikan sama Arka?" Alana ingin memperjelasnya, apakah Dirga memang ingin berbaikan dengan Arka.

"Siapa bilang gue mau baikan sama Arka,"

Seketika, Alana menjadi kesal dengan apa yang dikatakan Dirga, bingung dengan jalan pikiran cowok itu yang membuatnya harus berpikir keras layaknya memecahkan teka-teki tersulit yang pernah ada.

"Tadi lo bilang baiklah, Dirga!"

"Iya gue emang ngomong baiklah kalau itu mau lo jika ingin musuhin gue karna sampai kapan pun gue gak akan pernah mau berbaikan dengan Arka!"

"Dasar keras kepala! Ya sudah sekarang kita bukan hanya sekedar mantan tapi juga MUSUH!" kesal Alana menghempaskan tangan Dirga yang memegang pergelangan tangannya.

Alana berjalan keluar cafe dan sudah jelas jika Dirga mengikutinya. "Alana, apa yang lo lakukan? Lo akan benar-benar musuhin gue?" Alana tak menjawab, ia memilih diam dan mengabaikan Dirga.

Alana sibuk menoleh ke kiri dan ke kanan mencari taxi mengabaikan Dirga yang kini menatapnya tajam akibat diabaikan olehnya.

"Yahh! Dirga apa yang lo lakukan!" Teriak Alana kala Dirga menariknya dengan paksa dan kasar menuju mobil lelaki itu.

"DIAM!" Bentak Dirga yang tentunya membuat nyali Alana untuk melawan menciut begitu saja.

"Gue sudah berusaha sabar menghadapi lo Alana, jangan menguji kesabaran gue!" Ujar Dirga kala ia sudah berada di dalam mobilnya bersama Alana.

"Seharusnya gue yang bilang begitu Dirga bukan lo!" Alana membalas menatap Dirga sengit tak terima dituduh menguji kesabaran cowok yang jelas-jelas kesabarannya lah yang diuji disini.

"Memangnya gue berbuat apa sampai lo harus sabar menghadapi gue?"

"Seperti ini! Perbuatan lo yang lo lakuin semau lo sama gue, padahal lo bukan siapa-siapa Dirga, pacarpun bukan tapi lo bertindak semau lo, lo gak mikirin perasaan orang lain, lo egois, keras kepala, dan bersikap sesuka hati lo yang tak berperasaan itu!"

"Kalau begitu sekarang kita pacaran, selesaikan jadi gue memiliki hak penuh sama lo, jangan nolak gue!"

"Tidak! Gue tidak mau cukup sampai sini, tolong menjaulah,"

"Apa maksud lo?! Hah?! LO INGIN GUE MENJAUH, AGAR GUE GAK AKAN BISA MENGGANGGU HUBUNGAN LO DAN ARKA, BEGITU?"

"Lihat! Bahkan lo masih saja berpikiran yang tidak-tidak tentang gue! Apa gunanya sebuah hubungan jika lo gak percaya sama gue!"

"Lo sendiri yang buat gue meragukan lo, Alana!"

"Selalu, selalu, dan selalu semuanya pasti akan menjadi kesalahan gue dan lo yang selalu benar!"

"Lo memang yang salah---"

"Yayayaya gue memang yang selalu salah dan lo yang selalu benar!" Ujar Alana yang hendak membuka pintu mobil untuk keluar, namun naas pintunya terkunci.

"Dirga buka pintunya!" Ujar Alana yang masih berusaha untuk membuka pintu mobil Dirga.

"Gak!"

"Mau lo apa sih?!" Teriak Alana kesal.

"Gue mau lo berhenti bersikap seperti cewek murahan!"

Plak.

***

"Regina tolong, bahkan gue cuma anggap lo teman gue, gak lebih," Arka memandang Regina dengan raut sendu, lagi-lagi ia menghancurkan hati cewek itu.

"Kenapa? Bahkan dulupun tidak?"

"Lo tau Regina, dulu gue cuma anggap lo itu sebagai pacar kakak gue Dirga, dan karna lo juga hubungan gue sama Dirga sampai sekarang masih buruk, bahkan dia itu nganggap gue itu musuhnya, bahkan lebih buruk dari musuh, padahal gue itu adiknya."

"Maaf." Lirih Regina, ia memang mendapatkan hal yang setimpal dengan kesalahannya dulu. Bahkan orang yang dicintainya pun tak membalas perasaanya, mungkin inilah yang dirasakan Dirga, bedanya dulu ia bersama Dirga seakan-akan mencintai lelaki itu, lain dengan Arka yang langsung menolaknya secara terang-terangan, sakit mana? Pura-pura dicintai atau ditolak secara terang-terangan? Dan yang pasti karma itu ada.

"Gue juga salah Ina. Sekarang gue gak mau lihat lo sedih terus, capek mata gue liatnya," ujar Arka berujar dengan nada yang dibuat buat agat terdengar bahwa ia sedang kesal.

"Ok, sekarang gue gak akan sedih lagi, tapi bisakah kita menjadi teman?" Regina mengulurkan tangannya berniat untuk bersalaman dengan Arka.

"Tentu!" Arka tak membalas uluran tangan Regina melainkan langsung memeluk cewek itu, mengusap-usap pundaknya, berharap Regina akan merasa nyaman, setidaknya kesedihannya berkurang.

"Sekarang lo gak usah sedih-sedih lagi, apalagi karna gue, gue gak pantes buat lo sedih. Kita masih bisa dekat tanpa harus lo dan gue bersatu dalam kesatuan yang namanya pacaran," ujar Arka melepaskan pelukannya pada Regina.

Hati Regina menghangat mendengar kalimat yang diutarakan Arka. Jika tidak ada hubungan antara dirinya dan Arka, maka biarlah asalkan ia bisa tetap berada di dekat Arka dan tentunya menjadi temannya, dan ia akan membuat dirinya menjadi teman yang terbaik dan terindah untuk Arka, ia akan berusaha untuk itu.

My Possessive Ice BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang