Dinda tak henti-hentinya menyunggikan senyum, pasalnya kini ia tengah bersama dengan Erlan di taman kota.
"Udah lama yah gak kesini," ujar Erlan mengedarkan pandangannya ke sekitar, kini mereka sedang duduk pada kursi putih panjang yang ada di salah satu sudut taman.
"Siapa suruh pergi lama-lama," cibir Dinda menatap Erlan kesal yang dibalas Erlan dengan senyum gemasnya menatap Dinda, ia sangat rindu ekspresi kesal gadis itu.
"Uwu uwu Dinda tayang," Erlan mengusap-usap pucuk kepala Dinda.
"Ihh, Erlan rambut gue kampret," Dinda menghempaskan tangan Erlan kasar, dan merapikan rambutnya yang sedikit acak-acakan karena ulah Erlan.
"Hahaha, emang gak rindu sama gue yang sering ngacak-ngacakin rambut lo? Oh atau sekarang ada yang udah gantiin gue buat ngacakin rambut lo,"
"Hanya orang gak waras yang rindu rambutnya diacak-acak!"
"Berarti lo gak waras dong,"
"Lo gak berubah-berubah yah, gue kira selama lo ke Australi, lo lebih dewasa dikit kek gak nyebelin!"
"Kalau sama lo mah gue gak akan berubah," ujar Erlan merangkul pundak Dinda.
"Bodo!" Dinda menghempaskan tangan Erlan yang merangkul pundaknya, dan berdiri, namun dengan sigap Erlan menarik kembali Dinda untuk duduk.
"Apaan sih!"
"Lo yang apa-apaan, masa gue mau ditinggalin, lo tau gak--"
"Gue gak mau tau!" Potong Dinda membuat Erlan bukannya kesal malah gemas dengan sahabatnya itu.
"Ih, Adinda dengerin dulu," Erlan menarik hidung Dinda gemas membuat Dinda bertambah kesal karenanya.
"Lo gak ngehargain banget yah kedatangan gue, padahalkan gue datang kesini buat lepas rindu sama sahabatku yang jelek ini," lagi Erlan mengacak rambut Dinda.
"Bodo! Gue gak suruh lo rindu, gak suruh lo datang juga!" Lagi Dinda menghempaskan tangan Erlan dengan kesal, percayalah kebiasaan itu bahkan sering terjadi diantara keduanya dimana Erlan yang mengacak rambut Dinda berakhir dengan Dinda yang marah-marah, itu sudah seperti ritual bagi keduanya.
"Yakin? Yaudah gue balik lagi ke Australi kalau gitu, awas yah kalau lo rindu,"
"Yaudah balik sana! Emang gue percaya apa? Dikira gue bodoh apa? Jelas-jelas lo udah sekolah disini, mana mingkin mau pindah lagi!"
"Kalau guenya mau,"
"Gue gak percaya!"
"Wah wah sekarang Dinda udah pintar yah,"
"Dari dulu!"
"Dulu lo mah ogeb, bicara lo dulu terbalik-balik lagi, sekarang otak lo yang terbalik-balik,"
"Kesel gue lama-lama!"
"Bodo gue gak peduli, wleeh," Erlan menjulurkan lidahnya mengejek Dinda yang semakin kesal dibuatnya.
"Erlan, lo gak pernah liat muka lo hitam kayak arang gak?!" Dinda mengambil sendal yang dipakainya siap mendarat pada wajah Erlan.
Dengan sigap Erlan berlari menjauh dari amukan Dinda, dan jadilah mereka berdua berkejar-kejaran di taman itu melepas rindu yang teramaat dalam, yang tanpa mereka sadari pakaian mereka kotor akibat aksi lempar melempar dan kejar mengejar.
***
"Dirga, dengerin gue dulu, lo kenapa sih kekanak-anak kayak gini!" Alana mendengus melihat Dirga yang memasang earphone pada telinganya, disaat ia membahas tentang Arka.
Beruntung suasana cafe tempat keduanya kini berada dalam keadaan sepi jadi tidak mengapa membuat keributan kecil.
Dengan kesal Alana menarik paksa earphone yang dipakai Dirga. "GUE BILANG DENGERIN GUE!"
Dengan kesal Dirga melihat Alana dengan malas, ia sungguh tak berminat mendengar celotehan cewek itu tentang cowok lain. Marah? Ia capek marah-marah terus setiap Alana membahas cowok selain dirinya, apalagi Alana yang tak kunjung jera akan kemarahannya, dan jadilah ia lebih memilih untuk mengabaikan cewek itu, namun Alana terus memaksa dan memaksa, dan jangan lupakan omelan cewek itu yang semakin berani padanya.
"Dirga, lo itu senyum dong, gue kesannya lagi maksa lo," ujar Alana jengah melihat Dirga dengan wajah datarnya yang seperti tidak memiliki alasan untuk hidup.
"Hmm," Dirga melengkungkan bibirnya ke atas dengan paksa dan membulatkan matanya agar terlihat seperti bersemangat tentang apa yang akan Alananya sampaikan. Alana yang melihatnya pun tersenyum gemas karenanya.
"Dirga, lo baikkan yah sama Arka, masa kakak adik musuhan," Alana berujar dengan lembut menunggu tanggapan dari Dirga yang tak kunjung memberinya tanggapan, cowok itu masih melengkungkan bibirnya dan membulatkan matanya.
"Dirga lo denger gak sih?"
"Tadi katanya suruh senyum, Alana,"
"Yah gak harus gitu terus,"
"Terus lo maunya apa?"
"Gue maunya lo sekarang baikkan sama Arka, gak musuhan lagi, kan kalian adik kakak,"
"Gak!"
"Kok gitu, salahnya Arka coba sampe lo musuhin dia segitunya,"
"Banyak!"
"Yah! Dirga! Lo juga punya banyak salah sama gue! Tapi gue gak sampe musuhin lo segitunya kayak lo musuhin Arka!"
"Oh gitu lo mau musuhin gue gitu?"
"Iya! Sampai lo mau baikkan sama Arka, gue juga gak akan musuhin lo!" Alana bangkit dari duduknya dan ingin melangkah pergi.
Namun, langkahnya terhenti kala Dirga menahan pergelangan tangannya. "Baiklah jika itu mau lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Ice Boy
Teen Fiction[SELESAI] ▪︎Segera direvisi▪︎ Bagi Dirga, Alana adalah miliknya, dan akan tetap menjadi miliknya apapun yang terjadi, sekalipun itu menyakiti Alana. Bagi Alana, Dirga adalah kelemahannya, sekuat apapun Alana menolak Dirga, maka sekuat itu pula ia ha...