SALAH SIAPA?
RASA lapar yang menghinggapi Alana akibat tak sarapan tadi pagi menyebabkan perutnya bersuara, pada situasi yang tidak tepat.
"Lo lapar?" Tanya Dirga yang berusaha menahan tawanya.
"Jangan ketawa!"
"Siapa yang ketawa coba?" Seketika tawa Dirga pecah, melihat ekspresi Alana yang menurutnya sangat menggemaskan.
"Tuh, kan, ketawa, berhenti nggak atau gue mogok ngomong sama lo satu kalender!" Kesal Alana, yang membuat Dirga memberhentikan tawanya dan menatap Alana serius.
Alana yang ditatap serius oleh Dirga, membuatnya menerutuki ucapannya yang mungkin membuat Dirga seketika menatapnya seserius ini.
"Ke-napa?" Alana sudah tak sanggup lagi ditatap begitu lama oleh Dirga, jujur ia merasa gugup.
Mendengar pertanyaan dari Alana dengan suara yang sedikit bergetar, membuat Dirga menyunggingkan senyumnya, Alana yang melihat senyum itu merasa tambah bingung dengan sikap Dirga.
Tanpa berkata apa-apa, Dirga menuntun, lebih tepatnya menarik Alana untuk duduk pada sofa yang berada di ruang tamu, rumah bernuansa hitam putih itu.
"Lo mau makan apa?" Tanya Dirga setelah ia dan Alana duduk.
"Hah?" Alana begitu kaget dengan pertanyaan Dirga, ia kira ia akan di hukum lagi.
"Lo mau makan apa?" Dirga mengulangi pertanyaannya dengan matanya yang fokus menatap benda pipih yang berada di tangannya.
"Banyak boleh?" Sontak Dirga beralih menatap Alana, membuat Alana yang ditatap tiba-tiba salah tingkah.
"Kalau mau sama toko-tokonya juga boleh," jawab Dirga yang membuat senyum Alana merekah.
"Gue mau makan, bubur ayam, gado-gado, nasi goreng, ayam goreng, minumnya air putih aja," ujar Alana menampilkan deretan gigi putihnya pada Dirga yang kini menatapnya tak percaya.
"Itu aja?" Tanya Dirga yang membuat Alana berpikir sejenak.
"Ice cream, juga deh,"
"Dua ya, rasa coklat sama keju," tambah Alana menatap Dirga yang fokus mengetikkan sesuatu pada ponselnya.
"Udah," ujar Dirga mengalihkan pandangan dari ponselnya dan menatap Alana, "bentar lagi pesanan kamu datang,"
"Makasih ya, Ga," ujar Alana dengan senyum yang menghiasi wajahnya, membuat Dirga yang melihatnya merasakan hatinya berdetak tak karuan, hanya karena senyum gadis yang berada di depannya.
"Ngomong-ngomong, lo emang berani mogok ngomong sama gue satu kalender?" Tanya Dirga, yang membuat Alana menerutuki keyakinannya bahwa Dirga telah melupakan ucapannya tadi.
"Berani lah!" ujar Alana penuh keyakinan dan dengan semangat empat lima, biar nggak keliatan takut di depan Dirga, nanti dia bisa ditindas terus sama Dirga, kan nggak adil. Bisa-bisa Dirga melanggar bunyi sila kedua pancasila.
Dirga mendekatkan wajahnya pada Alana, yang kini menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Kalau lo nggak mau ngomong sama gue, gue bakal cium bibir lo," ujar Dirga melihat bibir Alana, dengan jarak yang begitu dekat dengan Alana sehingga Alana bisa merasakan hembusan napas Dirga.
Sadar akan arti ucapan dan tatapan Dirga, sontak membuat Alana mendorong Dirga menjauh darinya dan menutup bibirnya dengan kedua telapak tangannya.
"Masih berani?" Tanya Dirga yang membuat Alana menggeleng keras bahkan ia menggelekan kepalanya cukup lama dengan kedua tangannya yang masih menutupi bibirnya.
"Lo nggak capek geleng-geleng terus?" Tanya Dirga yang melihat Alana masih menggelengkan kepalanya, bahkan setelah ia melontarkan pertanyaannya, Alana masih menggelengkan kepalanya.
"Alana, nanti kepala lo putus!" Sontak Alana berhenti menggelengkan kepalanya dan memegangi kepalanya, memastikan kepalanya masih terhubung dengan tubuhnya.
"Dirga bohong, kepala gue nggak putus kok," ujar Alana polos.
"Gue tadi bilang 'nanti' bukan 'udah', lagian takut amat bibirnya dicium," ujar Dirga enteng yang membuat Alana yang mendengarnya membulatkan matanya sempurna, bahkan lebih bulat dari pada tahu bulat yang di jual dadakan.
"Eh eh, itu mata lo mau keluar," ujar Dirga yang membuat Alana semakin membulatkan matanya.
"Ih, Dirga dasar omes! Jelaslah takut, emang lo kira bibir gue apaan main cium-cium! Kalau mau cium, pergi sana cium bibirnya penyihir yang ngasih apel ke putri tidur, kali aja tuh penyihir langsung tobat!" Kesal Alana, bisa-bisanya Dirga mengucapkan kalimat yang agak tabu itu padanya.
"Kalau gue maunya cium lo?" Dirga mendekatkan wajahnya pada Alana, membuat Alana langsung beranjak dari sofa tempat ia duduk bersama Dirga dan berlari menjauh dari Dirga.
"Awas, jangan dekat-dekat, atau gue lemparin pake..." Alana berpikir sejenak, sebelum akhirnya ia mengambil vas bunga yang berada di atas meja di samping tempat ia berdiri sekarang, "gue lempar pake vas ini," ujarnya yang kini sudah siap siaga dengan vas bunga yang berada di tangannya, yang sewaktu-waktu siap melayang jika saja Dirga berani mendekat.
"Hahahaha," seketika tawa Dirga pecah, "Alana, gue bercanda kali, gue nggak mungkin ngelakuin itu sama kamu,"
"Yakin?" Tanya Alana was-was.
"Iya, lo gak perca-" kalimat Dirga terpotong karena
ponselnya yang bergetar. Dengan segera ia membuka ponselnya."Alana, gue ke depan dulu yah, ambil makanan lo," tanpa menunggu jawaban Alana, Dirga melangkah keluar rumah.
Melihat Dirga yang melangkah keluar rumah, membuat Alana menyimpan vas bunga yang berada di tangannya pada meja yang berada di sampingnya, dan mengelus dadanya lega.
Merasakan ponselnya yang berada di saku roknya bergetar, membuat Alana dengan segera mengelurkan hp-nya.
Melihat siapa yang menelponya membuat Alana dengan segera mendial tombol hijau pada ponselnya.
"Iya, halo, ada apa?"
"..."
"Gue lagi di-" ucapan Alana terputus, saat Dirga yang entah sejak kapan berada dibelakangnya, dan langsung menarik ponselnya.
Melihat nama yang tertera pada panggilan ponsel milik Alana, membuat Dirga emosi dan tanpa berpikir panjang langsung melempar hp itu ke sisi tembok rumahnya, hingga ponsel Alana hancur, hancur berkeping-keping bagaikan butiran debu.
Melihat ponselnya yang dilempar sampai tak berwujud, jelas membuat siapapun akan marah termasuk Alana, cewek itu langsung menatap Dirga dengan tatapan penuh amarah.
"APA?! LO MAU MARAH?! SEHARUSNYA GUE YANG MARAH?!" Mendengar teriakkan Dirga padanya membuat nyali Alana yang ingin memarahi cowok itu seketika hilang ditelan bumi.
"Eh, nggak kok, siapa yang mau marah, gue cuma mau itu," ujar Alana menunjuk kantong kresek yang berada pada genggaman Dirga, yang bisa dipastikan berisi makanan.
Dalam hati, Alana menerutuki ketidakberdayaannya, seharusnya kan dia yang marah, tapi kenapa malah ia yang dimarahi, ini benar-benar tak adil bagi Alana. Sekarang Dirga mutlak telah melanggar bunyi sila kedua pancasila!
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Ice Boy
Fiksi Remaja[SELESAI] ▪︎Segera direvisi▪︎ Bagi Dirga, Alana adalah miliknya, dan akan tetap menjadi miliknya apapun yang terjadi, sekalipun itu menyakiti Alana. Bagi Alana, Dirga adalah kelemahannya, sekuat apapun Alana menolak Dirga, maka sekuat itu pula ia ha...