MPIB'30

26.2K 1.3K 38
                                    

Oh cincin, tadi gak sengaja kelepas, terus gue lupa buat make lagi, cincinnya ada di kamar kok. Dan soal jam? Mungkin kebetulan aja mirip.

Alana masih memikirkan jawaban yang diberikan Adnan, sungguh ia merasa tak yakin dengan jawaban cowok itu.

"Alana," Adnan melambaikan telapak tangannya di depan wajah Alana, yang berdiri di sisi kirinya dengan tatapan kosong.

"Ya?" Alana mengerjapkan matanya melihat Adnan.

"Lo mau nonton film apa?"

"Terserah kalian, gue ngikut aja," ujar Alana menatap Adnan, Regina, Dinda dan Arka.

Adnan, Arka, Regina, Dinda dan Alana memilih menonton untuk mengisi waktu weekend mereka, dan pilihan mereka jatuh pada film bergenre horor.

Hingga suatu adegan yang mengagetkan muncul dalam film yang mereka nonton, membuat Dinda sedikit tersentak dan refleks tangannya memegang tangan Adnan yang berada disebelah kanannya.

Adnan sontak menoleh, dilihatnya Dinda yang serius menatap lurus ke depan, Adnan mengalihkan pandangannya pada tangan Dinda yang memegang tangannya, dan balas menggenggam tangan Dinda.

***
Alana yang baru saja berpisah dengan Adnan, dikarenakan arah menuju fakultas mereka yang berbeda, tiba-tiba pergelangan tangannya ditarik dengan begitu kasar.


"Aww, tangan gue Dirga!" Alana dengan tubuhnya yang terbilang kurus kini bagaikan ingin remuk menjadi serpihan-serpihan yang menyisahkan tulang-tulangnya yang patah.

"Gak! Gue udah cukup sabar ngadepin lo! Sepertinya lo lebih suka dikasarin!" Dirga menarik paksa Alana dengan mencengkram pergelangan tangan Alana dengan cukup erat, hingga pergelangan tangan Alana berubah warna menjadi keunguan.

"Sakit, Dirga! Mau lo apa sih?!" Alana berujar berusaha menahan rasa sakit yang teramat pada pergelangan tangannya.

Dirga tak menghiraukan perkataan Alana, dan masih menarik cewek itu dengan kasar, mengabaikan berbagai tatapan yang menatap keduanya.

Sesampainya di area parkiran kampus, Dirga dengan kasar mendorong paksa Alana masuk ke dalam mobilnya, mengakibatkan Alana merasakan nyeri pada punggungnya, akibat benturan yang begitu keras.

"Jangan coba-coba kabur!" Ujar Dirga yang baru saja memasuki mobilnya dan menarik tangan Alana yang tengah berusaha membuka pintu mobilnya.

"Dirga, mau lo apa sih?!"

"Seharusnya gue yang nanya mau lo apa?! Lo itu dikasih hati minta jantung! Gue udah cukup sabar 2 tahun ini, dan lo malah ngelunjak! Dan sekarang gue akan buat lo tetap jadi milik gue selamanya!"

***

"Aish, Alana kemana sih?" Adnan bergumam kesal sembari memperhatikan ponselnya yang sedari tadi ia gunakan untuk menelpon nomor Alana yang berada diluar jangkauan.

"Nan, lo gak ditanya gitu sama Alana dia mau kemana?" Tanya Regina yang sedari tadi mondar mandir, memikirkan kemana perginya Alana, yang hingga sekarang jam menunjukkan jam 12 malam, cewek itu belum juga memperlihatkan batang hidungnya.

"Gak," ujar Adnan frustasi.

"Alana kemana sih, gue yakin dia itu gak mungkin punya janji sama yang selain kita berempat," gumam Dinda yang juga sedari tadi mondar mandir. "ARKA LO COBA HUBUNGIN KAKAK LO, DIRGA!" lanjut Dinda yang meninggikan nada suaranya, membuat ketiga orang yang tengah cemas dan pusing itu terlonjak kaget, terutama Arka, yang namanya disebut. Beruntung di rumah Adnan hanya ada keempatnya.

"Yah! Dinda! Lo gak usah teriak-teriak juga kali! Kalau Gue jantungan lo mau tanggung jahat apa?!" Protes Arka.

"Udah, lo gak usah kebanyakan bacot! Lo coba hubungi Dirga! Gue rasa dia penyebab Alana hilang!" Ujar Dinda tak sabaran membuat Arka berdecak.

Arka-pun mencoba menghubungi nomor Dirga yang ternyata berada diluar jangkauan sama seperti nomor Alana.

***

"Hiks...hiks...hiks lo tega sama gue, Ga!" Ujar Alana pilu dengan matanya kini yang berlinang air mata.

"Lo yang maksa gue ngelakuin ini Alana!"

Alana menatap Dirga dengan tatapan yang teramat tersakiti, "kenapa gak sekalian aja lo bunuh gue, Dirga," dengan suaranya yang masih bergetar Alana meluapkan apa yang ia rasakan saat ini, marah dan juga merasakan hal yang begitu perih.

"Alana, dengan begini, lo akan tetap jadi milik gue, dan juga, lo gak akan bisa nolak gue lagi," ujar Dirga dengan tidak merasa bersalah pada Alana, yang kini matanya sudah sangat sembab dan bengkak.

"Lo tega sama gue Dirga! Lo udah ngambil kehormatan gue, gue udah gak suci lagi, gue kotor. Kenapa Dirga? Kenapa lo gak bunuh gue, lo jahat Dirga. Kenapa? Kenapa lo lakuin ini?! Gue rela mati dibunuh daripada gue harus kehilangan kehormatan gue. Lo jahat Dirga! Lo gak punya hati! Gue benci sama lo! Lo udah hancurin gue, lo udah rusak hidup gue!" Kembali Alana menangis pilu, ditambah ingatannya berputar tentang bagaimana Dirga dengan tidak beperasaannya mengambil paksa kesuciannya, membuat tangisan Alana makin menjadi-jadi.

"Dan dengan lo yang sekarang, gak akan ada lagi yang mau sama lo Alana, dan dengan begitu lo akan tetap jadi milik gue!"

Plak.

"Lo benar-benar iblis, Dirga!"

"Dan, lo yang ngebuat gue jadi iblis, Alana!"

My Possessive Ice BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang