Bab 1

32.6K 1.7K 87
                                    

Bayu Prayoga, saat ini usianya dua puluh tahun dia bekerja sebagai supir pribadi di tempat pasangan suami istri kaya yang baik pada para pegawainya. Sudah dua tahun ini ia mengabdi pada kedua pasangan itu, majikannya baik membuat Bayu betah bekerja disitu ditambah dengan gajinya yang cukup tinggi.

Tuannya Pram seorang pengusaha batu bara yang sangat sukses, sementara Najma nyonya nya bekerja sebagai Guru disalah satu sekolah swasta ternama. Selain itu Najma juga punya bisnis yang ia kelola bersama sahabatnya.

Najma bisa dikatakan, mendekati kata sempurna sebagai seorang wanita. Dia cantik, memiliki pendidikan yang bagus. Najma juga merupakan putri tunggal dari pengusaha kaya raya membuatnya banyak dikenal oleh kalangan sosialita. Pram sendiri, pria itu memiliki paras yang rupawan. Najma dan Pram merupakan pasangan serasi.

Pasangan itu memiliki segalanya dalam harta benda, namun sayang sepuluh tahun menikah keduanya belum juga memiliki anak. Jadinya rumah megah bak istana itu tak pernah terlihat memiliki warna, segalanya pucat. Bayu sering kali memperhatikan wajah murung Najma, serta wajah kusut Pram yang selalu tidak enak dipandang.

Pasangan itu dari luarnya memang terlihat baik-baik saja, namun Bayu melihat kalau Pram selalu bersikap dingin dan tidak peduli pada Najma. Bahkan saat Najma sakit pria itu lebih memilih pergi mengurus bisnisnya yang ada di Kalimantan, ketimbang merawat istrinya yang kala itu terserang demam berdarah.

Mungkin bagi Pram uang adalah segala daripada keluarga, dan mungkin karena itu juga majikannya itu sampai sekarang memilih untuk tidak memiliki anak, pikir Bayu. Sering kali ia merasa kasihan dengan Najma.

Bagi Bayu Najma adalah wanita yang sangat malang, walau hidup wanita itu dilimpahi harta namun di wajahnya tak pernah sama sekali menggambarkan bahagia. Senyumnya terlihat palsu, sering kali Bayu memergoki Najma terlihat melamun mungkin saja wanita itu kesepian karena seringnya ditinggal oleh suaminya.

*****


Najma menatap langit malam dengan hampa dari jendela kamarnya yang sengaja dibiarkan terbuka. Dinginnya angin malam tak membuatnya terpengaruh sama sekali. Malam ini ia sendiri tanpa ditemani pria yang ia cintai, bagi Pram bisnisnya adalah yang utama, Ibunya yang kedua lalu Najma yang terakhir.

Kali ini Pram tidak ada di rumah bukan karena bisnisnya, melainkan pria itu menginap di rumah Ibunya dan tidak mengajak Najma ikut serta. Hubungan Najma dengan mertuanya memang sudah lama merenggang. Mertuanya yang dulu memuji-mujinya kini berbalik memusuhinya.

Dengan renggangnya hubungan itu membuat Pram juga menjaga jarak dengannya. Pram sering kasar dan membentaknya. Pram sering meninggalkannya tanpa mengucapkan apa pun. Hati Najma perlahan membeku, sering kali ditinggal pergi membuat Najma sudah tidak lagi merasakan seperti apa itu rindu.

Sebulan ditinggal Pram tanpa kabar pun bagi Najma adalah hal yang biasa, ia tidak merasa sedih atau apa pun. Pram yang acuh, tak terlalu masalah bagi Najma yang terpenting pria itu tetap setia dengannya. Najma begitu mencintai suaminya, sehingga ia tidak mampu untuk mengucapkan kata pisah. Jadi Najma memilih bertahan dalam segala rasa sakitnya, demi bisa bersama pria yang dicintainya.

"Andai aku memiliki anak tentu hidupku tidak akan kesepian seperti ini," batin Najma menjerit, tanpa terasa bulir air mata menetes membasahi pipi putihnya. Najma mengusap air matanya sebelum jatuh semakin banyak, ia tidak ingin terlalu meratapi kesedihannya.

Bagi Najma cukup ia simpan sendiri segala kesedihan dan sakit hatinya atas apa yang menimpanya kini. Ini resiko yang harus ia tanggung karena tetap memilih bertahan di sisi Pram. Cintanya pada pria itu telah membutakannya.

*****

Pram yang kini menginap di rumah Ibunya tidak bisa tidur, mengingat pembicaraan ia dan Ibunya tadi. Ibunya meminta ia untuk menikah lagi agar ia bisa memiliki keturunan yang artinya ia akan menduakan Najma dan menyakiti wanita itu.

Pram bukannya tidak mencintai Najma, ia mencintai wanita itu. Hanya saja karena ia terlalu menghormati Ibunya. Pram tidak bisa membantah sedikit pun apa yang Ibunya katakan. Termasuk saat Ibunya meminta agar ia menjaga jarak dengan Najma, sehingga selama beberapa tahun ini pernikahannya terasa hambar.

Bukannya Pram menutup mata melihat kesedihan Najma, ia pun merasakan sakit yang sama. Pram tidak mau dianggap menjadi anak durhaka karena tidak menuruti Ibunya, walaupun karena sikapnya itu ia telah dengan sengaja menggoreskan luka di hati Najma.

Pram juga sering kali merasa sedih saat meninggalkan Najma sendiri dalam jangka waktu yang lama, sungguh ia benar-benar merindukan kehidupan pernikahan mereka yang dulu.

Dan kini Ibunya meminta ia untuk menikah lagi, haruskah ia menurutinya juga? Sudah banyak luka dan kesedihan yang ia berikan untuk Najma. Haruskah ia menambahnya lagi karena menuruti perintah Ibunya? namun apa daya, Pram tak kuasa untuk membantah perkataan Ibunya.

Najma istrinya yang malang, wanita yang ia cintai. Kini kembali ia tambahkan luka di hati istrinya walau itu bukan kehendaknya, dengan pernikahan keduanya yang mungkin akan terjadi dalam waktu dekat sesuai kehendak Ibunya.

"Maafkan aku Najma. Aku tidak bisa memenuhi janjiku dulu untuk membuatmu bahagia dan menjadikanmu wanita satu-satunya dihidupku." Batin Pram menjerit, tanpa sadar air mata menggenangi pelupuk matanya. Hingga kini penglihatannya mulai kabur dadanya terasa sesak, menerima kenyataan hidup ini.







Istri Titipan (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang