Bab 10

22.3K 1.3K 27
                                    

Najma menatap rumah orang tuanya dari dalam mobil, ia merindukan mereka. Tapi ia takut untuk menyapa atau sekedar bertatap muka, orang tuanya marah atas pilihannya kali ini. Bagaimana nanti ia menjelaskan tentang kehamilannya yang sebentar lagi akan terjadi, orang tuanya sudah mengetahui kondisi Pram. Andai ia tidak menuruti permintaan Pram hingga menambah masalahnya menjadi semakin rumit.

Najma memijit pelipisnya, haruskah ia mengakhiri kegilaan ini sebelum semuanya terlambat? Tak mengapa jika ia tidak memiliki anak. Najma merasa berdosa telah mengecewakan orang tuanya.

"Berapa lama lagi kita harus disini?"  Suara Bayu mengagetkan Najma yang tengah melamun, ia melirik sekilas ke arah Bayu yang berada disebelah-Nya.

"Kita pulang," sahut Najma dingin.

"Jika aku boleh tau, kenapa selama beberapa bulan ini kamu tidak pernah lagi menginap di rumah orang tuamu?" Najma menyorot Bayu dengan tajam, ia kesal dengan Bayu yang terlalu ingin tahu tentang masalahnya.

"Tidak usah bertanya. Sebaiknya kamu jalankan mobilnya. Aku ingin segera istirahat." Bayu menghela napas melihat Najma yang bersikap ketus padanya. Dalam perjalanan pulang mereka tidak saling bicara. Bayu hanya diam sesekali melirik Najma yang sepertinya mulai mengantuk.

Ketika mereka sampai di rumah wanita itu sudah tertidur dengan nyenyak. Bayu membangunkan Najma seperti biasa karena ini bukan untuk pertama kalinya Najma tertidur di mobil, tapi tidak ada tanda-tanda kalau wanita itu akan segera bangun dari tidur nyenyaknya.

Bayu akhirnya memilih untuk memperhatikan wajah wanita itu, ia berpikir kenapa Pram bisa begitu mencintai Najma sedangkan tidak ada yang spesial dari wanita ini selain dari kecantikan yang dimilikinya. Dan Bayu bukan tipe laki-laki yang mencintai seorang wanita hanya karena fisiknya. Bayu lebih suka dengan gadis desa yang tidak tahu berdandan dan memiliki sifat lemah lembut.

"Najma, bangun." Ia kembali mencoba membangunkan wanita itu, usahanya berhasil mata wanita itu perlahan terbuka.

"Kita sudah sampai," ujar Bayu. Najma mengangguk kesadarannya belum sepenuhnya terkumpul. Bayu keluar lebih dulu untuk membukakan pintu mobil untuk wanita itu.

"Bayu bisa kamu keluar lagi untuk membelikan obat sakit kepala," kata Najma.

"Kamu sakit?" Bayu menatap Najma dengan khawatir, ia meletakan punggung tangannya di dahi wanita itu terasa hangat saat kulitnya bersentuhan.

"Aku merasa sedikit pusing."

"Sebaiknya kamu langsung istirahat, aku akan keluar membeli obatnya," kata Bayu. Najma mengangguk ia menatap kekhawatiran yang terpancar di mata Bayu. Padahal selama ini Bayu dikenal sebagai orang yang cuek.

*****

Pram menikmati secangkir kopi di sebuah cafe, di luar sedang hujan. Ia yang kebetulan duduk di samping jendela menatap rintik hujan yang berjatuhan ke tanah. Ingatannya melayang pada kejadian belasan tahun silam.

Pram yang waktu itu memakai seragam putih abu-abu terus mengumpat kesal dengan turunnya hujan sementara Ibunya belum datang juga menjemputnya. Ia berteduh di halte sekolah. Pram benar-benar benci dengan hujan. Hingga tatapannya tertuju pada seorang gadis memakai seragam yang sama seperti dirinya.

Gadis itu mengulurkan tangannya, tersenyum tipis saat tetesan air hujan mengenai telapak tangannya. Matanya terlihat bersinar, ia terlihat begitu mengagumi setiap tetesan air hujan yang jatuh.

Istri Titipan (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang