Pram akhirnya membawa Najma ke tempat pengasingan setelah wanita itu ngotot ingin pergi meninggalkannya. Sebuah Villa yang tempatnya sangat asing bagi Najma. Pram membuat pengawasan ketat, tidak ada celah bagi Najma untuk kabur.
Najma pun tidak dapat berkutik. Bisa saja Pram kalap lalu membunuhnya, jadi tidak ada pilihan lain bagi Najma selain menikmati terkurung di Villa mewah yang entah sejak kapan Pram membelinya.
Najma memutar bola matanya kesal melihat kehadiran Pram, pria itu membawa makanan untuknya. Aroma masakan itu begitu menggoda, tapi saat ini Najma sedang tidak nafsu makan. Perutnya sedang sakit, Najma berpikir sebentar lagi pasti ia akan kedatangan tamu bulanannya. Terlebih tadi pagi keluar sedikit flek dari organ intimnya.
"Makanlah, biar aku suapi." Najma menolak makanan yang ingin disuapkan Pram ke mulutnya.
"Aku tidak nafsu makan," sahut Najma, suaranya terdengar serak karena di samping perutnya sakit Najma juga merasa badannya panas. Sepertinya ia demam.
"Tetap harus makan, nanti kamu sakit." Najma menepis kasar sendok berisi makanan yang disodorkan Pram ke mulutnya hingga terlempar. Pembuatannya itu membuat Pram murka karena merasa Najma tidak menghargai masakan yang sudah dibuatnya.
"Apa-apaan kamu ini!" tatapan penuh cinta yang biasanya selalu terpancar saat Pram menatap Najma hilang ketika emosi pria itu sedang memuncak.
"Aku tidak nafsu makan. Lagi pula aku sekarang sedang tidak enak badan. Aku ingin istirahat tanpa diganggu." Najma berkata terus terang, namun Pram yang sedang diselimuti emosi tidak bisa menerima alasan yang diberikan Najma
"Silah 'kan tidur sepuasnya. Aku tidak akan memberikanmu makanan lagi," desis Pram, dengan menahan emosi ia meninggalkan Najma.
Najma tidak terlalu mempedulikan kemarahan Pram, ia hanya fokus pada sakit yang ada di tubuhnya. Najma meringis saat rasa nyeri yang ada di perutnya semakin menjadi. Saat ini pun Najma merasa ada sesuatu yang mendesak ingin keluar dari lambungnya.
Najma segera berlari ke kamar mandi menuju wastafel, ia berusaha memuntahkan isi perutnya, karena lambungnya dalam keadaan kosong yang keluar hanya cairan yang terasa pahit di lidah. Najma merasa ia akan mati, muntah begitu membuatnya tersiksa.
Setelah tidak kuat lagi terus muntah Najma terduduk di lantai kamar mandi yang dingin, nyeri di perutnya kian menjadi. Najma meremas perutnya berharap mampu mengurangi rasa sakitnya.
"A-apa... Ini?" mata Najma terbelalak saat melihat cairan berwarna merah mengalir disela-sela pahanya. Najma merasa pandangannya berputar, kepalanya pusing. Rasa sakit yang menyerang tubuhnya membuat Najma perlahan-lahan kehilangan kesadarannya.
*****
Pram merasa akhir-akhir ini ia banyak emosi. Sejujurnya saat memarahi dan membentak Najma dengan kasar Pram akan merasa menyesal setelahnya. Bagaimana pun Najma wanita yang dicintainya. Setiap kali melihat wanita itu menangis Pram akan merasa sakit, meski ia sadar dirinyalah penyebab wanita itu mengeluarkan air matanya.
Pram dihantui oleh wajah pucat Najma tadi, apa Najma sakit? Pram pun memutuskan untuk kembali menemui Najma, ia membuka pintu kamar Najma. Tidak didapatinya wanita itu di tempat tidurnya. Pram melihat pintu kamar mandi terbuka.
Yakin Najma berada di dalam sana, Pram memasuki kamar mandi. Matanya terbelalak melihat Najma tergolek tak berdaya di lantai kamar mandi yang dingin.
"Ya tuhan Najma!" Pram semakin dibuat panik melihat adanya darah yang mengalir disela-sela paha Najma. Pram merasa napasnya tercekat, ia hampir mati karena dilanda rasa panik.
*****
Pram mengusap wajah pucat wanita yang di cintainya. Sudah dua hari Najma tidak sadarkan diri karena pendarahan yang dialaminya. Pram mengecup punggung tangan Najma, pandangannya tak pernah lepas dari wanita itu.
"Kapan kamu akan sadar? aku rindu melihat senyummu." Pram menyesal tidak memperhatikan keadaan Najma.
"Aku mohon sadarlah karena sebentar lagi kita akan menimang bayi. Aku berharap dia seorang anak perempuan dan wajahnya mirip dengan kamu." Dua hari yang lalu Pram begitu bahagia saat mengetahui Najma hamil walau itu bukan anak kandungnya. Tapi tak apa, selagi anak itu memiliki ikatan darah dengan Najma ia akan menyayanginya dan selalu menganggap kalau calon bayi itu juga darah dagingnya.
"Sepertinya kamu masih lama baru membuka matamu. Aku keluar sebentar, ada urusan yang inginku selesaikan." Pram membungkuk untuk mengecup kening wanitanya.
Pram ingin menemui Bayu, ia ingin menyelesaikan urusannya dengan pemuda itu. Ia akan memberikan bayaran yang kemarin ia janjikan. Menyuruh Bayu pergi dan jangan lagi menampakkan wajahnya, lalu kemudian ia akan kembali melanjutkan pernikahannya dan Najma.
Ia kini telah bertatap muka dengan pemuda itu, tanpa basa-basi menyerahkan selembar cek yang ia sudah tertulis dengan nominal yang sangat fantastis. Bayu mengernyit menerima cek yang diberikan Pram. Mungkinkah ia telah berhasil menghamili si cantik Najma?
"Pergilah sejauh mungkin. Jangan pernah kamu tampakkan wajahmu di depan kami lagi." Bayu menarik napas kemudian menghembuskannya secara perlahan untuk mengontrol emosinya.
"Bolehkan saya menemui Najma?"
Wajah Pram berubah geram, "untuk apa kamu ingin menemuinya?"
"Mengucapkan salam perpisahan pada Najma dan calon bayinya sebelum akhirnya saya benar-benar menjauh dari mereka."
"Tidak. Lagi pula Najma juga tidak mau menemuimu. Jadi pergilah, lupakan apa yang pernah terjadi di antara kalian. Aku dan Najma akan menata pernikahan kami kembali dan kamu mulailah kehidupanmu yang baru," ujar Pram. Bayu tidak lagi bicara. Bayu hanya memikirkan suatu saat nanti ia akan tetap menemui anak kandungnya apa pun risikonya. Seumur hidup ia tidak akan melupakan anak itu.
Meski nanti Bayu menikah dengan perempuan lain dan memiliki anak bersama perempuan itu, tapi anaknya dan Najma tetap tidak akan pernah ia lupakan.
*****
Ketika Pram sudah kembali di rumah sakit dimana Najma dirawat, wanita itu rupanya sudah sadar. Mata wanita itu menatap hampa langit-langit kamarnya. Pram menghampiri Najma.
"Syukurlah kamu sudah sadar." Pram mengecup kening Najma, ia lega mendapati wanita itu sudah sadarkan diri.
"Apa yang kamu rasakan?" Najma menggeleng, yang ia rasakan saat ini tubuhnya lemas.
"Sayang, kamu sudah hamil." Najma menatap Pram mencari kebohongan dari ucapannya. Pria itu mengusap perutnya. Najma menelan ludah, benarkah apa yang dikatakan Pram?,
"Usianya sudah satu bulan," ucap Pram lagi. Najma tiba-tiba ditampar dengan ingatan dimana ia mengalami pendarahan. Pram menyadari kepanikan Najma.
"Dia baik-baik saja, kata Dokter kamu banyak pikiran dan terlalu stres." Najma menghela napas lega. Tangannya bergerak mengusap perutnya yang masih rata.
"Aku akan menjaga kalian dengan baik, sampai kamu sudah melahirkan nanti. Aku tidak akan biarkan kamu stres atau pun kelelahan." Najma tidak meyakini ucapan Pram. Pria itu memang tidak pernah membiarkannya kelelahan karena saat di rumah tidak ada pekerjaan berat pun yang ia lakukan.
Tapi perlakuan pria itu sering kali membuatnya stres. Sungguh ia lelah dengan semua ini. Najma memejamkan matanya tanpa menghiraukan keberadaan Pram, ia butuh istirahat sebelum menghadapi kemungkinan pahit yang mungkin akan terjadi pada keesokan harinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Titipan (New Version)
RomanceBayu tidak pernah menyangka jika Pram tuannya meminta dia untuk menikahi istri pria itu, Pram menginginkan Bayu menghamili Najma istri kesayangannya. Disitu harga diri Bayu benar-benar terhina, namun ia tidak punya pilihan ketika Pram mengancamnya...