Bab 25

13.7K 1.1K 44
                                    

Setelah menjemput Najma dari tempat pengasingannya, Pram lebih banyak menghabiskan waktu di rumah ketimbang pergi bekerja ke kantornya. Hal yang sebenarnya hampir tidak pernah ia lakukan karena dirinya tipe pria yang lebih mementingkan pekerjaan dari pada keluarga.

Pram yang sedang mengecek laporan keuangan perusahaannya sesekali melirik Najma. Wanita itu baru tidur beberapa menit lalu setelah sebelumnya mual-mual. Jika tau hamil hanya akan menyusahkan Najma dan membuat wanita itu tersiksa, maka Pram tidak akan pernah meminta wanita itu untuk hamil.

"Shit!" Pram mengumpat saat pintu kamarnya di ketuk. Konsentrasinya seketika pecah.

"Maaf Pak mengganggu, tapi di bawah ada nyonya Endah," ucap pelayan di rumahnya setelah Pram membukakan pintu.

"Layani Ibuku dengan baik. Aku akan segera menemuinya," kata Pram.

"Baik Pak," ucap pelayan itu. Pram lebih dulu merapikan beberapa berkas yang berserakan di atas sofa. Pram mendekati tempat tidur, ia mengelus pelan perut Najma yang terlihat membuncit tak lupa mencium pipi wanita itu.

Pram yakin kehadiran Ibunya pasti akan membuat masalah. Benar saja ketika ia turun menemui wanita itu. Ibunya tengah membentak pelayan karena membuat teh terlalu manis.

"Ibu." Pram menyapa Endah dengan malas, wanita rubah itu langsung memasang senyum manis saat melihat Pram.

"Pram duduk disini nak. Kamu apa kabar?" Endah berusaha menghilangkan rasa marah yang sempat menghinggapinya, demi bisa terlihat baik di depan Pram.

"Aku kurang baik," sahut Pram duduk di dekat Ibunya. Endah sempat mengernyit heran melihat wajah Pram yang nampak lesu. Tapi segera ditepisnya rasa simpatinya itu, ada hal yang lebih penting selain menanyakan apa penyebab Pram seperti itu.

"Jadi, sebenarnya Ibu kesini ingin membahas hubunganmu dengan Adila. Dia mengadu pada Ibu kalau kamu tidak mau lagi bertemu dengannya, kamu juga membentak Adila sewaktu menemuimu ke kantor," kata Endah tanpa basa-basi lagi.

"Ibu jangan memaksa aku berhubungan dengan gadis itu. Aku tidak menyukainya Bu. Aku hanya mencintai Najma, sampai kapan pun hanya Najma yang akan jadi istriku," ucap Pram tegas, ia muak dengan Adila yang terus-terusan mengejarnya tanpa tahu malu.

"Najma sudah mulai tua. Lebih baik kamu sama Adila dia masih muda. Lagi pula Najma sekarang tinggal bersama orang tuanya bukan, sudahlah ceraikan saja langsung," kata Endah. Wanita tua itu belum tahu kebenaran kalau Pram dan Najma sudah lama bercerai.

"Ibu lupa kalau aku juga sudah mulai tua, bahkan usiaku lebih tua dari Najma. Ibu ingat kalau dulunya aku anak berandal yang suka membuat masalah, tapi saat aku mengenal Najma aku memutuskan untuk berubah karena aku memiliki tujuan untuk membuat dia bahagia bila bersamaku. Najma hidupku Bu, sekarang dia sudah tinggal bersamaku kembali."

Endah benar-benar geram mendengar ucapan Pram, ia semakin benci dengan Najma. "Wanita itu sudah berada disini! dimana dia? Ibu ingin menemuinya!"

"Jangan Bu. Najma sedang sakit. Aku mohon Ibu jangan kasar lagi dengannya, tidak bisakah Ibu kembali menyayangi Najma seperti dulu?" Endah mendengus. Dulu ia memang sayang dengan Najma karena wanita itu mengingatkan ia pada anak perempuannya yang sudah meninggal, tapi sekarang ia membenci wanita itu. Pram yang awalnya ia doktrin dengan tidak baik berharap masa depan Pram akan hancur, berantakan saat Pram mengenal Najma.

Istri Titipan (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang