Bab 27

12K 1.1K 73
                                    

Akhir-akhir ini entah kenapa sering terbersit di benak Najma untuk meninggalkan Pram, teringat cerita Seno mengenai kondisi kejiwaan Pram dimasa lalu membuatnya bergidik ngeri.

Tapi bisakah ia berlari pergi meninggalkan pria itu, sedangkan dirinya sudah melangkah terlalu jauh. Hidupnya benar-benar sudah kacau, ia tidak mungkin dengan mudah keluar dari semua ini.

"Setiap hari kerjaanmu melamun terus, seharusnya kamu itu senang karena sebentar lagi kita akan punya anak bukan malah seperti ini." Pram berbicara dengan agak kesal. Kalau dulu Najma sering melamun menurutnya itu wajar karena wanita itu kesepian dan stres memikirkan seorang anak yang tak kunjung hadir di pernikahan mereka.

Tapi sekarang ia lebih perhatian pada Najma, ia memanjakan wanita itu lebih dari sebelumnya. Sebentar lagi bayi yang di kandung Najma juga akan terlahir, seharusnya wanita itu menjalani hari dengan bahagia.

"Ini ada kiriman paket untukmu dari Papa." Najma menerima benda yang diberikan Pram padanya. Mata Najma melebar melihat isi paket itu. Sebuah boneka kucing, ini boneka yang diberikan Bayu waktu itu.

Tapi bagaimana Papanya bisa tahu? Najma lupa kalau Papanya memang selalu mencari tahu tentang dirinya terlebih setelah mengetahui kejadian buruk yang menimpanya.

"Kenapa aku jadi kangen Bayu?" Najma membatin, tanpa sadar ia tersenyum mengingat momen manis yang pernah terjadi di antara mereka. Bisakah momen itu terulang kembali? dimana Bayu sering terlihat kikuk dan salah tingkah jika ia menggodanya.

Najma tersadar saat merasakan ada yang mengelus rambutnya. "Ada hal penting yang ingin aku bicarakan denganmu." Pram menatap Najma dengan mimik wajah serius. Najma mulai merasa tidak nyaman, pasti yang ingin disampaikan Pram bukan berita bagus.

"Ibu ingin tinggal bersama kita." Najma memejamkan matanya sebentar. Endah ingin tinggal bersama mereka. Ia sekarang sedang hamil, jika wanita jahat itu tinggal bersama mereka Najma yakin ia tidak akan bisa menjalani harinya dengan tenang.

"Aku sekarang sedang hamil. Aku yakin meskipun kamu mengakui bayi yang aku kandung ini anakmu Ibumu tidak akan mempercayainya dengan mudah. Terlebih kamu tahu sendiri bagaimana perlakuan Ibumu padaku selama ini." Pram terlihat menahan napasnya sesaat setelah mendengar setiap kata yang terucap dari bibir Najma.

"Aku akan menjagamu dan calon bayi kita. Aku juga akan berusaha meyakinkan Ibu kalau bayi yang kamu kandung itu anakku."

"Semudah itu kamu bicara? Aku tidak mau Ibu tinggal bersama kita. Ingat! rumah ini Papaku yang memberikan sebagai hadiah dari pernikahan kita dulu. Jadi secara otomatis rumah ini milikku, kamu tidak bisa membawa orang lain tinggal disini tanpa seizinku. Dan kamu juga harus ingat kalau kamu tidak akan menjadi sesukses sekarang jika bukan karena bantuan dari Papaku!" Entah dari mana Najma mendapat keberanian hingga bisa berbicara seperti itu. Pram sendiri sampai tidak percaya selama ini Najma tidak pernah sama sekali mengungkit semua itu.

"Tapi awalnya aku membangun perusahaanku dengan kerja kerasku sendiri, hingga Papamu menawarkan bantuan modal untuk kemajuan perusahaanku." Najma berdecih mendengar ucapan Pram yang seolah tak terima dengan apa yang ia katakan sebelumnya.

"Iya memang awalnya kamu membangun perusahaanmu dengan kerja kerasmu sendiri, tapi kamu harus ingat kembali, perusahaanmu waktu itu hampir bangkrut. Jika bukan karena aku berstatus sebagai istrimu Papa tidak akan memberikan bantuan modal kepadamu, jika kamu tetap menginginkan Ibumu tinggal bersama kita aku akan pulang ke rumah orang tuaku. Lebih baik kita pisah!" Ucap Najma dengan napas memburu.

"Apa maksudmu bicara seperti itu?" Emosi Pram mulai terpancing saat Najma mengucapkan kata perpisahan.

"Kamu bicara apa maksudku! Jika aku bertanya balik, sekarang status kita apa? Aku sudah bukan lagi istrimu, jadi aku bebas meninggalkanmu kapan pun aku mau!" Ucapan Najma bagai petir yang menyambar disiang bolong.

Pram terlihat berusaha sekuat mungkin menahan emosinya. Jika ia memilih menuruti nafsunya saat ini, maka Pram akan mencekik Najma sampai mati sebelum wanita itu pergi meninggalkannya atau wanita itu mengatakan sudah tidak lagi mencintainya.

*****

Bayu sekarang sedang menghadap Ayahnya untuk disidang, bukan disidang sih sebenarnya. Ayahnya hanya bertanya tentang kepastian Bayu menikahi kekasihnya, pasalnya Ayah Bayu berteman baik dengan orang tua Elsa. Bayu yang sudah bimbang tentu saja tidak bisa memberi jawaban pasti, malah ia ingin memutuskan pacarnya.

"Kenapa Bayu? Apa kamu menyukai perempuan lain?" Tanya Wardi Ayahnya Bayu. Bayu menunduk ia tidak berani menatap wajah Ayahnya.

"Jawab Bayu jangan jadi laki-laki yang tak punya pendirian." Bayu beberapa kali menghembuskan napasnya seolah sedang mengumpulkan keberaniannya.

"Maaf Pak. Memang benar kalau aku menyukai perempuan lain." Bayu menunggu reaksi yang diberikan Ayahnya.

"Lalu." Wardi menatap Bayu dengan tajam.

"Aku menikahinya...."

Belum sempat Bayu menyelesaikan ucapannya, ia sudah mendapatkan tamparan di pipinya Bapaknya memang memiliki watak yang keras. Bayu mencoba mengingat kapan terakhir kali ia ditampar Bapaknya, waktu itu saat ia memutuskan untuk berhenti sekolah.

"Bapak tidak setuju kamu menikahi perempuan lain selain Elsa, sebaiknya kamu pisah dengannya." Bayu tersenyum kecut, ia menyentuh sudut bibirnya yang terasa perih.

"Tanpa Bapak minta pun, kami juga akan berpisah," kata Bayu, hatinya miris memikirkan semuanya.

"Bagus kalau begitu, Bapak jadi tidak perlu melihat wajahnya."

"Tapi Bapak akan punya cucu darinya," ucapan Bayu membuat Wardi terkejut, jika saja dirinya memiliki riwayat penyakit jantung mungkin ia akan mati mendadak.

*****

Setelah mereka bertengkar tadi, Pram pergi meninggalkan Najma. Pram pergi ke suatu tempat untuk menenangkan diri, sebuah gedung tua yang sudah tak terurus dari dulu ia sering pergi kesini jika ada masalah.

Perasaan yang dimiliki Najma terhadapnya sudah berubah, ia dan wanita itu sudah sepuluh tahun terikat dalam pernikahan. Pram menginginkan sepuluh tahun itu terus berlanjut menjadi sepuluh tahun kedua, ketiga dan seterusnya. 

Pram menatap tato di lengannya, bukan sebuah tato yang aneh. Tato itu bertuliskan nama Najma, keinginan Pram sebenarnya simpel ia ingin menjalani hidupnya dengan Najma selalu berada disisinya. Mereka hidup saling mencintai, layaknya pasangan berbahagia lainnya.

Tapi masalah selalu saja hadir, apa lagi dari Ibunya. Wanita yang sudah membesarkannya itu hampir tak pernah membuat hubungan cintanya tenang, terlebih emosinya yang tidak stabil sehingga ia mudah sekali terpancing.

Haruskah ia menjauhi Ibunya lagi pula Endah bukanlah Ibu kandungnya, tapi apakah keputusannya itu sudah benar sedangkan dirinya tidak akan mungkin tumbuh besar jika bukan wanita itu yang merawatnya.







Istri Titipan (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang