Hari berganti begitu saja tanpa meninggalkan kesan yang berarti. Seiring dengan waktu berjalan Pram pun mulai merasakan adanya kasih sayang yang tumbuh di hatinya untuk bayi yang kini dikandung Najma.
Wanita itu kini tengah berdiri di depan dinding kaca, menatap lalu lalang kendaraan yang terlihat kecil dari lantai 30 gedung perkantoran Pram. Hari ini Pram sengaja membawa Najma ke kantornya, ia khawatir saat meninggalkan wanita itu sendirian tiba-tiba Ibunya datang dan berbuat hal buruk pada Najma.
"Akhir-akhir ini kulihat kamu sering melamun," kata Pram.
"Aku tidak melamun, aku hanya sedang berpikir bagaimana caranya meninggalkanmu," ucap Najma tanpa menoleh ke arah Pram. Rahang pria itu langsung mengeras, ia marah dengan ucapan Najma barusan. Pram mencengkeram bahu wanita itu dengan erat.
"Aku hanya bercanda kamu terlalu sensitif." Najma dengan santai melepaskan tangan Pram yang mencengkeram bahunya. Senyum tipis ia berikan pada pria itu, namun di mata Pram senyum Najma lebih mirip seperti seringaian.
"Jika aku melompat dari sini apakah aku masih hidup? lantai 30 itu sangat tinggi, kurasa aku akan langsung mati tanpa merasa kesakitan saat melompat dari sini." Pram menatap Najma dengan horor. Wanita itu tersenyum miring dengan tatapan kosong.
Pram langsung menarik Najma membawanya menjauh dari tempat itu. Pram bisa mati mendadak melihat wanita yang dicintai tiba-tiba melompat bunuh diri.
"Jangan menakutiku dengan berbicara seperti itu," ucap Pram sambil memeluk Najma yang tak memberi respon apa pun. Pram panik, teringat dengan penyakit lama Najma. Wanita itu memiliki kecenderungan melakukan bunuh diri, dulu sewaktu mereka masih pacaran. Najma pernah mencoba beberapa kali untuk mengakhiri hidupnya.
"Aku ingin pulang," ucap Najma kemudian, ia telah tersadar kembali. Pram mendesah pelan sepertinya ia tidak bisa memaksa Najma tinggal disini lebih lama.
"Pekerjaanku masih belum selesai." Najma berusaha tersenyum manis agar Pram membebaskan dirinya dari ruangan kerja Pram yang membosankan.
"Tak apa, aku bisa pulang sendiri, selama hamil aku sering lelah dan kurasa aku lebih nyaman istirahat ketika berada di rumah." Pram menatap Najma dalam, ia mencoba mengorek apa yang direncanakan wanita itu melalui tatapan matanya.
"Baiklah aku akan minta orang untuk mengantarmu pulang, nanti setelah di rumah jangan lupa kunci pintu kamarmu jangan bukakan untuk siapa pun." Najma mengangguk. Lagi pula siapa yang berani bertamu ke rumahnya selain si Nenek sihir Ibu Pram.
*****
"Diliatin terus tu foto, emang enggak bosan apa?" Yuda mengomentari Bayu yang sedang memandangi foto Najma. Bayu mendengus Yuda selalu saja mengganggu imajinasinya.
"Biar kutebak! kamu menyukai wanita yang ada di dalam foto itu ‘kan. Btw siapa wanita itu?" Tanya Yuda dengan tampang kepo, ia merangkul Bayu dengan gaya sok akrab.
"Aku memang menyukainya." Mata Yuda melebar. Wow! ini menakjubkan Bayu mengakui perasaannya biasanya selalu mengelak, eh tapi kalau Bayu menyukai wanita yang ada di dalam foto itu bagaimana dengan Elsa? batin Yuda.
"Oh sekarang aku paham, mengapa dirimu selalu terlihat galau. Kamu menyukai wanita itu, tapi dia tidak memiliki perasaan yang sama terhadapmu. Bhahahah.... malang sekali nasibmu Bayu," kata Yuda, menekan perutnya yang terasa sakit karena menertawakan nasib sial Bayu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Titipan (New Version)
RomanceBayu tidak pernah menyangka jika Pram tuannya meminta dia untuk menikahi istri pria itu, Pram menginginkan Bayu menghamili Najma istri kesayangannya. Disitu harga diri Bayu benar-benar terhina, namun ia tidak punya pilihan ketika Pram mengancamnya...