4

2.2K 233 3
                                    

Aku hanya diam sedari tadi, aku tidak tahu ingin melakukan apa apa. Atmosfer mobil ini sudah dingin, di tambah lagi dengan sifatnya yang seperti salju itu. Lantunan lagu lagu yang tidak ku kenali itu sedikit membantu suasana yang seperti di kuburan ini. Aku melirik sekilas kearahnya, lalu mengibas ngibas pelan luka di keningku dengan tangan.

Namun semua yang ku lakukan tidak di gubris olehnya. Aku tahu, menyetir memang memerlukan kefokusan, tapi apa salahnya sedikit bertanya tentang keadaan ku? Aku begini juga karena ulah nya! Karena dia terlalu kuat menarik ku hingga membuatku kehilangan keseimbangan lalu menabrak salah satu kamera.

Aku jadi berpikir, mengapa aku harus melanjutkan hubungan ini? Lalu apa keuntungan yang akan ku dapatkan? Dimana letaknya.

Aku hanya memejamkan mata, dan mengelus ngelus jidat ku yang kini sudah bengkak itu.

Tak lama, mobil berhenti. Aku turun begitu saja tanpa perlu repot repot meminta izin padanya. Aku cukup sakit hati dengan perlakuan lelaki beku itu. Tak lama kemudian, tangan nya mencekal ku. Dan menarik ku untuk menghadap kearahnya. Aku menunduk, tak mau menatap wajah nya yang selalu datar itu.

"Lihat saya." Aku masih bergeming, tak lama tangannya memaksa ku untuk menatapnya.

"Keningmu kenapa?" tanya nya padaku, Aku memutar mata, lalu menarik tangannya dari daguku.

"Gak apa apa!"

"Kenapa, Lisa?"

"Gak apa apa!!"

"Jangan kekanakan." Aku menatapnya datar,

"Iya, aku emang kekanakan! kenapa? Gak mau ngelanjutin perjodohan ini lagi?kalau iya,  bagus dong! Jadi aku gak perlu lagi deh kejadian kayak tadi, di tabrak kamera sampai jidat bengkak gini." Lelaki itu menghela nafas, seolah mengontrol kadar kemarahan nya.

"Maafkan saya. Sudah malam, lebih baik kamu masuk. Obati lukamu itu, kompres saja dengan air hangat dan digosok pelan dengan minyak tawon. Saya pergi dulu," aku hanya mengendik bahu acuh.

Lalu dia berjalan kedepan, ngapain? Ternyata nyamperin Eyang untuk pamit pulang. Kebetulan Eyang sedang duduk di sana. Jadi dia tidak usah masuk kedalam rumah.

Aku pun melangkahkan kaki kedalan rumah. Melewatinya tanpa kata, tanpa ekspresi.

Ternyata benar, sakit hati bisa merubah sifat seseorang.

✨✨✨

"Eyang gak pernah didik kamu kayak gitu Lisa! Dimana letak kesopanan yang Eyang ajarkan kepada kamu selama 20 tahun ini?!" sentak Eyang marah kepadaku, aku hanya menunduk menatap datar lantai.

"JAWAB!" baru kali ini Eyang benar benar marah. Nafas ku memburu, jantungku berdetak cepat.

"Ma—maaf Eyang, Lisa salah." Eyang mendesah lelah,

"Jangan di ulangin lagi! Kamu tahu kan dia itu seorang selebritis, yang kemana pun kakinya melangkah wartawan akan terus mengintainya?" aku mengangguk, "Sekarang tidurlah, Eyang begini karena Eyang menyayangi mu. Kesopanan dan etika harus di miliki oleh seorang perempuan." Lalu Eyang beranjak pergi meninggalkan kamarku.

Aku memejamkan mataku, dan telentang diatas kasur. Aku menggeleng kepala. Rasanya kepala ku mau pecah. Eyang memang sedikit keras mengaturku, mengenai etika dan kesopanan.

Sialan, ngapain aku nangis?!

Aku mengelap kasar air mata ku, dan berdecak pelan karena terlalu cengeng. Baru segitu saja aku sudah menangis! Lemah. Tapi, kenyataannya air mata itu tak mau berhenti, malah bertambah. Aku mengubah posisi ku menjadi tengkurap, menenggelamkan wajahku di bantal. Dan menangis sejadinya, walau menahan diri untuk tak bersuara. Agar, tidur Eyang tak terganggu.

Say Something!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang