40

2.5K 146 32
                                    

Padamu, aku pernah bersumpah akan terus bersama, mendampingimu, sampai nafas ini tak lagi terdengar hembusannya.
Padamu, segala tawa akan ku simpan rapat dalam ingatan.
Padamu, luka, duka, kecewa menyatu menjadi racun paling ampuh yang membuat ku nyaris tak lagi satu.

Aku berlari, benda yang ada di tangannya itu, seolah mengatakan bahwa dia siap membunuhku. Nafasku terenggah enggah, jantungku berpacu cepat. Aku berlari tak tahu arah, saking tak tahu arahnya, aku menyenggol sambungan lampu yang menggantung di atas dinding dinding langit rumah ini.

Gravitasi bumi seolah menarik benda itu dengan cepat, tanpa bisa menunggu ku berlari. Aku terduduk sembari menatap nya. Ririn terdiam kaku di ujung sana. Aku ingin lari, lebih jauh. Tapi tubuhku seolah melekat disini.

Lampu itu, jatuh, pecah, berlamburan. Dan mengenai mataku. Aku tak tahu, mataku seketika saja menjadi gelap, pipi ku terasa basah. Bau amis menguar deras dari wajahku, darah.

Mataku berdarah. Sakitnya luar biasa, ini sakit. Aku tak bisa menutup mataku, seolah ada benda menghalanginya. Semuanya senyap, hanya deru nafas tak terkendali dari Ririn yang terdengar.

"Kenapa lari? Itu pasti sakit kan kak?"

"Rin tolong, sakit sekali."

Langkah kakinya mendekat, aku bernafas lega setidaknya harus ada langkah cepat untuk mengobati ini. Setidaknya cabut benda tajam yang ada di mataku ini, sampai rasanya aku seperti di tengah ambang kematian. Kaki ku, sebadan badan ku, terasa tersayat sayat.

"Banyak kaca, aku gak mau. Kalau aku luka gimana? Gak ada yang ngurusin kan, kamu kan enak Kri-

"Ririn tolong, aku mohon, demi Allah sakit sekali."

Lalu, saking sakitnya, semuanya terasa membatu. Rasanya aku berada di alam kesakitan yang tak ada habisnya. Cukup, aku tidak tahan. Aku meraba raba sekitar, yang ada tangan ku kembali tersayat ribuan beling yang mengelilingi tubuhku. Aku meringkuk ketakutan, lalu semuanya tak bisa lagi ku deskripsikan.

✨✨✨

Sedangkan di bagian barat, kota itu. Ada seorang lelaki yang baru saja menyelesaikan satu episode film barunya. Wajah bahagia itu terpancar sebenarnya, jika kita bisa melihatnya lekat lekat namun itu ditutupi oleh kedataran yang biasanya dia tampilkan kepada sekitar. Rencana nya lelaki ingin memberi sebuah hadiah untuk istrinya.

Tapi apa?

"Mas, biasanya wanita suka nya apa ya?" Tanya Kris pada sutradara film yang berada di sampingnya, lelaki pendek berkumis tebal itu menertawainya,

"Cewek mah sukanya duit, mas."

Kris tersenyum singkat, bukan jawaban itu yang dia maksud.

"Maksud saya yang semacam benda gitu mas, bukan benda mentahnya."

"Kalau menurut penelitian saya mereka suka perhiasan, boneka, yang manis manis, dan segala macam nya gitu lah pokoknya."

Kris segera berdiri dari kursi panjang itu, lalu pamit pulang karena scene nya untuk episode kali ini sudah selesai. Semua orang mendadah dadahi nya, di ujung sana sudah banyak Krisver yang meminta tanda tangan namun untuk hari ini biarkan mereka mendapat senyuman saja bukan tanda tangan. Karena Kris ingin segera menemui wanitanya yang pasti sudah lama menunggu di rumah.

Kris berbelok arah ke tempat perhiasan, hari ini hari pernikahan mereka yang ke setahun. Iya, Kris baru mengecek tanggal tadi.

Say Something!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang