11

1.9K 181 4
                                    

Ada sakit tersendiri saat melihat tawa lepasmu untuk orang lain. Bukan untuk saya, -Kriswu Hamilton.

Dua jam sudah aku dan Aksa berjalan jalan mengelilingi tempat favorit aku dengannya ini, dia memberikan beberapa lelucon yang mungkin begitu kalian tidak lucu tapi bagiku lucu sampai tertawa terpingkal pingkal. Dia receh, tapi aku suka. Aksa dan Kris sangatlah berbeda, perbandingannya sangat menonjol. Kris terlalu kaku untuk memulai hubungan, sedangkan Aksa mungkin satu langkah saja lagi aku dan dia bisa memulai hubungan itu. Tapi tidak, aku tidak sejahat itu. Karena setelah Kris hadir, ada tebing yang sangat tinggi, yang mulai membatasi pergaulanku.

"Lis, lo gak papa?" aku menoleh, dan mengangguk. "Capek gue keliling dari tadi, kite ke restoran dekat sini aja yuk. Kebetulan cacing cacing diperut gue udah demo minta makan." Aku tertawa pelan, dia dan aku memang memiliki selerah humor yang sama.

"Yaudah ayo." Aksa menggandeng tanganku menuju mobil, ada sengatan tak tersendiri saat itu. Aku mengelak, aku sudah jadi istri tak boleh ada hal ini. Dan Aksa pun tahu, walau dia tak peduli. Dengan pelan ku lepas genggaman tangan ku, tapi tenaga Aksa yang lebih kuat dari ini membuatku menyerah.

"Sebentar aja, Lis. Gue mau ngabisin hari ini sama lo, lupain semua orang. Hanya ada gue dan lo. Mungkin setelah ini, kita yang jauh akan semakin jauh." Aku menunduk, menahan gejolak sedih yang menumpuk di dalam dada.

Tak lama mobil Aksa sudah terlihat, lelaki itu segera berlari untuk membukakan pintu untukku. Aku tersenyum simpul, lalu duduk di kursi mobil disusul oleh Aksa. Setelah kami berdua duduk sempurna, dan sabuk pengaman pun sudah terpasang, Aksa mulai menyalahkan mobil dan kami pun beranjak dari tempat tadi.

✨✨✨

Aku menyantap makanan yang disajikan itu dengan lahap, karena aku hanya makan mie saja tadi pagi. Dan ini pun sudah hampir jam dua siang. Aksa tak mencuil makanan yang dia pesan tadi sedikit pun, padahal dia bilang dia lapar. Aku menoleh, kulihat dia sedang memandang ku seksama.

Aku mengerenyit, "Sa, katanya lapar? Kok makanannya gak dimakan," tanyaku pada Aksa, Aksa masih bergeming seolah belum sadar.

"Aksa!" sentakku, dia terkejut dan tubuhnya sedikit bergetar. "Kesambet baru tahu," sambung ku, Aksa terkekeh pelan lalu menggeleng.

"Siapa juga yang ma-

"Pulang." Aku menoleh, sejenak waktu terasa membeku. Entah apa yang membuatku takut sekarang, mata Kris tersirat amarah yang aku pun tak bisa menghitung seberapa besarnya. Dia menatap nyalang Aksa, Aksa pun tak hanya diam lelaki itu menatap tajam juga Kris. Keduanya bertatap tatapan sungguh pasangan romantis.

"Ayo pulang!" sentak Kris lalu menarik paksa diriku, sontak saja para orang orang di restoran ini melihat itu. Kris masih menciba tersenyum saat dia melihat orang orang tadi. Wajah ku sudah tak tahu lagi berada dimana kini, karena perlakuan memalukan dari Kris. Aku berpamitan pada Aksa, lelaki itu mengangguk saat aku mengatakan aku akan baik baik saja.

"Kris, kamu mempermalukanku." Lelaki itu menoleh setelah sabuk pengaman nya terpasang. Matanya masih menatap dingin diriku. Mengala dia marah, Aksa hanya sahabatku dan itu tidak lebih. Lagian itu juga bukan urusannya juga!

"Diam." aku merapatkan bibir ku, dalam dalam. Dasar menyebalkan. Tapi tetap saja aku takut pada aura menyeramkan dari dirinya saat ini.

Ya Tuhan habislah aku.

Hampir setengah jam perjalanan kami, akhirnya sampai juga. Kris segera turun dari mobil tanpa perlu repot repot menungguku. Lihatlah seberapa kontrasnya perbedaan dirinya dan Aksa.

Say Something!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang