26

1.4K 165 16
                                    

Klik votenya dulu yuk ❤️

✨✨✨

Semakin dipaksa membenci, semakin besar pula rasa ingin memiliki.

Satu bulan sudah berlalu sejak kejadian di rumah sakit itu. Aku dan Kris belum bercerai, karena lelaki itu bersikeras tidak ingin menceraikan ku. Aku sudah berupaya semaksimalku, namun gagal. Lelaki itu sangat keras kepala. Dia mementingkan dirinya sendiri, sedangkan aku? Aku tidak dibiarkan nya bebas kembali.

Dan Ririn, aku dari jauh selalu memantau perkembangannya. Aku tahu gadis itu baik, hanya saja jalan takdirnya membawa pandangan buruk mengenai perempuan itu. Kandungannya tepat dua bulan kemarin. Aku sudah memaafkannya, perihal masih benci atau tidak biarlah itu urusan ku dengan Tuhan saja.

Ah iya, hari ini aku mengunjunginya di rumah mereka. Aku memilih berpisah rumah walau kami belum bercerai, karena aku akan lebih kuat jika tak tahu apa apa. Lebih baik menjauh dari pada berkurung pada tempat derita.

"Masih mual gak Rin? Atau kamu mau sesuatu gitu?"

Ririn tersenyum cerah, calon ibu muda itu jarang menunjukkan kesedihannya walau aku tahu Ririn menyimpan duka mendalam. Kris, lelaki itu tak pernah menganggap kehadiran Ririn. Aku bisa tahu karena Ririn selalu menceritakannya.

"Alhamdulilah gak lagi kak, tapi dari semalem aku pengen banget makan mie goreng di pinggir pantai."

Aku menggaruk kepalaku, ngapain jauh jauh ke pantai hanya untuk makan mie goreng?

"Ajak Kris aja Rin, bilang aja bayinya yang mau."

Tetapi wanita itu menatapku sedih, "tapi Kak Kris gak pernah mau. Boro boro mau ajak aku keluar, ngomong sama aku aja gak pernah."

Aku menghela nafas berat. Lelaki itu tidak pernah berubah, bahkan dia sudah jarang pulang kerumahnya semenjak kami pisah ranjang. Dan aku selalu kesini jika Kris sudah pergi ke kantornya. Aku tidak mau menemui lelaki itu, aku kesini hanya untuk sedikit membantu Ririn, karena dia sudah ku anggap sebagai adik ku sendiri. Lagian, semua sudah terjadi. Tidak ada guna juga menyimpan dendam yang akan mencelakai diri sendiri. Maka selama beberapa minggu ini, aku memilih keputusan sendiri sesuai apa yang ku mau. Tentu saja Eyang dengan tegas menolaknya, namun jika aku sudah bilang A maka akan ku usahakan hal tersebut akan tercapai.

"Yaudah gimana kalau kita aja yang pergi nya, kamu mau?"

"Mau!"

Wajahnya yang muram tadi berubah secerah matahari. Aku menggeleng, lalu menyuruhnya bersiap siap dan berganti baju. Aku memilih duduk di ruang tamu, tempat yang paling sering ku duduki, dulu. Aku tahu, semua tentang ku masih disimpan Kris dirumah ini, foto pernikahan kami terpajang dengan indah disamping lemari kaca besar itu, foto ku sedang terlelap di dalam mobil, pesawat, dan banyak lagi yang entah kapan dia mendapatinya. Aku tersenyum kecil, menyakitkan. Kalau kau mencintaiku, kenapa harus melakukan perbuatan itu Kris?

"Ayo kak," aku menoleh kearahnya, dia sudah cantik dengan gaya khas Ririn. Gadis itu senang sekali mengenakan rok dan baju lengan panjang. Aku menyukai kesederhanaannya.

"Semangat banget kayaknya, oh iya udah izin sama Bi Maryam?"

Ririn menepuk jidatnya, lalu izin sebentar untuk berpamitan dengan ibunya. Tidak apa apalah, menyenangkan seseorang juga termasuk pahala. Aku juga tidak memiliki pekerjaan untuk hari ini.

Say Something!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang