34

1.2K 113 5
                                    

Sekalipun hal tentangmu selalu membuatku mati kutu, kau tetap akan menjadi yang nomor satu-dihatiku.

"Ya masa ayahnya suami sendiri gak tahu, istri macam apa lo ini?"

Aku pun mengiyakan dalam hati ucapan Citra, memang benar. Aku ini istri macam apa? Ayah dari suami ku sendiri pun aku tidak mengetahuinya. Aku memejamkan mata, nyatanya aku masih belum mengenal Kris lebih dalam.

"Cit udah, biarin Pak Tila bicara dulu."

Citra mendelik tajam kearah Hanif, "Bacot amat deh lo!" Lalu Citra menghentakkan kakinya kesal, dan bergegas keluar dengan amarah yang terlihat mengepul lewat wajahnya. Aku hanya bergedik ngeri, dia menyeramkan.

"Rio tinggalin saya dengannya."

Aku segera menatap Hanif, seolah memohon lewat mata bahwa aku tidak ingin dia meninggalkan ku sendiri disini apalagi dengan lelaki di depan ku ini. Namun Hanif hanya menatapku datar, dan setelah itu aku hanya bisa pasrah. Tak lama jejak Hanif tak terlihat lagi, di ruangan ini hanya ada aku dan Ayahnya Kris yang tidak ku ketahui namanya itu.

Dia menatapku dingin, sama seperti yang biasa Kris lakukan. Bahkan matanya pun mirip sekali dengan suamiku itu. Mungkin Pria ini lah gambaran Kris di masa tuanya.

"Vika ternyata pintar juga memilih istri untuk anak keras kepala itu," ujarnya sembari tertawa kecil, tawanya membuat buku kudu ku meremang rasanya. Semua orang yang ku temui di tempat ini menyeramkan semua. Membuatku tidak memiliki nyali apa apa walau hanya sekedar menatap mata. Apalagi Ayah Kris ini. Dia memiliki aura gelap yang membuatku tak bisa bergerak karena takut.

"Apa yang akan di lakukan dirinya ya, jika saya melukaimu?" Matanya berubah seperti mata Elang, jantung ku berdetak berkali kali lipat. Nafasku memburu, keringat dingin keluar dari dahiku.

Apa yang akan di lakukannya? Tuhan tolong aku, aku tidak ingin mati sia sia disini. Aku pun tidak bisa apa apa, mulutku tidak bisa mengeluarkan suara karena di tutup oleh kain yang di ikat mati ini.

"Mulai dari mana dulu? Kamu maunya dari mana?" Aku menggeleng, dan dengan keberanian yang masih tersisa aku menatapnya nyalang, "wah wah, kamu berani menatap mertua kamu seperti itu ya?" Tanyanya dengan senyum mengerikan yang menghiasi bibirnya.

Blassh!

Mataku terpejam erat, lengan ku terasa panas dan pedih secara bersamaan. Sakit sekali, bahkan aku merasa darah di lengan ku berhenti mengalir. Tuhan, manusia seperti apa yang ada di depan ku ini? Dia benar benar tidak berhati. Rasanya seluruh kulit di lengan ku akan mengelupas karena ulahnya.

"Enak? Apa kurang?" Tiba tiba Citra datang, mengambil alih semuanya.

Aku terkurung bersama dua manusia berhati iblis. Bagaimana bisa aku tetap baik baik saja setelah ini?!

"Udah pak, biarin saya yang ngelanjutin nya."

Citra menjambak rambutku, mencakar lengan ku dan untungnya tidak dengan wajahku. Dan, Ayah Kris hanya diam dan entah dari mana dia mengetahui titik terlemah ku. Tiba tiba salah satu orang yang menyeretku kesini itu mengeluarkan ribuan ulat dari kantong plastiknya, lalu meletakkannya di atas kakiku. Aku bahkan tidak lagi bisa bernafas karena siksaan dua orang ini. Aku ingin berteriak, tapi tidak bisa mereka benar benar tidak berhati. Yang ku lakukan hanya menangis, memohan belas kasihan semesta saat ini agar aku bisa terbebas dari semua ini.

Ulat itu bergerak gerak di telapak kaki ku yang tak terbungkus sepatu itu, kaki ku meronta ronta namun tetap tidak bisa mengusir sekumpulan ulat kaki seribu itu. Dan aku membatu saat air es mengenai kepalaku lalu melewati setiap inci tubuhku, semua ulah Citra yang sangat baik hati itu. Dingin nya air itu memaksa ku membeku. Tak lama, telur telur itu di pecahkannya di atas kepalaku, rasanya menyakitkan sekali. Kepalaku terasa berputar putar, namun masih ingin membuka.

Citra tertawa terbahak bahak, "SIAPA SURUH LO JADI ISTRI DIA? NGACA! LO ITU GAK PANTES DAPATIN KRIS! GUE YANG LEBIH PANTES ASAL LO TAHU YA!!!" aku tidak bisa apa apa, semuanya membuat ku lelah dan ingin mati saja rasanya.

"LO ITU GAK PANTES! CATET BAIK BAIK, LO ITU GAK PERNAH PANTES! GUE JELAS JAUH LEBIH CANTIK DARI PADA LO! GUE LEBIH KAYA, GUE LEBIH TERKENAL DARI PADA LO INI, LISA! INTINYA LO ITU GAK ADA APA APANYA!" Ujarnya menggebu gebu,

Citra ini sudah gila. Aku yakin akal warasnya sudah tidak bisa di gunakannya lagi. Bahkan perasaannya terhadap sesama wanita saja tidak ada dalam dirinya.

"Pak Tila, ada email dari perusahaan CT6 Group, kayaknya penting."

Aku menoleh, disana sudah ada Hanif. Aku menunduk lagi, dia sama saja dengan mereka. Tidak ada yang bisa ku harapkan.

"Jaga dia baik baik, hanya dia yang bisa jadi senjata untuk kita semua."

Hanif mengangguk, tak lama sosok itu menghilang dimakan jarak. Yang ada hanya Citra dan Hanif.

"Cit lo gila ya?" Hanif tampak memandang Citra aneh,

"Enak aja lo! Itu sebagai pembalasan siapa suruh dia ambil Kris dari gue! Lagian gue juga cuma nyadarin tuh orang biar sadar."

Kamu yang harusnya nyadar Citra. Kamu gak jauh beda sama perempuan yang ngemis lelaki.

"Dia perempuan dan lo juga perempuan, apa lo gak punya perasaan kasihan dikit gitu?"

Citra tiba tiba menatap Hanif marah,"emang kenapa sih? Kayaknya dari awal lo peduli banget sama jalang satu ini? Lagian emang itu kan tujuan awal kita?" Rio tampak menghela nafas disana, lalu matanya menatap ku seolah mengatak bahwa semua akan baik baik saja. Aku tersenyum miring, bagaimana akan baik baik saja jika sudah seperti ini?

"Lo bener bener udah gila. Kris bukan apa apa perasaan, masih mending gue kemana mana kali."

"Ngaca goblok, muka kayak upil kuda aja begaya lo!"

Aku menggigit pipiku menahan tawa. Rasanya tubuh ku benar benar akan tumbang. Rasanya aku baru saja memgecap bahagia bersama Kris, lalu sekarang sudah terjadi kejadian seperti ini pula.

Aku memejamkan mata, lagi. Rasanya lenganku masih sangat panas dan pedih, ada yang terkoyak dari kulit ku itu dan sakitnya bukan main. Tapi, apa yang bisa ku lakukan? Selain menerima saja. Mungkin memang begini jalan takdir ku, semesta mengutukku.

Buggh!

Aku membuka mata kembali, Hanif tiba tiba tumbang saat sebuah tinjuan melayang pada wajahnya. Aku menghela nafas lega, Kris sudah berdiri disana dengan wajah yang amat menyeramkan. Kris menghajar Hanif menggebu gebu penuh kemarahan, aku meringis ngilu saat tulang wajah Hanif terdengar patah dan darah segar mengalir dari hidung dan mulutnya. Kris tidak mengizinkan lelaki itu bernafas atau bahkan sekedar memberi perlawanan. Sedangkan di sampingnya, Citra menyaksikan hal itu dengan wajah santai. Seolah tak berdosa dan wajahnya tak menampilkan kesan takut sama sekali. Aku jadi bingung, disini siapa yang berdarah psikopatnya? Hanif atau Citra itu sendiri?

"SAYA SUDAH PERINGATKAN DARI AWAL! LAWAN KAMU ITU SAYA! BUKAN KELUARGA SAYA, BRENGSEK."

Dan, Hanif mati tak berdaya dibawah hantaman Kris. Aku menyaksikannya dengan kaki bergetar dan keringat yang mengalir deras dari kepalaku.

Hari ini sungguh membuatku ingin mati saja.

✨✨✨

Citra ngeri juga ya...

Say Something!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang