Selamat membaca...
Entah apa yang sedang semesta rencakan, hanya saja aku takut. Takut setelah ini kau akan benar benar lenyap dariku, setelah aku terlalu mencintaimu.
Suasana terasa mencekam, hingga tiba tiba Eyang bangkit dari duduknya dan berlalu begitu saja tanpa satu katapun. Aku terdiam bodoh diatas lantai dingin itu, sedangkan Kris hanya diam seolah semua nya itu bukan apa apa. Aku mengalihkan lamunan ku, dan mulai berdiri menghampirinya.
"Ayo pulang," ucapnya dengan sangat santai,
"Gak."
"Ayo pulang. Saya tidak bisa pulang dengan tangan kosong," ujar Kris. Aku menyipitkan mata,
"Yaudah bawa aja buah rambutan di belakang rumah Eyang. Jadi gak ba-
"Bodoh." Potongnya menyangkal ucapan ngawur ku.
Aku sudah malas dengan semua keadaan ini. Kris dan sifat nya membuatku muak dan ingin segera mengakhiri. Tetapi, apa yang bisa ku akhiri? Sifat dinginnya? Atau hubungan kami? Sepertinya tidak ada opsi yang mudah untuk ku lakukan. Kris selalu membuat ku kesulitan dalam memilih.
"Iya aku bodoh. Yang pinter cuma kamu doang emang."
Setelah itu aku ingin beranjak pergi meninggalkannya, tetapi pergelangan tanganku di cekalnya. Dia menyuruhku duduk, tatapannya meneduh. Rasa amarah tadi menguar entah kemana setelah menatap matanya.
"Kamu gak lupa saya mau syuting MV besok kan?"
Aku berpikir sebentar, lalu tak lama otak kecil ku mengingat bahwa besok Kris akan ke New York untuk syuting Movie video lagu terbarunya yang akan segera rilis entah kapan. Aku lupa bertanya,
"Ya enggak."
"Kalau gitu ayo pulang."
Dia masih saja bersikukuh mengajak ku pulang. Sudah tahu aku tidak mau. Tiba tiba tangannya mengusap lembut tanganku, aku meliriknya sekilas, dan mencoba biasa saja. Walau jantung terasa ingin terbang ke angkasa.
"Pulang ya, Lisa."
Aku menyentak tangan kris dan refleks berdiri saat Eyang tiba tiba hadir, aura Eyang sudah tak sekelam tadi.
"Eyang akan lebih marah jika kamu tidak menuruti apa yang suamimu mau."
Dan setelah itu, aku paham aku memang harus segera pulang untuk mengurangi rasa marah Eyang.
✨✨✨
Kris sudah terlelap nyaman di kasurnya. Sepulang dari rumah Eyang dia langsung tepar begitu saja. Tetapi aku tidak bisa mengikutinya ke alam mimpi. Mataku belum ingin memejam, dan aku memilih berdiam diri di dapur saja.
"Kenapa non? Mukanya keliatan capek banget,"
Bi Maryam menghampiriku sembari membawakan segelas teh hangat. Aku tersenyum, lalu mengucapkan terimakasih. Lalu wanita itu duduk tak jauh dari ku. Dia terlihat sedang memikirkan sesuatu juga. Entah apa, mungkin sedang ada beban pikiran sama seperti ku juga.
"Gak apa apa bik, saya cuma pusing aja." Bik Maryam mangut mangut, "bibi kenapa? Kayak ada masalah gitu," lalu bi Maryam gelagapan sendiri.
"Eh gak kok non, masalah kecil doang."
Aku mencoba untuk tidak terlalu ikut campur dalam masalah bi Maryam. Kalaupun bi Maryam ingin cerita, aku akan siap mendengar. Jika pun tidak, aku tidak akan memaksa.
"Yaudah kalau bibi gak mau cerita. Oh iya, udah lumayan lama gak lihat Ririn. Dimana dia bi?"
"Dia muntah muntah terus belakangan ini, bibi juga bingung. Tapi kalau bibi ajak ke dokter dia gak pernah mau," sahut bi Maryam cepat, aku mulai paham dimana letak kegelisahan dimata bi Maryam.

KAMU SEDANG MEMBACA
Say Something!
Romance•Mengungkap rasa tak selalu dengan bicara• Mengapa eyang harus menjodohkan ku dengan selebritis yang sedang naik daun itu? Dia lelaki sombong, angkuh, dan beku. bicara saja tak mau! gimana mau bangun rumah tangga? -Lalisa Valleria. ...