25

1.5K 171 25
                                    

Klik bintang nya dulu boleh? Hehehee

✨✨✨

Aku sadar, kata selamanya antara aku dan kamu hanyalah sebuah kiasan yang indah tanpa memiliki makna yang sebenarnya.

Aku tak tahu bagaimana lagi duka yang menunggu di depan sana. Aku masih belum menerima setiap luka yang semesta beri untuk sekarang ini. Aku mencintainya, tetapi suratan takdir menghendaki kami berpisah. Kadang ada saja yang membuat kebahagiaan itu menjadi hal yang sulit untuk tergapaikan.

Aku menunggunya di tempat parkiran mobil yang di tumbuhi banyak pepohonan ini. Kris sedang membeli sesuatu di toko sebentar. Iya sebentar, tetapi sudah hampir setengah jam namun lelaki itu masih belum kembali juga. Aku bosan menunggu di dalam mobil, jadi ku putuskan untuk keluar saja. Lagian, disini terasa lebih baik.

Udara hari ini terasa sangat panas. Membuat kulitku terasa kering, dan aku sedikit haus. Aku masih berdiri, melihat lihat pemandangan kota yang terus berjalan meninggalkan yang sudah tersesat arah akan hidupnya. Sama sepertiku sekarang ini, arahku rasanya sudah tidak bisa di atur lagi. Semesta terlalu memaksa diriku untuk memiliki kehidupan yang menyedihkan.

Menikahinya ternyata sama saja dengan mempertaruhkan nyawa ku sendiri.

Ku lihat orang orang sedang berlarian sedari tadi, lama kelamaan mereka semakin banyak. Ada apa? Mengapa mereka berlari

"Maaf mbak, ada apa ya?" Tanyaku pada seorang wanita yang wajahnya kelihatan cemas sekali itu.

"I...itu ada kebakaran, apinya semakin besar! Lebih baik mbak lari dari pada mati sia sia disini,"

Kebakaran? Dari tadi aku tidak melihat api sama sekali. Pasti dia sedang mengerjai ku. Tak ku perdulikan hal itu, aku masih berdiam diri saja di tempat, menunggu Kris yang terlihat masih sangat lama itu.

Namun tiba tiba asap mengepung pohon yang ku teduhi ini. Aku membatu, sangat lah takut. Aku terjebak disini, api itu mulai memakan rumput rumput hijau di depan ku dan melahap habis lebatnya daun daun yang ada di pohon ini. Kumpulan asap itu membuat dadaku terasa tercekat, namun aku hanya bisa diam.

Aku terduduk, untung saja ada sebagian batang pohon ini belum sepenuhnya di makan api. Dadaku sangat sesak, mataku sudah perih akan asap yang sedari tadi tak lekas menghilang. Rasanya nyawaku sebentar lagi akan menghilang. Aku terbatuk batuk,

"Kris, kamu dimana..." lirihku sembari memegang dada. Nafasku tercekat,

Tak lama suara orang orang bergemuruh di telinga ku, aku bisa merasakan bahwa sepatuku sudah mulai dimakan api. Panas, rasanya api itu membakar seluruh kulitku.

Tak lama aku mendengar suara Kris, aku pikir aku akan segera mati.

"Pak lebih baik kita tunggu petugas saja untuk menyelamatkannya, dari pada bapak juga ikut mati sia sia disana."

"Lebih baik begitu," samar samar aku mendengar suaranya.

Keringat sudah mengucur deras di dahiku. Kesakitan itu semakin berasa. Pandangan ku lama kelamaan semakin memburam, namun masih bisa kupaksa untuk terbuka lebar. Kulihat dirinya menerobos api yang sudah membesar itu, aku menatapnya pilu.

"Lisa, Ya Tuhan..."

Dia mengangkat ku, aku lemas tak berdaya akibat terlalu banyak menghidup asap itu.

Say Something!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang