8.

1.8K 193 3
                                    

Kini, kita sudah disatukan. Diikatkan oleh sebuah hubungan yang entah selamanya atau sesaat saja. Kita sudah dalam satu jiwa, hati dan raga nantinya. -Lalisa Valeria.

Hari ini sepenuhnya POV author.

Lisa hanya bisa memejamkan mata, saat cincin berlian itu sudah terpasang rapi dihari manisnya. Hari ini mungkin hari paling bersejarah bagi orang orang, walau baginya biasa saja. Kris dan Lisa sudah terikat sejak 1 jam yang lalu. Melalui proses panjang atau rangkaian rangkaian adat pernikahan.

Setelah kata "Sah" yang diucapkan oleh banyak orang tadi semuanya pasti akan berubah pikir Lisa saat itu, statusnya berubah, gaya hidupnya, kebebasannya, semuanya. Tapi setelah melihat sahabat sahabatnya dan juga Eyangnya tersenyum bahagia disana, semangat Lisa bertambah kembali.

Perempuan itu melirik lelaki yang kini sudah menjadi suamianya, Kriswu Hamilton. Seorang Selebritis yang kini sedang cuti selama satu bulan lamanya. Lelaki itu seperti biasa, hanya datar dan beku. Seolah ini semua bukan apa apa. Ingin sekali tangan Lisa menyentil dahi lelaki itu.

Kini, acara salam salaman telah dimulai. Ribuan orang yang sudah berkumpul tadi kini maju kedepan. Bersalaman dengan dua sejoli yang sedang berpura pura tersenyum itu. Ada ratusan Krisver yang datang hari ini, kali ini tak ada lagi wartawan untuk pesta pernikahan. Karena Kris tidak mengizinkan para paparazi itu memasuki acara sakral ini. Walau masih saja ada tangan tangan nakal yang mengambil diam diam foto foto mereka.

"Selamat ya hiks, gak nyangka kamu udah duluin kami Li," Jiso memeluk sahabatnya itu Erat. Lisa hanya menangis dalam diam, walau sudah mencoba untuk tidak menangis tetap saja dia tidak bisa jika di depan sahabatnya itu.

"Jaga dia. Kalau sampai lecet, awas aja!" ucap Jiso pada Kris, Kris menarik sudut bibirnya sedikit. Lucu sekali pikirnya. Dan Jiso turun dari tempat berdirinya Kris dan Lisa.

"Selamat ya Lili, udah ada laki aja sekarang. Jangan lupaian kita kita ya nanti," Lisa mengangguk dan mereka pun berpelukan. "Gue tahu lo kuat. Jalani semampu lo aja, dan juga gue yakin Kris lelaki baik," bisik Jennie ditelinga Lisa. Lisa mengangguk, dalam diamnya. Tak lama kemudian Jennie turun dari panggung,

Tanpa berbicara sepatah katapun Rose segera memeluk erat sahabat nya itu. Erat, sangat erat. Perempuan itu terharu, dan tidak percaya sahabatnya itu sekarang ada ada pendamping hidup.

"Liliku harus bahagia. Hujan badai dalam pernikahanmu kelak semoga bisa kamu lewati dengan sabar. Kami mendoakan yang terbaik untuk pernikahan kalian." Lisa mengangguk dan mengelap lelehan air mata yang jatuh melebur begitu saja.

Dan acara salam salaman itu pun baru usai di jam 3 sore. Yang mengakibatkan lecet lecet di kaki, keram dan mati rasa.

✨✨✨

Lisa melemparkan hak tingginya itu ke sembarang arah. Lalu perempuan itu segera berbaring telentang diatas kasur yang ada dihotel bintang lima ini. Lisa hampir terlelap kalau saja tidak ada sebuah grasak grusuk yang masuk ke pendengaran nya. Tapi matanya masih terpejam, seolah ada lem yang menempel dikelopaknya itu.
"Bangun lah, Lisa. Acara akan segera berlanjut kembali." Lisa menendang nendang udara dengan kakinya. Tidurnya terusik oleh lelaki yang sembarangan masuk kamar orang itu.

"Ck! Acaranya kan malam, ini juga paling masih jam empat!" sentak Lisa dengan mata yang masih terpejam,

"Apa waktu tiga jam cukup untuk persiapanmu? kurasa tidak." Dengan segala rasa kesal dan dongkol, Lisa membuka matanya.

"Nyebelin! Orang mau tidur digangguin mulu,"

Lisa tidak tahu bahwa saat perempuan itu mengatakan hal tadi. Kris ingin segela mencubit bibirnya yang sudah menyong monyong itu. Lucu, Kris gemas sendiri. Untung sudah jadi istri, jadi bebas. Bebas dalam artian apapun itu.

"Mandilah." Kris menarik tangan Lisa, gadis itu masih membatu ditempat. Matanya menyipit, pertanda masih mengantuk.

"Iya iya! udah sana keluar, aku mau mandi."

"Saya sudah menjadi suamimu. Semua yang ada ditubuhmu, bukan lagi hal terlarang untuk Saya lihat, Lisa."

Lisa membelak kaget, ucapan Kris tadi terasa ambigu untuknya. Dengan cepat gadis itu mengambil handuk dan masuk kamar mandi. Jantungnya berdebar tak karuan, ini tidak baik.

Kris menggeleng, lalu lelaki itu memeriksa ponselnya. Tak lama, tatapannya berubah setajam elang. Tangannya mengepal kuat sampai memutih. Hanya 3 kalimat, tapi membuat tubuh Kris terbakar gejolak amarah. Dengan cepat lelaki itu mengambil jaketnya yang tergantung dibelakang pintu masuk kamar, lalu mengambil kunci mobil diatas meja. Dan berlari sangat cepat, meninggalkan perempuan yang masih berada dikamar mandi itu sendiri.

Tak lama suara pintu terbuka terdengar, Lisa mengamati sekeliling tapi tidak ada tanda tanda adanya manusia di dalam kamar hotel ini. Sekali lagi, Lisa memeriksa setiap sudut ruangan. Tapi hasilnya nihil, Kris tidak ada. Lisa yang masih memakai handuk itu terduduk kaku diatas kasur. Jantungnya berpacu cepat, dia takut sendirian. Sangat takut.

Kris kamu dimana, aku takut.

✨✨✨

"Setelah lima tahun tidak bertemu dengan ku, kau sudah banyak berubah ya Kris." Kris berdecih, matanya memandang nyalang lelaki didepannya ini.

"Apa mau mu?" tanya Kris datar dan dingin. "apa maumu setelah lima tahun pergi? Setelah meninggalkan puluhan juta hutang yang melilit leher saya dan bunda?!" Kris menahan kuat kuat jiwanya agar tidak segera membrontak. Menghajar lelaki tua didepannya ini. Lelaki dengan tampang tanpa dosa dan berlagak tidak tahu menahu akan segala kesalahannya.

"Santai saja anakku. Mana sopan santunmu berbicara dengan ayah?" Kris meludah, rasa ingin membuat lelaki tua itu mati dengan segera sudah meningkat sampai ke jari tangannya.

"Ayah? Katamu ayah? seorang ayah tidak akan meninggalkan anak dan istrinya begitu saja! Tidak akan membuat istri dan anaknya kesusahan untuk makan dan menghirup udara. Asal kau tahu! Saya sudah tidak punya ayah sejak lima tahun lalu. Dan sopan santun? aku mengecualikan rasa itu untukmu." Lelaki tua itu terdiam membisu,

"Waw! aku tidak menyangka lelaki kecil yang hanya bisa diam itu kini sudah berani melawan ku. Waktu memang bisa merubah perilaku seseorang ya, Kris?"

Kris menahan nafasnya dalam dalam, mangatur emosinya yang sudah diujung rambut itu. Ditatapnya tajam lelaki tua itu, Kris maju beberapa langkah untuk mempertipis jarak.

"Pergilah lagi, jika niat kembalimu ingin menghancurkan hidup saya dan bunda. Walau itu tidak akan terjadi selama saya masih bisa bernafas di dunia ini!" Lelaki tua itu terkekeh pelan,

"Sebegitu buruknya aku di dalam kepalamu? Apa tidak ada kata maaf lagi?" lirih lelaki tua itu, Kris membalasnya dengan sebuah senyum remeh.

"Tidak ada. Tidak ada kata maaf, untuk seseorang yang telah membunuh anaknya sendiri. Yang telah merusak hidup anak dan istrinya. Sampai kapanpun!"

Kris tahu yang dilakukannya ini salah. Dia sangat tahu. Tapi amarah, dendam, dan kecewa telah membuat rasa bersalah itu tertutup rapat rapat. Tidak memberi celah untuk keluar.

"Kalau begitu, saya akan lebih lama menetap disini. Sampai kata maaf keluar dari bibir kalian."

Kris mengepalkan tangannya. Jiwa kelamnya sudah keluar, tubuhnya tidak bisa lagi menahannya.

Bukkkk!

Lelaki tua itu tersungkur, bibirnya mengeluarkan darah segar. Tangan Kris membatu ditempat, nafasnya memburu. Jantungnya berpacu dua kali lipat dari biasanya. Rasa bersalah tiba tiba muncul dalam dirinya,

Tidak. Tidak boleh. Dendamnya masih belum terbalas!

Say Something!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang