~ lima ~

833 53 1
                                    

Pas bikin ini aku lagi dengerin lagunya Ariana Grande - No tears left to cry.
Emang inspirasi selalu datang dikala dengerin musik. Meski ga nyambung sama lagu yang saya dengerin, sih.

Semoga kalian menikmati yaaaa

~~~~~~~~~~~~~~~

"Sampai segitunya mereka benci lo, Dek!?" Tanya Dhika sesaat sampai di rumah. "Mereka iri tapi ga masuk akal, Adriana itu yang ngejorokin kamu waktu di depan gerbang sekolah itu, kan? Saat kamu kelas 2?" Sekali lagi Dhika memastikan kalau perkiraannya benar. Deanita mengangguk dengan pertanyaan kakak pertamanya itu. "Heran, udah mau lulus juga masih aja ngebully adik gue! Ga ada kerjaan lain apa!?"

"Ada apa? Kok pulang pake wajah kaya gitu? Dean juga kenapa sampai malam pulangnya?" Tanya Wira, sang Ayah yang menghampiri kedua anaknya.

"Ini, nih, bontotnya ayah habis di bully sama anak kepala sekolah. Dikejar ga masuk akal sampe petang. Untung aja ada yang nolongin. Sampai lupa mau tanya siapa nama cowok tadi." Jawab Dhika yang masih menggerutu.

"Apa itu benar, Dean?" Tanya Wira kepada Deanita yang berdiri dihadapannya. Kembali Deanita mengangguk membenarkan perkataan Andhika Wiratman, sang kakak pertama. Wira hanya menghela nafas berat yang kemudian memeluk anak ketiganya itu. "Maafkan ayah, nak."

"Ga papa, Ayah. Dean bisa mengatasinya. Cuman, Dean lupa tanya siapa nama dan alamat cowok yang bantuin Dean tadi. Dia hanya ninggalin sapu tangan ini, buat Dean menyeka air mata pas nangis tadi." Kata Dean sambil melihat sapu tangan lembut hitam dan ada bordiran elang serta huruf D di pojokannya.

"Sudahlah, jika jodoh, kalian akan bertemu. Pastikan kamu berterima kasih dengan baik." Kata Wira melegakan hati Deanita. "Dhika, Dean, malam ini kita makan spagetti. Ayah sudah bisa membuatnya, mendekati rasa buatan ibu kalian. Ayo kita makan!" Ajak Wira kepada kedua anaknya.

"Dhani belum pulang?" Dhika menanyakan tentang Mardhani Wiratman, adik pertamanya, sambil menuju meja makan yang seruang dengan dapur.

"Dean mau mandi dulu!" Deanita langsung menuju kamarnya untuk membersihkan diri.

"Tadi dia telepon, dia makan malam di luar. Sudah janji kepada teman kerja parttime nya. Dia berpesan minta disisihkan sedikit untuknya." Jelas Wira yang menyiapkan alat makan untuk anak-anaknya.

"Anak itu, parttime buat biaya kuliah malah buat jajan melulu." Omel Dhika yang membantu Wira menyiapkan minum.

"Ga papa, sesekali. Lagi pula, dia sering bawa bekal. Biar dia merasakan seperti anak lain juga."

"Ayah, tadi aku bertemu Paman Mahesa, dia bilang menunggu kepulangan Ayah."

"..." Wira hanya diam dengan kabar Dhika, sang anak pertama.

"Dhika tidak memaksa Ayah untuk kembali, Dhika juga bukan berarti menginginkan kehidupan seperti kehidupan Ayah dulu, hanya saja Dhika ingin Ayah menjenguk orang tua Ayah."

"Tuan Sukma Dharmayudha tidak sakit, bahkan kabar terakhir yang aku dengar dia baru saja pulang dari liburan ke Dubai. Sepertinya Ayahmu ini tidak perlu menjenguk orang sehat, atau kalau tidak harga diri kalian akan dibeli dengan uang." Jawab Wira dengan dingin tetapi tetap melakukan menata meja makan.

Mendengar jawaban ayahnya, Dhika hanya diam. Dhika tahu betul kenapa Wira sangat tidak ingin kembali ke kediaman Dharmayudha. Suasana di dapur menjadi hening karena pernyataan Dhika tadi. Sampai kedatangan Deanita, suasana bisa cair kembali.

"Kak Dhani jam berapa bakal pulang?" Tanya Deanita yang mengambil spagetti ke piringnya. "Janji ke Dean mau benerin ponsel Dean."

"Belum tau, soalnya kan lagi sama temen-temennya. Nanti taruh aja ponselnya di meja, nanti biar Kakak ingetin ke Kak Dhani kalo dia pulang kemaleman." Kata Dhika.

My Dean (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang