- tigabelas -

587 32 3
                                    

Pas bikin ini lagi dengerinnya lagu Seventeen - Don't wanna cry. Karena ide selalu muncul ketika dengerin lagu meski ga pernah tahu makna dan arti liriknya. Hohoho

Semoga suka dan selamat membaca

----------------

"Tumben Ayah ikut jemput Putra?" Tanya Putra kepada laki-laki berumur 40an tahun di kursi passenger mobil limousien yang menjemput Putra.

"Iya, Ayah ingin membeli TV baru untuk panti dan ponsel Ayah juga sedikit error, sekalian refreshing." Jawab Mahesa Dwi Dharmayudha, ayah Putra.

"Memangnya TV di Panti kenapa? Atau emang Ayah ingin menambah property?" Tanya Putra.

"Iya, Ayah ingin menaruh TV di aula. Jadi anak-anak ada hiburan lain. Bukan hanya di bagian office aja."

"Ayah sayang sekali dengan anak-anak Panti?"

"Itu peninggalan ibumu, Ayah tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Ibumu sangat menyayangi panti peninggalan orang tuanya."

Putra mengikuti ayahnya. Berhenti di depan toko elektronik kenamaan. Mahesa masuk ditemani oleh asistennya. Tinggal Putra dan sopir yang ada di mobil. Saat itu Putra melihat dua gadis berhenti di seberang jalan. Terlihat satu diantara mereka murung dan yang lainnya terlihat sedang menyemangati. Putra terus mengamati sampai dia sadar kalau yang sedari tadi dia perhatikan adalah Deanita. "Deanita?"

Tanpa pikir panjang, Putra langsung keluar dari dalam mobil. Namun sayang sekali, ketika dia ingin menyeberang, lampubtraffic sisi kanannya baru saja menandakan warna hijau. Tentu saja tidak ada kesempatan baginya untuk menerobos jalan.

"Dean!! Deanita!!" Panggil Putra berharap Deanita mendengarnya. Bahkan Putra sampai melambaikan tangan berharap Deanita melihatnya. Sayangnya suara kendaraan yang ramai lebih bising daripada suaranya. Dranita tidak mendengar suara Putra dan melangkah pergi setelah temannya meninggalkannya. "Deanita!!" Putra tetap berusaha memanggil Deanita yang semakin tirak terlihat itu.

Tanpa sadar Mahesa sudah memasuki mobilnya kembali. Cukup lama dia menunggu Putra teriak-teriak tidak jelas dan memandang kepergian orang yang tidak dikenal olehnya. "Tuan Putra? Sedang apa?" Tanya orang tua berjaz hitam yang keluar dari dalam toko elektronik bersama Mahesa tersebut. "Tuan Mahesa sudah menunggu, dan barang pesanannya sudah kita dapatkan. Mari, Tuan Muda, kita pulang." Ajaknya. Dengan kesal akhirnya Putra masuk kembali ke dalam mobil. Namun dia terus melihat arah dimana Deanita berdiri dan mulai menghilang.

"Kamu memanggil siapa?" Tanya Mahesa. "Kamu mau main serong dari tunanganmu?" Lanjutnya.

"Ayah, tolong jangan menyebutnya."

"Tapi kenyataan memang begitu. Terimalah kenyataan itu. Kamu sudah menyetujuinya. Jangan bermain-main dengan Kakekmu."

"Iya, Putra tahu. Tapi..."

"Tidak ada tapi lagi anakku, meski Ayahmu ini menolaknya, tetapi kamu sudah menandantangani perjanjian itu. Kamu yang sangat menyayangi nenekmu, tapi hanya dimanfaatkan oleh mereka." Kata Mahesa sambil melihat keluar jendela mobilnya. "Tapi Ayah berterima kasih padamu, karena kamu mau menandatangai perjanjian itu, perusahaan yang Ayah kelola dengan ibumu tidak hancur. Entah apa yang bisa aku lakukan untuk membalas budi padamu."

My Dean (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang