Cengkraman erat itu lama-lama melonggar, seraya kehangatan yang menjalar, Lynn kian bungkam. Baik di antara hening yang seketika terbit dan tertegun dalam di rengkuhan tatapan dalam pemuda di depannya. Pada detik kedua, Lynn tak menemukan jawaban, tapi pada detik selanjutnya, ia seperti memaksa diri untuk menjawab pertanyaan itu tanpa kepastian."Apakah kau menyukai Luo Yi?" ulang Brandon Jun lagi.
Pemuda itu menatap dalam, seakan ingin mencongkel keluar jawaban yang sebenarnya dengan paksa dari hati Lynn. Padahal, jawaban itu sama sekali tidak ada di mana-mana. Yang membuat Lynn tak bisa bergerak adalah kekuatan pancaran mata yang begitu deras mengguyur detak jantungnya dengan perasaan tak menentu. Kenapa selalu saja Lynn merasa dirinya membeku di antara tatapan itu bahkan walau tidak melihatnya secara langsung? Getar dan suara napas yang terasa mengelilinginya seketika menyadarkan Lynn. Setelah kali pertama mengenal pribadi pemuda itu dari dalam, ini ada kedua kalinya Lynn bungkam dan merasa tidak tahu menjawab apa. Kenapa tiba-tiba Lei Han menanyakan hal itu?
Lynn berusaha menelan ludahnya susah payah. Gerakan ingin membuka pintu mobilnya seketika tertahan, dan terpaksa memutar kepala untuk menjawab dengan cerdas.
"Kau.. kenapa bertanya begitu?"
Cengkaraman Lei Han melonggar, bahkan beberapa detik mengadu pandang di antara remang mobil, Lei Han melepaskan genggaman itu lalu mundur dan kembali bersandar di kursinya sambil tertawa pelan. "Tidak apa. Hanya takut kau memiliki kencan tapi aku mengacaukan rencana kalian."
Dentuman keras dalam dada Lynn pecah. Luruh pada rasa kaget, terenyak cukup dalam. Beku itu kian menjalar, membungkamnya pada kenyataan yang sangat tidak ia sangka.
"Aku.. aku tidak berniat berkencan dengan dia. Aku.. aku cuma berteman dengannya." Entah kenapa konotasi yang keluar dari mulutnya seperti memberi keterangan kalau Luo Yi bukan orang yang disukainya supaya Lei Han berhenti memikirkan hal yang aneh-aneh tentang dirinya dengan Luo Yi. Lynn tahu kedekatannya dengan Luo Yi sangat akrab seperti seorang sahabat. Tapi bersama Luo Yi, rasanya berbeda ketika bersama Lei Han. Gelora yang menyematkan rasa tak ingin hilang dan rindu hanya tertuju pada satu orang. Dan ia tidak ingin Lei Han memikirkan hal itu, walau sebenarnya Lynn tidak tahu apakah ia perlu memberi konotasi seperti itu.
Dari kursinya, Lei Han menoleh, seperti menatapnya diam lagi. Kemudian dengan gerakan tiba-tiba pemuda itu memajukan wajahnya hingga membuat Lynn tersentak mundur.
"Apakah dia masih menunggumu?" Lei Han melongok ke luar jendela melewati tubuh Lynn. Jantung Lynn hampir copot, mengira pemuda itu ingin melakukan sesuatu. Tapi, ternyata bayangan itu salah, dan Lei Han yang ingin melihat apakah Luo Yi masih di luar atau tidak.
Menanggapi pernyataan itu, Lynn baru sadar dan teringat lagi. Ia ikut melirik ke luar jendela yang remang. Pinggiran jalan bangunan asrama yang sudah sepi, hanya cahaya kuning dari lampu jalan dan beberapa orang yang melintas di trotoar. Depan gerbang asrama sudah tidak nampak ada orang. Kemungkinan Luo Yi sudah pulang.
"Aku tidak tahu, mungkin nanti aku akan memeriksanya," sahut Lynn seraya beralih melihat Lei Han yang kembali memundurkan tubuhnya dan mengangguk pelan.
"Baiklah. Sebaiknya kau cepat-cepat memeriksanya sekarang. Sampai besok, Lynn."
Lynn mengangguk tipis, kemudian tersenyum untuk terakhir kalinya lalu keluar dari mobil seraya memandangi jejak asap yang tertinggal sampai mobil itu menghilang dari jalan dan menyisakan sendu yang entah bagaimana timbul ketika ia pergi.
Ingin lagi ia mengulang detik itu. Tapi tidak pernah ada detik yang sama meski dengan perasaan yang sama karena tak ada ucapan kepastian yang bisa menguatkan itu. Karena di sanalah letak kenangan bekerja. Dan Lynn akan terus mengingat hari dimana ia sangat merasa bahagia.
Lynn melanjutkan perjalanannya, menyusuri pinggir jalan yang sepi di temani remang-remang lampu jalan. Mobil sesekali simpang siur. Padahal sekarang baru pukul tujuh, tapi suasana depan asrama seperti sudah pukul dua belas saja.
Ketika tiba di depan gerbang asrama yang besar, karena suasana sepi, Lynn sangat bisa mendengar jelas suara orang terbatuk di dekat sana. Ia terhenti sejenak, mengurungkan langkah untuk melupakan kalau Luo Yi tidak mungkin masih menunggunya. Tapi ketika ia melihat seseorang yang terbatuk itu berdiri agak membelakanginya dari samping trotoar dekat pohon besar di sebelahnya, Lynn tersentak pelan.
"Luo Yi?"
Dengan sepeda yang biasa ia tumpangi, berdiri pemuda bertubuh 180 itu setengah membungkuk bersandar di dinding. Disirami cahaya lampu kuning, Luo Yi menoleh, sedikit bangkit dari sandarannya ke tembok.
"Lynn."
Dengan langkah agak terseok akibat lelah keliling Yihe Quan tadi, Lynn menghampiri pemuda itu setengah berlari.
"Luo Yi, kenapa kau masih di sini?"
Pemuda yang memakai kemeja biru langit dan dibungkus jaket hitam itu terdiam beberapa saat. Mata cokelatnya menghantam hati Lynn dengan perasaan penuh penyesalan. Lynn merogoh sakunya mengeluarkan ponsel mati itu seakan ingin mengacungkannya, lalu meringis dan berkata lirih. "Maafkan aku. Benar-benar maafkan aku." Ia membungkuk 90 derajat, benar-benar merasa bersalah.
"Ponselmu mati?"
Mendengar nada bicara Luo Yi yang sama sekali tidak tercampur emosi, membuat Lynn merasa lega sedikit. Ia kembali menegakkan punggung, walau tetap merasa bersalah.
"Iya. Luo Yi, aku.."
"Kau dari mana?"
Setengah menengadah, Lynn tersentak menatap pemuda itu.
"Aku.." Lynn tidak tahu apakah ia perlu menjawab yang sebenarnya apa berbohong. Tapi pada kenyataannya, ia tidak pernah memiliki kekuatan untuk berpura-pura.
"Kenapa kau masih menungguku, Luo Yi?"
Hening sebentar, Lynn tidak menemukan jawaban. Ia menatap pemuda yang lebih tinggi darinya itu dengan tatapan tanya. "Luo Yi, seharusnya kau pulang saja. Tidak perlu menungguku. Ponselku juga sud--"
"Kenapa? Aku tidak pernah melarang diriku sendiri untuk menunggumu. Kenapa kau malah menyuruhku pergi di saat aku masih ingin bersamamu?" Luo Yi memotong. Terlalu cepat dan tak terduga.
Alis Lynn merenggang. Ketika pernyataan itu keluar dari mulut pemuda itu, tiba-tiba muncul suara dari kepala Lynn terngiang keras hingga memecah lubuk hatinya.
"Lynn, apakah kau menyukai Lei Han?"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Peony
Ficção GeralCompleted. Sebuah bunga pagi dari belahan Istana Musim Panas dari Dinasti Jin bermekaran. Musim Semi pada pertengahan Semester di Beijing Film University, ada rahasia dari keindahan yang besar itu. Di dalam loker 101, Lynn menemukan sekuncup Peony t...