Kuntum 61 - 第六十一章

126 14 0
                                    


Paginya, sebelum pidato tiba, Lynn dipanggil rektor ke ruangannya. Mereka memiliki beberapa percakapan hangat soal kehidupannya di China selama 3 bulan ini. Hampir tak terasa, Lynn tidak tahu kalau 3 bulan ternyata begitu cepat berlalu. Rektor memberikannya banyak pujian terutama soal bakatnya dalam memproduksi film. Zhao Laoshi dan Leixin Laoshi sudah menetapkan film Lynn sebagai film akhir tahun yang akan di putar saat wisuda nanti. Katanya, film itu banyak mengandung makna. Selain mengambil tema dalam negri, Zhao Laoshi hanya ingin mengenang keberadaan Lynn kalau dirinya begitu mempengaruhi beberapa mahasiswa lainnya. Zhao Laoshi percaya, berkat kegigihan Lynn, membuat hampir separuh mahasiswa perfilman lainnya jadi ikut terpacu. Pasalnya, Lynn hanya mahasiswa biasa dari kampus negara yang biasa saja. Tapi, bakat dan tekadnya membuktikan kalau mimpi sebesar apapun bisa ia taklukan dengan kepercayaan dan niat.

"Seandainya ada program perekrutan, mungkin kau tidak kubiarkan pulang, Lynn." Rektor berujar sambil tersenyum di sofa sebrang Lynn duduk. Di ruang rektor yang sepi, hanya ada Rektor, Lynn dan Zhao Laoshi yang menikmati obrolan.

Lynn tersenyum kecil. Kata-kata rektor tadi cukup membuat hatinya diguyur perasaan hangat. Ia tak menyangka kalau keberadaannya di sini bisa membuat orang menciptakan kalimat semacam itu. Ia tidak tahu apakah ia melewatkan sesuatu yang sebenarnya membuat orang jadi merasa betah dengan keberadaannya. Seumur hidup, yang paling Lynn khawatirkan adalah berada di tempat "tak teranggap". Apakah Brandon Jun berpikiran seperti rektor juga?

Salah. Tidak mungkin.

Kalau iya, seharusnya hubungan kami tidak seperti ini pada akhirnya.

"Pelaksanaan pertukaran pelajar ini banyak menimbulkan kisah. Kau tahu, kau orang pertama dari Indonesia yang berkesempatan menjalani itu. Kami melihat potensimu, kami ingin kau belajar lebih lagi. Mengayakan apa yang sudah kau miliki untuk kau jadikan bekal. Hingga suatu hari nanti, kau mengingat BFU sebagai tempat dari cerita kesuksesanmu. Kami akan sangat bangga, bahkan ketika kau sudah ada di belahan dunia yang lain. Lynn, jangan anggap ini sebuah perpisahan. Tapi anggaplah ini seperti sebuah pertemuan untuk memulai kehidupanmu yang baru."

Hidung Lynn beringsut sendu. Ia tak mengatakan apa-apa selain merasakan matanya memanas. Ia tak mau pergi. Ia tak mau meninggalkan BFU selamanya. Ia ingin cerita ini terus berlanjut sampai ia sendiri yang mengakhiri itu. Tapi ia tidak bisa. Waktu sudah menambatkan garis selesainya di hari ini. Di hari di mana  ketika pidato dilantunkan, maka, secara resmi, Lynn harus membuka mata lebar-lebar untuk mempersiapkan kepulangannya.

"Banyak hal yang kupelajari di sini, Laoshi. Bagiku, itu lebih dari cukup. Kalian semua sudah terlalu jauh dari kata terima kasih." Lynn mengusap matanya, menghilangkan sendu yang menyerang, kemudian tersenyum ke arah kedua pria itu. Mereka tersenyum haru, memandang seorang gadis yang begitu kuat menjalani mimpinya hingga pergi dari rumahnya bermil-mil jauhnya. Membiarkan lingkup ke asingan lama-lama menjadi rumahnya. Keberanian dan penuh tekad itu, adalah kebanggan tersendiri yang para guru lihat terhadap muridnya. Ia tersentuh, bahwa sejatinya, ada rasa perjuangan yang dengan nyata di lakukan.

"Setelah pidato nanti, datanglah ke ruang rapat. Gurumu dari Indonesia besok akan datang, bukan?"

Lynn mengangguk, sejenak mengingat kalau Pak Usman akan menjemputnya dua hari sebelum perpisahan itu datang. Bahkan tadinya bukan hanya Pak Usman, dosen kameramennya saja, melainkan rektor juga ingin menjemput. Tapi mengingat waktu yang sedikit, jadi hanya di wakilkan oleh Pak Usman saja, dosen sekaligus tangan kanan rektor yang merakyat di kampusnya.

"Nah, sekarang, lebih baik kau persiapkan diri untuk pidatomu. Semua mahasiswa segera berkumpul di lapangan depan. Kita akan mulai sekarang. Ayo."

Tak ada suara yang berani tersahut oleh Lynn. Ia takut energi untuknya bertahan dari rasa tak ingin berpisah, pecah sebelum pidato diucapkan. Ia ingin tenang, ia ingin mencintai sebuah perpisahan dan membentuknya menjadi kenangan indah. Meski rasa ingin mengelak begitu besar, tapi ia bisa apa? Ini sudah waktunya. Ia harus berpasrah.

PeonyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang