Kuntum 55 - 第五十五章

102 14 0
                                    


Lynn tidak ingat kapan terakhir melihat Brandon Jun di dekatnya. Karena setelah hari dimana ia mengetahui semua itu, Brandon Jun menghilang dari kelas, dan Lynn sendiri sibuk dengan pekerjaannya mendirect film. Ada keraguan besar yang masih menyelip dan menghimpit dirinya untuk menghubungi pemuda itu, tapi setiap kali ia memandang sosok Luo Yi, yang tersenyum dan menatap hangat dari balik kamera, ada segumpal emosi yang ingin meledak bersamaan dengan kenyataan itu.

Bagaimana Luo Yi bisa sediam itu menanggalkan perasaannya, bahkan membuat cintanya salah paham di mata ketidaktahuan? Apakah Luo Yi sebenarnya tahu sesuatu di antara dirinya dan Brandon Jun?

Jika dipikirkan waktu kilas balik, rasa bersalah yang tadinya tidak begitu besar seketika mengembang begitu saja dalam hatinya. Bagaimana Luo Yi yang menunggunya berjam-jam di depan asrama putri sementara Lynn melupakan perjanjiannya malah asyik berduaan dengan Lei Han. Bagaimana cara Luo Yi memberikan memo kecil itu, dan bagaimana selama ini ia melihat dirinya berdua dengan Lei Han, apakah secara tidak sengaja ia melukai Luo Yi sampai Luo Yi tidak bisa berkata-kata?

Mulut Lynn seketika terasa pahit.

Sebulan lagi, ia akan pulang ke Indonesia. Masa-masa musim semi akan tenggelam di waktu ini. Dan semua cerita hanya tinggal dalam lembar kenangan. Selama ia belum menginjak sebulan itu, Lynn harus membuat sebuah buku cerita yang indah di Beijing ini. Di suatu tempat, kenangan lebih mudah tersimpan jika kita kembali ke sana. Dan Lynn akan menyimpan seluruh nama tempat dalam memonya baik-baik, Yihe Quan, BFA, toko buku, taman di samping gedung F, kelas, Asrama, Apartemen Brandon Jun, Pasar Weihu, segala yang ia lewati selama 5 bulan ini, Lynn pastikan tidak akan pernah ia lupakan. Karena di Beijing, terlalu banyak memori yang membludak kuat dan tak bisa tidak di ingat-ingat.

Tanpa sadar, seluruh ingatan itu memuncakkannya pada emosi tak kasat, yang remang-remang hidup dalam mata batinnya. Menguarkan konsentrasi di balik layar. Membuat Lynn lupa berteriak cut karena matanya terlalu berfokus pada satu titik di kepala. Alhasil, Feifei mencolek pundak Lynn, menyadarkannya sejenak dan berteriak Cut.

"Lynn, kau tidak apa-apa?" Feifei menatap khawatir dari samping kursi sutradara tempat Lynn duduk. Menyodorkan sebotol air putih dingin. "Kau terlihat pucat."

Lynn memaksakan senyum. Sungguh, sebenarnya selama tiga hari ini, ia sama sekali tidak merasa baik setelah Brandon Jun menghilang dengan kebenaran yang sebenarnya.

"Tidak apa. Hanya, kurang konsentrasi sedikit."

Seluruh kru yang bertugas meluweskan otot-otot mereka. Setiap kali kata Cut diteriakkan, mereka akan punya waktu dua sampai lima menit untuk keluar dari fokus mereka.

"Apa ada yang kau pikirkan?" Feifei duduk di kursinya yang ada di sebelah Lynn. Di depan mereka berdiri tiga kamera dan satu monitor kamera besar dan beragam alat dan kabel berserakan di bawah pavilium tinggi Yihe Quan. Sedangkan para aktor dan aktris sibuk kembali menghapal dialog selanjutnya sambil di makeup oleh Melody Tai dan A Shi. Setting yang diletakkan sedemikian rupa mirip dengan imajinasi Lynn kokoh di depan kamera. Dandanan dan busana Luo Yi atau Shasha sangat tradisional dan menarik.

"Kenapa? Ceritakan padaku, Lynn." Feifei memaksa namun suaranya masih rendah.

Lynn enggan menceritakan soal Peony itu kepada Feifei di saat-saat seperti ini karena bisa saja fokusnya terganggu oleh emosi yang sangat sensitif itu. Maka, dengan tangkas Lynn memutar kendali otaknya, berujar, "tidak terasa waktuku di sini tinggal sebulan lagi."

Mendengar itu, Feifei menyandarkan punggungnya di kursi sutradara seraya memeluk skrip dialog.

"Kukira kau ada masalah dengan Zi Wei lagi."

"Tidak ada. Kami baik-baik saja."

Ya, kami baik-baik saja. Setelah film itu selesai, Zi Wei sama sekali tidak pernah menemuinya lagi atau sekedar mengucapkan terima kasih karena perannya sangat membantu. Tapi di sisi lain, film Zi Wei semata-mata hanya digunakan untuk menjatuhkannya di mata Lei Han.

"Lynn, aku tidak mau kau pergi. Bisa tidak, minta Leixin laoshi memperpanjang waktu pertukaran mahasiswinya?"

"Mana bisa, Fei. Itu sudah ketentuan kampus. Lagi pula, aku sudah cukup ada di sini." Lynn menyisakan tawa lembut yang tanpa sadar meringankan beban di pikirannya.

"Merasa cukup bagaimana?"

Pelan-pelan, Lynn menoleh ke samping taman. Menerobos arah pandangnya di antara batang-batang pohon yang tinggi, dan memandang jauh ke sebuah jembatan kayu menghadap danau Kunming. Di sepi itu, samar-samar ia bisa melihat refleksi dirinya dengan Brandon Jun berdiri di atas sana, menikmati langit sore yang menjadi santapan hari itu.

"Beijing sudah memberiku banyak sekali keindahan. Kenangan yang sulit ditinggalkan akan terasa sangat menyedihkan, Fei. Dan lagi, kenangan itu melebihi harapanmu sendiri. Kau pasti tidak akan pernah mau meninggalkan itu."

"Memang, apa harapan yang kau maksud itu?"

Lynn tidak menjawab beberapa saat. Hanya tersenyum memandang langit di atas atap kuil seraya bersenandung rendah.

"Harapanku hanyalah ingin terus ada di sini, sampai aku sendiri yang ingin pergi."

***

PeonyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang