Kuntum 49 - 第四十九章

107 11 2
                                    


Lynn baru sadar kalau memonya sudah mencapai lembar terakhir ketika ia sedang mencatat koreksi bagian di scene kelima. Setelah dua hari pengambilan gambar, koleksi frame sementara sudah menumpuk di bagian editing. Walau baru mencapai scene di mana penyorotan dramatis dari taman dan reruntuhan daun musim semi, Lynn sangat percaya diri untuk menahan satu hari untuk proses pengambilan gambar milik Zi Wei.

Tak apa ditinggal sehari, toh, syuting film Zi Wei hanya menargetkan dua hari. Lynn pasti bisa melewati itu tanpa sadar, dan tanpa diduga syuting film Zi Wei sudah selesai hingga ia bisa sepenuhnya fokus pada filmnya sendiri.

Berjalan keluar perpustakaan setelah berdiskusi sebentar dengan Leo Lee, si editor yang sudah menerima sebagian file awal pembukaan scene, Lynn hendak berjalan ke lokernya, mengambil satu memo cadangan yang sempat ia bawa dari Indonesia namun tak sempat ia pakai karena dapat pemberian terus.

Setelah mengambil memo dan duduk mencatat sebagian data yang diperlukan untuk proses editing, ia sudah ditelepon Zi Wei lewai Weixinnya untuk segera ke ruang teater karena ia akan berangkat bersama ke gedung kantor ayahnya. Proses syuting hari pertama. Lynn menarik napas dalam-dalam, kembali meresapi dialog-dialognya selama perjalanan memakai mini bus mereka.

Kantor ayah Zi Wei ada di tengah metropolitan Beijing. Di tengah kota yang ramai bangunan menjulang-julang tinggi dan berbagai jembatan layang penuh mobil berendengan memenuhi bisingnya kota siang hari. Karena perkantoran milik ayah Zi Wei sendiri, dan kebetulan ia sudah berbicara pada ayahnya kalau akan ada syuting hari pertama, maka Zi Wei dengan terampil menebarkan karyawan penjaga kantor untuk menertibkan alur orang-orang yang lewat.

Perkantoran ayah Zi Wei adalah sebuah perusahaan artis yang lumayan terkenal. Dipandu oleh satu musisi terkenal di Beijing yang merekrut banyak musisi lain dalam negri, perusahaan ayah Zi Wei terus melahirkan banyak sekali musisi berbakat. Baik yang muda atau usia pertengahan. Selera musik di Beijing yang bercampur barat banyak diminati. Ada juga yang mencampurnya dengan genre tradisional yang di mix dengan modern musik. Maka tidak heran kalau sejauh mata memandang, Lynn sering sekali melihat wanita atau pria dengan penampilan kapitalis berjalan melewati lorong atau melewati lobi masuk.

"Itu Jacky, musisi muda yang lagunya akhir-akhir ini sering diputar di setiap radio. Kemudian yang itu Lemon. Wanita itu menyanyikan lagu yang artinya "Kalau Kau Tidak Menyukaiku, Aku akan Miao Miao" lagu itu sedang populer sekarang, kemudian wanita itu.." seraya berjalan ke tempat yang dimaksud, Lei Han tidak lelah membimbing langkah Lynn menempuh tempat baru itu. Desain mewah dengan seluruh dinding dilapisi marmer hingga setiap penjuru ruangan nampak berkilau ketika diterpa sinar matahari.

Sambil menggenggam naskah skrip skenarionya, Lynn bergumam takjub, memandangi seluruh penjuru bangunan perkantoran itu.

"Lei Han, hari ini Zi Wei ingin mengambil berapa scene?" tanya Lynn sementara mereka semua berbondong-bondong hendak memasuki sebuah ruangan di lantai lima setelah keluar dari lift.

Lei Han menyipitkan mata seperti berpikir sejenak. "Aku.. tidak tahu. Dia cuma memberitahu kalau hari ini kita akan syuting sampai malam."

"Apa?! Sampai malam?" Lynn kaget, ia menatap Lei Han tak percaya namun tetap menjaga volume suaranya. Lynn tahu kalau ia selalu ketinggalan berita semacam itu, jadi ia pun sudah menyiapkan segala konsekuensinya jika terjadi hal riskan seperti ini.

"Jangan khawatir. Aku akan mengantarmu kalau kau tidak keberatan."

Sontak Lynn membungkam seluruh pernyataan buruk dalam otaknya, beralih teduh dan hangat mendengar tawaran tersebut. Ia memandang Lei Han yang berdiri tegap di sebelahnya, berjalan beriringan dengannya. Memandang wajah sampingnya dari dekat seperti ini, bagi Lynn, ia sudah merasa utuh. Seperti serpihan memori tentang Brandon Jun yang hanya bisa ia sentuh dalam kabut imajinasi, kini menjadi satu dan lengkap dalam wujud yang sebenarnya. Brandon Jun masih menjadi tempatnya berteduh. Brandon Jun masih baik dan bahkan terlalu hangat.

"Lei Han," panggil Lynn.

Lei Han menoleh, tak menyahut. Menatapi Lynn, menunggunya kembali bersuara.

"Kau masih ingat buku Agatha Cristie yang kau pinjamkan?"

"Oh, ya? Kenapa?"

Lynn meringis pelan. "Sepertinya aku tak yakin bisa membaca itu sampai masa perkuliahan selesai."

Sejenak, Lei Han terdiam lalu tertawa pelan memandang Lynn. "Kalau begitu, buku itu untukmu saja. Aku tak keberatan kau membawanya sebagai cidera mata ke Indonesia."

"Baiklah. Walaupun buku Agatha Cristie juga banyak dijual di Indonesia dan kau memberikannya sebagai cidera mata dari Beijing, aku tidak masalah." Lynn mengangkat bahu, memandang pemuda itu terus tersenyum lebar, kemudian mengacak-ngacak pucuk kepala Lynn dengan gerak gemas. Lynn berusaha menghindar sambil menggerutu, tapi Lei Han malah merangkulnya mendekat supaya ia bisa mengacak-ngacak rambut Lynn sepuasnya. Pemandangan seperti itu secara tak sadar membangkitkan pandangan Zi Wei yang berdiri di depan lorong, menoleh ke arah mereka berdua.

"Lei Han! Lepaskan! Akan kuadukan kau pada Ban Xiao Song--"

"Lei Han!" Zi Wei berteriak dari sebrang kumpulan tim kru yang membatasi dirinya di depan dengan Lei Han dan Lynn yang berjalan di paling belakang barisan.

Bukannya segera melepaskan rangkulan itu, Lei Han malah terus asyik tertawa sampai Lynn sendiri yang menyadarkannya. Pemuda itu kemudian menatap Zi Wei dari sebrang kerumunan tanpa melepaskan rangkulannya.

"Bisa tidak kau ikut denganku untuk melihat kostum yang sudah disiapkan? Setelah itu gantian, Lynn. Ayo."

Di sanalah Lynn merelakan Lei Han melepas rangkulan itu. Memilih pergi ditatap oleh Zi Wei yang nampak sangat tidak menyukai keakrabannya.

Lynn melupakan satu hal.

Awal-awal ia menginjak kelas, saat itu. Sewaktu semua orang percaya akan kecemburuan Zi Wei terhadapnya, ia ingin menjaga jarak dengan Lei Han. Tapi, ketika kau sudah terjerembap dalam dunianya yang penuh warna, apakah kau bisa berbalik mundur untuk melepas semua keindahan itu pergi?

Dan Lynn baru menyadari itu ketika tatapannya beradu geming dengan Zi Wei.

Gadis yang tak pernah ingin kalah dalam kelas, juga merupakan gadis yang tak ingin kalah dimata Lei Han.

***

PeonyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang