Kuntum 42 - 第四十二章

118 13 0
                                    


Setengah berlari menuju ruang dosen menyusuri koridor gedung F yang lengang, pikiran Lynn terus tak beralih dari pertanyaan-pertanyaan yang kian memuak dalam batinnya.

Hari ini, ia mendapatkan reaksi yang luar biasa dari harapannya. Perihal bunga itu, walau sepele, tapi cukup berdampak bagi logika dan kotak penasarannya. Peony sudah mengunjungi Lynn hampir seminggu sekali selama dua bulan ia beradaptasi di sini. Tanpa terasa, pelan-pelan kemunculannya kian menumpuk deretan kemungkinan akan misinya yang tak pernah berubah. Antara mencari tahu pengirim bunga itu, atau membuat Brandon Jun mengakui perbuatannya.

Pagi itu kelas pertama adalah sinematography. Ruangan dosen yang hampir mirip ruang guru itu sepi. Setahu Lynn, jarang ada dosen yang berlama-lama layaknya guru yang mengoreksi ujian siswa. Karena pada dasarnya, banyak juga dosen yang memiliki kesibukan masing-masing di luar jam pelajaran. Ada dosen yang sebenarnya co produser dari salah satu production house Beijing, ada juga yang sibuk membuat skrip skenario untuk project besarnya dengab para sutradara yang film garapannya sudah terkenal di penjuru Beijing, dan banyak lagi. Maka itu ketika Lynn terengah tiba di ambang pintu geser ruangan itu, hanya ada satu atau dua dosen yang akan mengisi ruangan pagi ini.

Lynn mendekati salah satu pria berjas hitam yang sedang menyesap kopi dan tengah sibuk mengetik pesan di ponsel, di salah satu pojok barisan meja dosen. Pria itu menoleh sekilas ketika Lynn memanggilnya.

"Apa kau sudah melihat Leixin Laoshi?"

Pria itu memanjangkan leher, menatap berkeliling ke penjuru ruangan.

"Aku tidak tahu. Tidak lihat." Pria itu menjawab agak cuek. Lynn mengerjap kecewa. Sambil mengangguk hendak pamit, pria itu tiba-tiba merasa tak enak hati.

"Kau Lynn, bukan? Mahasiswa pertukaran pelajar dari Indonesia itu?" Dosen yang memutarkan seluruh kursinya menghadap Lynn itu kini menilai penampilan Lynn dari atas sampai bawah. Dengan sopan, Lynn membungkuk dan menggumamkan namanya.

"Ada apa cari Leixin Laoshi? Apa nanti mau kusampaikan pesan padanya?"

Lynn menggeleng pelan lalu tersenyum. "Tidak perlu, laoshi. Sebenarnya aku cuma mau tanya soal lokerku."

"Ada apa dengan lokermu?"

Ditanya begitu, Lynn jadi sempat berpikir kalau pernyataannya nanti dianggap tidak penting oleh dosen-dosen yang memiliki lebih banyak pekerjaan dibanding memikirkan bunga misterius yang tiap kali datang ke lokernya. Tapi, cepat atau lambat, Lynn harus membagi rasa penasarannya ke seseorang yang siapa tahu bisa membantunya. Tentu ia tidak mau meninggalkan pesan misterius itu ke Indonesia, kan?

"Anu.. seseorang pernah membuka lokerku.."

"Lokermu nomor berapa?" tanya pria itu cepat.

"Eh, 101."

Beberapa detik, dosen itu tidak menyahut. Ia menyesap kopinya penuh kenikmatan sambil mengerjap pelan. Lalu kembali memandang Lynn dengan tatapan datarnya.

"Aku pernah dengar masalah ini sebelumnya. Tapi, lokermu seharusnya aman-aman saja, bukan?"

Lokerku memang aman. Tapi batinku tidak merasa demikian. Dan kenapa kesannya hal ini seperti sudau biasa terjadi?

"Laoshi, sebenarnya aku cuma ingin tahu apakah ada seseorang yang bis--"

"Lynn, selamat pagi!" seru riang dari seseorang yang baru memasuki ruang dosen mematahkan kalimat Lynn di udara. Ia menoleh cepat ke sumber suara dan menemukan batang hidung Leixin Laoshi yang menghampirinya dengan senyum mengembang. Melihat pria itu tersenyum, Lynn seperti tertular, tapi hanya beberapa menit.

"Leixin laoshi," panggil Lynn mengundang pria itu menghampirinya dan dosen berwajah datar tadi.

"Hm? Ada apa? Eh, kau sudah memulai film pendek yang Zhao laoshi ajukan ya? Sudah tahu, kalau project film pendek itu bisa di ajukan ke New York Film Academy supaya bisa dapat pertukaran pelajar di sana juga?"

Lynn tergagap beberapa saat. Ia teralihkan dari topik terlalu jauh. Masalah project film pendek itu ia tahu dari Luo Yi kalau Zhao laoshi akan mengajukan karya mereka ke New York Film Academy, tapi bukan itu jawaban yang ingin ia pertanyakan.

"Laoshi, aku ingin bertanya soal lokerku kemari." Lynn melemparkan senyum pendeknya, berharap mengerti dirinya kalau bukan itu tujuan Lynn kemari.

Leixin laoshi nampak mengerling cepat ke arah dosen berwajah datar yang kini menyesap kopinya lagi. Sesekali ia berdeham karena rasa pahit dari kerongkongannya yang menyalip.

"Oh? Kenapa lokermu?"

"Seseorang membuka lokernya, katanya." Dosen tadi menyahut lebih dulu. Lynn mengangguk samar. Kembali melanjutkan kalimatnya.

"Lokerku baik-baik saja. Hanya saja aku bingung bagaimana bisa dia membuka lokerku."

"Darimana kau tahu ada orang yang membuka lokermu?" tanya Leixin laoshi lagi dengan ekspresi bingung.

Lynn terdiam sejenak. Tidak mungkin ia mengatakan fakta dari penglihatan Feifei soal Lei Han yang membuka lokernya. Kalau ia mengucapkan itu, bisa buruk sosok Lei Han di mata kedua dosen ini. Tapi kemungkinan yang lain cuma menunjukkan bunga Peony yang ada di genggamannya sekarang. Walau tidak tahu apakah itu ide yang cukup meyakinkan, karena Lynn merasa melaporkan hal ini seperti melaporkan kejadian sepela yang seharusnya tidak dipermasalahkan atau dicari-cari jawabannya.

Tapi, Lynn penasaran lebih dari apapun.

Apa motiv orang itu mengirimkan bunganya? Dan kenapa sampai sekarang ia tidak pernah mendapat pengakuan walau Lynn sekalipun sudah menyinggungnya di depan wajah?

Tangan Lynn yang teronggok di samping tubuhnya, perlahan-lahan terangkat. Kemudian dengan sekali ajuan, Lynn memperlihatkan bunga kecil itu kepada kedua dosennya.

"Seseorang rutin memberikanku ini."

Leixin laoshi menyipitkan mata, diikuti dosen berwajah datar tadi yang bangkit berdiri ikut meneliti bunga yang ada di genggaman Lynn. Keduanya terdiam beberapa saat, saling menerka dalam pikirannya masing-masing. Lynn tidak yakin apakah kedua pria ini bisa membantu, tapi ada kelegaan kecil yang mengisi celah dari batinnya.

"Sejujurnya, ini romantis bukan? Seperti waktu SMA. Ada seseorang yang secara misterius menyampaikan isi pesannya setiap minggu kepadamu lewat Peony?" Leixin laoshi tertawa menghadap dosen berwajah datar yang kembali duduk. "Aku pikir itu menyeramkan. Loker itu hal yang pribadi," tanggap pria itu seraya membenamkan kepalanya di kesibukan ponsel.

Lynn menghela napasnya pelan, hanya tersenyum simpul memandang mata Leixin laoshi yang berbinar seakan menebarkan keyakinan kalau hal itu adalah hal yang romantis.

"Lynn, sudahlah. Tidak perlu dipikirkan terlalu jauh. Siapapun yang mengirim bunga itu, aku yakin dia akan mengakuinya cepat atau lambat." Leixin laoshi meletakkan tangannya ke pundak Lynn, tersenyum hangat.

Lynn menengadah sedikit, menatap dosen pria paruh baya itu. "Bagaimana kau tahu?"

"Juni nanti bulan terakhirmu, bukan? Lihat saja, ketika kau pergi, bunga itu akan menampakan wujud aslinya. Kau hanya perlu percaya waktu dan menghargai tiap detiknya."

***
Maaf ya aku baru sempet update sekarang bab ini, soalnya aku lagi sibuk sama sesuatu xD aku tau rasanya ga enak bgt baca sepotong-potong, tapi sekali lagi aku usahakan untuk update secepatnya. Karena draft yang kupunya juga udah tinggal bab terakhir kemarin :') aku lagi gak ada mood entah kenapa. Mungkin karena kesibukan itu(?) Ya. Pokoknya aku usahakan update, karena aku juga mau cerita ini selesai. Dan sudah menjadi tanggungjawabku buat selesaikan cerita ini :')

Yang sabar menunggu ya, moga mood ku bisa dateng lagi. Makasih buat yang sudah menunggu dan memberi dukungan :')

PeonyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang