BAB 3

250K 23.1K 1.2K
                                    

Selamat membaca:*

***

"Lo mau kekantin gak?" tanya Vento setelah melihat Vasilla yang sudah selesai berberes.

"Nggak." sahutnya singkat.

"Kenapa? Anterin gue dong. Gue ga tau kantin dimana."

"Minta sama anak kelas lain aja. Aku ga pernah kekantin juga." sahut Vasilla santai lalu dia melangkah keluar kelas, pergi ke perpustakaan yang pastinya sepi terlebih lagi di jam pelajaran.

"Ga pernah kekantin?" Vento mengernyit tak paham.

Entah mengapa, akhir-akhir ini dia sering merasa punggungnya berat dan sakit. Lalu dia juga menjadi lebih cepat lelah dan malas. Sepertinya, dia terlalu kecapekan.

"Vento mau kekantin bareng kita gak?"

"Iya, lo pasti belum tau letak kantin, kan?"

"Bareng yuk, keburu rame."

"Lo kok mau sih duduk sama Vasilla?"

"Iya tuh, padahalkan kadang tempat duduk ini sering bau melati sama tanah kuburan."

Vento mengernyit heran, menatap ke 5 cewek yang sedang berdiri didepannya. "Vasilla kenapa?"

"Dia itu ga waras." salah satu cewek itu memutar bola matanya, malas.

"Maksud lo?" Vento masih belum paham.

"Kata-nya sih ... Dia itu indigo, punya indra ke 6. Bisa baca pikiran orang, bisa liat setan, bisa tau apa yang bakalan terjadi sama lo, dan masih banyak lagi."

"Aneh gak sih? Anak-anak satu sekolahan ga ada yang suka sama dia, tapi dia masih betah buat sekolah disini. Ga ada pikiran buat minggat aja gitu? Sumpah, itu cewek pembawa sial banget. Pasti biar cepet terkenal, makanya ngarang cerita begituan."

"Baca pikiran ..." gumam Vento.

Tiba-tiba Vento teringat saat Vasilla tiba-tiba tau bahwa dirinya lupa membawa buku paket. Apa Vasilla membaca pikirannya?

"Dia bilang sendiri atau ...?" Vento menatap ke 5 cewek itu secara bergantian.

Mereka ber 5 mengangguk pelan. "Iya, dulu banyak yang kena batunya gara-gara dia. Banyak gangguan hantu sejak dia sekolah disini. Hampir ga ada yang percaya sama dia, bahkan ngatain dia gila. Tapi emang kenyataannya gitu sih. Dia juga pernah kepergok ke perpus dan gudang terus ngomong sendiri, padahal ga ada siapa-siapa."

"Serem ga sih? Pantesan aja ga ada yang mau temenan sama dia? Gue denger denger, nyokap bokapnya juga ga tinggal serumah sama dia, kayaknya sih nyesel punya anak sakit jiwa kayak Silla." mereka terkekeh.

Vento menghela nafas berat. "Sakit jiwa ya?" gumamnya lalu tersenyum kecut. "Kalau kalian juga bisa ngeliat 'sesuatu' itu tapi orang lain ga bisa, dan lo cuma bisa teriak karena ketakutan, apa lo bakal sedih saat ada yang bilang bahwa lo gila? Disaat semua orang bahagia, tapi lo ketakutan karena ngeliat 'sesuatu' itu, lo pikir ngeliat mereka itu enak?"

"Kok lo jadi belain Silla sih? Ga seru ah!" mereka pergi satu persatu.

Vento tertegun sebentar, dikelas seluas itu sisa dia sendirian (Dengan mahkluk dibelakangnya). Vento berdehem sebelum akhirnya melangkah keluar kelas.

***

Vote + Coment!

[✔] Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang