BAB 14

184K 18.1K 992
                                    

Selamat membaca:*

***

"Pasti mereka lagi nunggu aku masuk." gumam Vasilla, mata-nya masih menatap pintu kelas-nya.

Seseorang berdehem, Vasilla menoleh keasal suara itu. Mendapati Vento yang sedang menatap-nya sambil memiringkan kepala-nya. "Kok ga masuk?"

"Ada yang naruh ember yang diisi dengan tepung. Kalau pintu-nya dibuka, kita bisa kena tepung-nya." sahut Vasilla. Mata-nya tetap menerawangi pintu hijau itu.

"Tau dari mana? Kan lo belom masuk?"

"Penglihatan."

Vento ikut menatap pintu kayu itu, memutar otak dan mencari cara untuk masuk kekelas tanpa terkena jebakan dari murid murid rese itu.

Vento menarik tangan Vasilla. Membawa gadis itu keruang guru. Menemui Bu Jeni yang tampak sedang berberes.

"Ada apa kalian berdua datang kesini? Tumben ..." tanya Bu Jeni dengan ekspresi heran.

"Anu bu ... Kelas 11 IPA 1 dikunci, kita ga bisa masuk. Jadi kita tunggu ibu ..." sahut Vento lalu menunjukkan senyuman termanis-nya yang membuat Vasilla bergidik ngeri.

"Masa sih? Padahal udah mau masuk. Ini ibu juga lagi beres beres mau kekelas. Kalian tunggu sebentar disini." Bu Jeni meraih sebuah kunci dengan gantungan miniatur paris.

Vento dan Vasilla mengikuti langkah bu Jeni dari belakang. Lorong itu sudah sepi, rasa takut mulai melanda Vasilla. Bagaimana jika perkiraan Vento salah? Bagaimana jika mereka tidak membereskan ember tepung itu walau bel sudah berbunyi? Bagaimana jika ember penuh tepung itu jatuh dan mengenai bu Jeni?

Saat tiba didepan pintu ruangan kelas itu, ketakutan Vasilla semakin menambah. Gadis itu menunduk disamping Vento. Bu Jeni memasukkan kunci kelubang kunci, namun tidak bereaksi. "Ga dikunci ..." gumam Bu Jeni. Lalu bu Jeni memutar knop pintu dan ...

BUKKK

Ember berwarna biru dengan ukuran sedang itu terjatuh, mengenai kepala bu Jeni. Tubuh bu Jeni dipenuhi tepung. Tubuh bu Jeni kaku, Vasilla memejamkan matanya sedangkan Vento menahan tawa-nya.

Kelas itu hening, semua murid murid dikelas terdiam. Menatap bu Jeni dengan mata mereka yang membulat sempurna serta mulut yang sedikit terbuka. Bahkan mereka nampak menelan saliva mereka susah payah.

"Mam-pus." ucap Vento, pelan.

Vasilla masih menunduk dengan mata terpejam. Ini mimpi buruk, harus-nya dia yang terkena tepung itu.

Tangan Bu Jeni mengepal. Bu Jeni melepaskan ember itu dari kepala-nya, melemper ember itu kesembarang arah.

Suara ember yang terpelanting kelantai membuat bulu kuduk Vasilla mulai meremang. Ini lebih menyeramkan dari hantu wanita yang sekarang sedang berdiri dibelakang Vento.

Bu Jeni menatap seisi kelas dengan tatapan marah, lalu mengusap wajah-nya dengan kasar. "KERJAAN SIAPA INI?!"

Tidak ada jawaban, kelas hening.

"GA ADA YANG JAWAB? BAGUS! KALIAN SEMUA KELUAR DAN KELILING SEKOLAHAN 15X, BELUM SELESAI GA BOLEH MINUM DAN ISTIRAHAT!" teriak Bu Jeni, geram. "Biar ibu kasih tau kepala sekolah tentang ulah kalian! Kalian ini udah kelas 11! Ga malu sama adik kelas? HAH??" Bu Jeni menarik nafas kasar. "Jangan berpikir untuk kabur! Pak Adi, Pak Supri, Mpok Cia, Pak Bemby, semua-nya ibu suruh buat jaga kalian!" bu Jeni terdiam, nafas-nya memburu.

Vasilla mengerjap berkali kali. Ini pertama kali-nya dia melihat Bu Jeni berteriak marah. Karena Bu Jeni selama ini terkenal sebagai guru yang ramah dan lemah lembut.

Vento masih tersenyum penuh kemenangan, sedangkan anak anak sekelas hanya menunduk terdiam.

Salah satu murid laki laki memberanikan mengangkat wajah-nya, menatap bu Jeni dengan puppy eyes. "Bu, keliling lapangan aja, ya? Masa keliling sekolah? Capek dong bu ..." suara-nya ikut memelas.

Bu Jeni menggeleng tegas. "Kalian ga mulai sekarang, Ibu tambah jadi 20X!"

Anak anak kelas langsung bangkit, berlari pergi meninggalkan Bu Jeni, Vasilla, Vento dengan 2 murid perempuan yang masih terdiam diambang pintu.

"Ibu, itu Vento sama Vasilla, gimana?" tanya salah satu murid perempuan itu sambil memberi tatapan tajam pada Vasilla yang masih menunduk.

"Kalian tau kenapa ibu hukum kalian?" tanya Bu Jeni dengan nada yang tiba tiba berubah menjadi lembut. "KARENA TEPUNG INI! DAN VENTO SERTA VASILLA SEJAK TADI BERSAMA SAYA! DIA TIDAK MUNGKIN IKUT SERTA DALAM RENCANA MENGERJAI SAYA INI! KALIAN 20X, CEPAT!!"

2 Perempuan itu berlari pergi dengan cepat, melesat seperti cahaya. Vasilla mendongak, menatap bu Jeni yang menatap-nya dengan tatapan lembut. "Maaf ya, ini pertama kali kamu lihat ibu marah, ya?"

Vasilla mengangguk ragu.

"Ibu mau bersih bersih sebentar. Kalian berdua bisa tolong sapu dan pel ini? Habis itu kita belajar bertiga saja, nilai kalian akan ibu tambahkan." Bu Jeni tersenyum ramah. "Ibu ga mau makan gaji buta saat ga ngajar." lanjut-nya.

"Iya bu!" sahut Vento dan Vasilla bersamaan. Mereka berdua menatap kepergian Bu Jeni. Penampilan Bu Jeni benar benar berantakan. Bahkan sepatu Vasilla ikut terkena tepung.

Lain kali lagi ah ... Ternyata ngerjain orang itu seru juga.

Vasilla menatap Vento dengan tatapan tajam. "Kamu bilang apa tadi?"

"E-eh?" Vento mengusap tengkuk-nya. "Bukan apa apa."

***

Vote + Coment!

[✔] Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang