Selamat membaca:*
***
Vasilla melangkah mendekati Gatha, baru saja dia selesai bicara dengan dokter Pika, yang merawat Vento tadi. Dokter perempuan berusia sekitaran 20-30 tahunan itu tampak sangat imut dengan kulitnya yang cerah bersih.
Wajah Vasilla tetap datar, lalu duduk disebelah Gatha. Gatha menoleh dengan tatapan heran. "Kenapa, dek?" tanyanya sehalus mungkin.
"Gapapa." sahut Vasilla, santai.
"Temen kamu itu, ga gegar otak, kan?" selidik Gatha, dengan matanya yang menyorot sosok adik perempuannya yang misterius.
Vasilla menoleh sekilas. "Dia memang dipukul pakai bangku kayu, tapi kena belakang leher ternyata, ga kena bagian kepala. Bentar lagi juga pasti bangun ..."
"Kamu ga mau temenin didalam ruangannya aja?" tanya Gatha saat melihat beberapa suster mendorong brankar tempat tidur Vento kedalam suatu ruang rawat biasa.
Vasilla menggeleng. "Memangnya, dia siapa?" Vasilla, cuek.
"Te ... man ..." sahut Gatha, ragu.
Baru saja Vasilla mau protes, namun aksinya terhenti karena seorang suster baru saja keluar dari ruangan Vento dan menghampiri Gatha dan Vasilla. "Maaf, kalian berdua ini siapanya pasien?"
"Teman." sahut Gatha.
"Saya ga kenal dia, maaf. Cuma tadi dia luka didepan saya, jadi saya tolongin." sahut Vasilla, tidak terima dengan jawaban Gatha.
Gatha terkekeh lalu menoleh kearah Vasilla yang tetap datar.
Suster itu tersenyum ramah. "Siapa yang akan mengurus administrasinya? Pasien tidak apa-apa, hanya luka ringan. Sebentar lagi pasti akan bangun, namun kemungkinan pasien akan sering merasakan sakit kepala atau dibelakang leher."
Vasilla tersenyum tipis. "Hanya itu?"
"H-hanya itu ...?" suster itu tampak bingung.
"Saya pikir, dia akan terkena gegar otak, lupa ingatan atau mati. Ternyata hanya itu? Kalau tau lebih baik kami membawanya kepinggir jalanan saja, biarkan orang lain yang menolong."
Suster itu tercengang akibat pernyataan Vasilla. Buru-buru Gatha menarik adiknya dan pergi kebelokan, menjauhi suster itu dan berdiri dengan adiknya didepan drink machine.
"Kamu itu ya, tega banget sama teman sendiri." Gatha menggeleng dramatis.
"Kan memang benar, dia bukan siapa-siapa kita. Aku aja baru kenal dia, bahkan kakak ga kenal sama dia, kan?"
Gatha mengangguk tanpa ia sadari, beberapa detik kemudian dia langsung menggeleng cepat. "Menolong sesama manusia itu emang harus."
"Menolong sesama ... manusia? Kalau manusia menolong hantu?"
Gatha terdiam karena pertanyaan dari Vasilla. "Tergantung, dia minta tolong apa? Kalau dia mau kamu berbuat buruk, lebih baik jangan dituruti, nanti dampaknya kekamu."
Vasilla menoleh ke machine drink dibelakangnya.
"Kamu, lihat sesuatu?" tanya Gatha.
"Kakak lihat sesuatu?" Vasilla balik bertanya, Gatha mengernyit heran.
"Maksud kamu? Kakak kan ga bisa lihat, cuma kamu yang bisa."
Vasilla meneguk ludah, lalu menoleh kearah Gatha. Gatha tersentak kaget saat bibir Vasilla mendadak berubah menjadi pucat pasi.
Vasilla hendak terjatuh pingsan, namun dengan sigap Gatha menangkap tubuh mungil adik perempuannya. "Silla?! Silla!"
Kepanikan Gatha mendatangkan pandangan dari beberapa orang yang berlalu lalang dilorong rumah sakit itu. Mengelilingi mereka dan mencoba mencerna apa yang terjadi. Beberapa dari mereka bahkan memanggil suster dan dokter.
Tak berapa lama kemudian, seorang suster tiba sambil membawa brankar. Gatha menidurkan adiknya diatas sana lalu menatap punggung suster yang mendorong brankar adiknya dan masuk kesalah satu ruangan.
Tangan Gatha berkeringat. Pikirannya mendadak dipenuhi oleh adiknya. Apa yang Vasilla lihat? Kenapa dia bisa sampai pucat dan langsung pingsan? Belum pernah Vasilla selemah itu.
***
Vote + Coment!
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Sixth Sense
Horror#1 In Horor #1 In Teenlit (20.05.20) Tahap Revisi! Vasilla Agatha yang dijauhi orang tuanya dan tak memiliki teman satupun. Dia menjalani setiap harinya sendirian tanpa siapapun. Bahkan orang tuanya saja pergi meninggalkannya dan tinggal diluar kot...