BAB 39

161K 15.8K 872
                                    

Selamat membaca:*

***

Seorang wanita paruh baya melangkah masuk kedalam rumah Gatha dan Vasilla. Gatha tampak berbincang dengan wanita yang tak Vasilla kenali itu.

Gatha menoleh kearah Vasilla, seolah memanggil Vasilla untuk kesana. Vasilla menurut, dia beranjak menghampiri Gatha dan wanita itu.

"Ini pembantu baru kita. Biar kamu ga perlu capek-capek beresin rumah. Lalu kamu ga sendirian kalau kakak belum selesai ngampus." ucap Gatha sambil sesekali menatap wanita itu.

Wanita itu tersenyum ramah pada Vasilla. "Non Vasilla, ya? Kenalin, nama saya Raya." wanita tua itu mengulurkan tangan-nya.

"Udah tau. Raya Pirajaya, kan? Umur 43 tahun, tinggal dikos-an dekat kampus-nya kak Gatha?" Vasilla menyambut uluran tangan bi Raya yang masih terpaku pada pijakan-nya.

"Non tau dari mana? Mas Gatha aja ga tau nama lengkap saya."

Gatha hanya terkekeh. Tidak tau, itu semua hanya terbesit dalam pikiran Vasilla begitu saja. Maka-nya Vasilla tau.

"Semoga betah kerja disini ya, bi Raya." Vasilla tersenyum manis.

Bi Raya tersenyum lalu menoleh kearah pintu. "Maaf mas ..."

Gatha mengerjap pelan. "Oh iya? Lupa!"

Gatha pergi keambang pintu, tampak berbicara dengan seseorang yang tertutup pintu. Tak lama kemudian, Gatha membawa seorang gadis yang seumuran Vasilla masuk kedalam rumah.

"Ini putri saya, Luna ..." ucap Bi Raya lalu meraih lengan Luna, putri-nya.

"Luna ..." gadis bernama Luna itu mengulurkan tangan-nya pada Vasilla.

Vasilla kembali menyambut uluran tangan Luna. Mendadak, dia merasakan aura buruk dari Luna. Cepat cepat Vasilla melepaskan tangan-nya dari Luna. "Vasilla Agatha." ucap-nya pelan.

Luna hanya tersenyum canggung lalu pergi kedapur bersama Bi Raya, mencuci piring dan menyapu rumah.

Vasilla mengusap tangan yang dia gunakan untuk menyambut uluran tangan Luna tadi. "Anak itu, aura-nya buruk. Kenapa ya?" gumam Vasilla.

Gatha menghampiri gadis itu. "Hayooo?? Kenapa lagi? Tangan kamu kenapa?"

Vasilla terkekeh pelan lalu menggeleng. "Gapapa kak. Aku berangkat sekolah duluan ya?"

"Loh, ga bareng kakak? Ini kan masih pagi??"

"Gak kak. Aku naik bus aja."

Vasilla meraih tas sekolah-nya yang tergeletak diatas sofa lalu berangkat kesekolahan. Hari ini Vasilla memiliki jadwal pelajaran olahraga, pelajaran pertama. Gadis itu sudah memakai baju olahraga lengkap dengan rambut-nya yang dikuncir 1.

Setelah beberapa menit menunggu bus dihalte-nya. Akhir-nya dia masuk kedalam bus yang sepi itu lalu turun dihalte yang tak jauh dari sekolahan-nya. Hari masih sedikit gelap, sekolahan juga masih sepi. Bahkan pak Adi belum berjaga didepan gerbang seperti biasa-nya.

Saat melewati mading, gadis itu terhenti karena secarik kertas berhasil menarik perhatian-nya. Kertas putih berukuran sedang dengan tulisan 'Anak-nya gila, bokap-nya pembunuh. Siapakah itu ...?"

Vasilla tidak berniat merobek kertas putih itu. Entah mengapa, tangan-nya gemetar dan seketika melemas. Dia tau, kalimat itu berusaha menyindir diri-nya walau tidak ada nama-nya diatas kertas itu.

Hati gadis itu memanas saat melihat sebuah nama yang tertera dipojok kertas itu. 'Katherine Yunanda'.

"Kayak-nya kemarin ada yang bilang, kalau dia ga akan ninggalin aku disaat terpuruk." Vasilla terkekeh pelan. "Vasilla bego ya? Gampang dibohongin." gadis itu tersenyum miris, menahan air mata yang membendung dimata-nya sambil melanjutkan langkah-nya menuju kelas.

Koridor yang sepi itu dilewati Vasilla dengan lamban. Gadis itu akhir-nya meneteskan air mata-nya. Vasilla menunduk, memperlambat langkah-nya lagi.

Tubuh-nya gemetaran. Dia menangis tanpa suara, melewati lorong lorong dengan cahaya redup yang hening sambil mendengar derap kaki berat diri-nya sendiri.

***

Vote + Coment!

[✔] Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang