BAB 40

161K 15.9K 975
                                    

Selamat membaca:*

***

Vasilla duduk ditempat duduk-nya, menatap seisi kelas-nya yang masih kosong dan sepi. Gadis itu menunduk, dengan tangan terkepal diatas paha-nya.

Gadis itu berusaha keras untuk tidak menjatuhkan air mata-nya. Namun hati-nya terlalu sakit. Apa dia tidak pantas, bahagia?

Vasilla?

Suara Yaka terdengar, Vasilla langsung menoleh kearah asal suara. Menatap sosok Yaka yang menatap-nya, sendu.

"Yaka ...?"

Yaka melesat cepat, mendekati Vasilla. Vasilla bergidik halus sebelum akhir-nya kembali menunduk.

Kamu kenapa nangis, Silla?

"Bukan apa apa."

Ada yang membuatmu menangis, kan? Jujur aja, aku tau.

Vasilla mendongak, menatap Yaka dengan tatapan yang aneh. "Apa kamu bakalan bunuh aku juga? Aku ini kan anak dari pembunuh kamu."

Yaka mengernyit heran.

Enggak. Kan kamu ga salah. Justru kamu udah bantu aku, aku kesini buat ucapin makasih.

"Indra keenam itu berkah atau kutukan? Menurut kamu, apa?"

Kalau menurut aku, berkah. Kamu jadi bisa nolong banyak orang, termasuk aku. Pahala kamu jadi banyak.

Yaka terkekeh pelan. Namun Vasilla sama sekali tidak tersenyum, sedikitpun tidak. Gadis itu malah kembali menunduk.

"Kamu pergi sana. Aku lagi mau sendirian?"

Yaudah deh. Kalau ada apa apa, jangan lupa cerita sama aku, ya?

Lalu sosok Yaka menghilang seperti debu yang tertiup angin.

"Kalau menurutku, itu kutukan." ucap Vasilla, tepat setelah Yaka pergi.

"Ngomong sama gw?" tanya seseorang.

Vasilla mendongak, menatap sosok Vento yang berdiri disamping-nya. "Bukan, bukan kamu."

Vento hanya ber 'oh' ria lalu duduk disamping Vasilla. "Tumben dateng pagi? Ada apa nih??"

Vasilla menatap Vento. Tampak-nya Vento sedang senang dan sangat bersemangat. Berbeda dengan-nya yang kehilangan semangat sekolah. Oh, bukan hanya semangat sekolah ... tapi semangat hidup juga.

Raut wajah Vento berubah saat menyadari Vasilla tengah bersedih. "Lo kenapa lagi??"

Vasilla tersenyum tipis. "Kamu lihat isi mading pagi ini?"

Vento bergeleng. "Nggak. Gw ga sempet lihat. Tadi gw langsung lari kekelas, soal-nya lampu kelas udah nyala. Dan gw tau, itu pasti lo." Vento kembali tersenyum lebar.

"Baguslah, ga perlu dilihat. Ga penting kok." Vasilla kembali menunduk.

"Emang-nya isi mading apaan? Gw jadi makin penasaran nih. Tunggu bentar ya?" Vento bangkit lalu berlari keluar.

Vasilla tidak berniat mencegah, dia semakin menunduk dan tenggelam dalam kepahitan hidup yang dia rasakan.

***

Vento duduk disebelah Vasilla dengan perasaan geram. Laki laki itupun tidak malu untuk menggebrak meja berkali kali hingga seisi kelas langsung menatap-nya.

"Gila ya?! Kan gw udah bilang si Ketek (Pelesetan dari nama 'Katherine') itu cuma pura pura baik!" omel Vento, kesal. "Bener kan gw? Lagian seorang Vento Parcival Archer mana pernah salah?? Lo terlalu polos, Sil. Jangan gampang dibego'in napa. Sumpah, gw kesel banget!" Vento kembali memukul meja, seisi kelas kembali menatap-nya, hanya sekilas.

Tak lama kemudian, Thalia, Elfin, Gara dan Katherine masuk kekelas. Menatap Vento dan Vasilla dengan tatapan jijik sekaligus mengejek yang bercampur menjadi 1. Katherine bahkan tersenyum miring pada Vasilla, karena diri-nya yakin bahwa gadis bodoh itu pasti sudah melihat kertas dimading.

"Lagian, siapa juga yang mau temenan sama anak seorang pembunuh?" seru Katherine tiba tiba, sambil melempar tas-nya kebangku tempat duduk-nya.

Anak anak kelas langsung menoleh kearah Katherine. Katherine semakin tersenyum. "Lo semua pasti udah lihat berita diTV kan? Soal Samuel dan Agatha itu ...? Lo tau kan kalo Samuel, bokap-nya Vasilla itu pernah ngebunuh seseorang yang nama-nya---Maaf, siapa?-- Oh iya, Yaka. Kalau ga salah."

Vasilla menunduk saat anak anak sekelas tertawa sambil menatap tajam kearah-nya. Kecuali Vento yang semakin geram. Jika dia bisa, dia akan mengangkat meja-nya lalu melemparkan-nya pada Katherine dan teman-teman-nya.

"Lucu ya? Dibaikin sedikit udah lengah duluan. Bego atau bego?" sambung Thalia lalu dia mendelik kearah Vasilla.

Vasilla mengepalkan tangan-nya diatas meja. "Papa ..." ucap-nya pelan. Entah mengapa, disaat seperti ini dia malah berharap papa-nya melindungi-nya, sama seperti saat Vasilla masih TK dulu.

Tapi itu sudah tidak mungkin. Mata gadis itu berkaca kaca lalu dia mencekal lengan Vento saat laki laki itu hampir bangkit dan mengangkat meja-nya.

Vento kembali duduk lalu menatap Vasilla yang sedang menunduk. Andai Vasilla tidak mencegah, wajah Katherine pasti sudah rata karena terkena meja.

***

Vote + Coment!

[✔] Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang