BAB 12

197K 17.8K 327
                                    

Selamat membaca:*

***

"KAKKK!!" pekik Vasilla dari kamar, terdengar hingga lantai bawah. Karena kamar Vasilla terletak dilantai 2. Diapit oleh 2 kamar kosong yang dulu ditempati papa dan mama-nya, 1 lagi entah milik siapa. Tapi kamar itu selalu kosong dan tidak pernah ditempati.

"Kenapa lagi?" sahut Gatha, ikut berteriak dari ruang tengah.

Vasilla tidak menjawab, Gatha meraih remote tv dengan malas, mematikan tv lalu menaiki anak tangga dan masuk kekamar Vasilla. Gadis itu sedang duduk sendirian dibalkon. Menatap langit cerah disore itu. Sambil menikmati teh hangat yang dia seduh sendiri.

Vasilla duduk disalah satu bangku, ditengah-nya terdapat sebuah meja bulat berukuran mungil dan sebuah bangku lagi dihadapan-nya. Gatha duduk disana, menatap Vasilla yang meletakkan gelas teh-nya keatas meja mungil itu. "Kok manggil?"

"Kak ... Aku mau nanya deh ..."

"Yau--"

"Tapi janji! Jangan marah, ya?" wajah melas Vasilla membuat Gatha mengangguk sambil tersenyum.

"Memang-nya, mama sama papa ga tinggal disini karena aku ga mau ikut mereka pergi ke psikiater, ya?" tanya Vasilla dengan suara lemah diiringi senyuman palsu yang dibuat buat.

"Kakak ga akan ijinin mereka bawa kamu kesana!" Gatha memukul meja dengan pelan.

Vasilla mengerjap pelan. "Kak ... Janji, kan?" Vasilla mengingatkan agar Gatha tidak marah.

"Tapi kamu gak gila, Silla! Mereka yang gila!"

Vasilla tersenyum tipis, sangat sangat tipis. "Mungkin memang benar kata mereka ... Papa sama mama pasti nyesel, punya anak gila kayak aku." mata gadis itu berkaca kaca. Gatha dapat melihat-nya walau Vasilla menunduk.

"Kamu ... gak gila, Vasilla." Gatha menyelipkan rambut Vasilla kebelakang daun telinga mungil gadis itu sambil tersenyum. "Kakak percaya sama kamu."

Hati gadis itu terasa hangat. Hanya Gatha yang mengerti diri-nya. Hanya Gatha yang mempercayai-nya. Dan hanya Gatha yang selalu menemani-nya.

"Kalau mereka benar benar ga peduli sama kita lagi, buat apa dia kirim uang banyak setiap bulan-nya?"

Vasilla menggeleng jenuh. "Itu semua, buat kakak. Bukan buat aku, kakak ga ngerti maksud papa dan mama."

Gatha menggeleng lagi. "Nggak, kalau cuma buat kakak ... mereka ga akan kirim dengan jumlah yang banyak, Silla."

Vasilla mengambil gelas teh-nya lalu menghabiskan teh yang begitu pahit bagi-nya. "Aku kangen teh buatan mama. Yang biasa mama bikinin, buat sarapan aku sama kakak." Vasilla tersenyum miris sambil menatap isi gelas-nya yang sudah kosong. "Aku kangen papa, yang selalu cium kening aku sebelum aku pergi sekolah. Itu dulu, sebelum aku nyadar kalau semua teman aku itu makhluk halus." lanjut-nya.

"Mama sama papa pasti balik, kok. Kan kamu tetap anak kesayangan mereka." Gatha mengusap lembut puncak kepala adik-nya itu sambil terus tersenyum walau hati-nya seperti tergores. "Kakak turun kelantai 1 dulu, ya?" tanpa menunggu jawaban Vasilla, Gatha bangkit dan pergi meninggalkan Vasilla sendirian dikamar-nya.

Vasilla mengusap gelas-nya dengan jari telunjuk-nya. "Kalau mereka sayang, harus-nya mereka percaya ..."gumam Vasilla.

***

Vote + Coment!

[✔] Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang