BAB 7

224K 20.5K 700
                                    

Selamat membaca:*

***

Vento berjalan mendahului Vasilla setelah membujuk Vasilla untuk mengikutinya ke suatu tempat. Mereka menuruni lantai menuju kelantai 1. Anak-anak kelas dari lantai 1 mulai mengintip lewat jendela, pikiran Vasilla penuh karena pikiran setiap anak-anak yang bertanya tanya, bagaimana mungkin gadis gila sepertinya bisa punya teman.

Vasilla menggeleng jenuh, berusaha tidak membaca pikiran mereka namun gagal. Hal itu memang otomatis terjadi, apalagi pada orang yang berada didekatnya.

Anehnya, Vasilla tidak bisa membaca pikiran Vento. Karena laki-laki itu sedari tadi mengosongkan pikirannya. Tampaknya Vento adalah orang yang sangat santai, dia tidak takut saat Vasilla mengatakan bahwa dirinya ketempelan.

Laki-laki itu tetap berjalan didepan Vasilla dengan santai. Namun tiba-tiba langkah Vento berhenti, diikuti oleh Vasilla dibelakangnya.

Tunggu, masa lagi santai begini malah baca buku diperpus? Ga asik! Mending makan dikantin aja.

Vasilla berdiri disamping Vento. "Jadinya, mau ke kantin atau ke perpustakaan?" tanyanya tanpa menoleh kearah Vento.

Vento mengerjap kaget lalu menatap Vasilla dengan tatapan kaget. "Lo abis baca pikiran gue, ya?"

"Kamu tau dari mana soal itu?"

"Dikasih tau anak-anak sekelas. Tadi pada ngomongin kamu pas istirahat."

Vasilla mendesah pelan. "Udah biasa ..." sahutnya santai.

"Ke kantin aja. Lagian tadi juga gue ga kekantin. Ga ada temennya, sekarang ada lo." Vento melanjutkan langkahnya. Melangkah sambil menoleh ke kanan kiri, mencoba mencari plat penunjuk jalan ke kantin yang terletak disekolahan itu.

Vento dan Vasilla tiba dikantin yang luas itu. Ini juga pertama kalinya bagi Vasilla untuk pergi ke kantin. Kantin ini sepi, hanya beberapa stan makanan dengan para penjaganya. Bangku-bangku panjang yang ditengahi oleh meja lebar.

Vento melangkah ke stan nasi goreng, diikuti oleh Vasilla dibelakangnya.

"Mas, nasi goreng spesialnya 1." ucap Vento, ramah. Lalu dia menoleh kearah Vasilla dibelakangnya. "Lo makan apa?"

Vasilla tertegun sambil menatap Vento.

"Gue yang bayarin." lanjut Vento.

Lagi-lagi Vasilla hanya terdiam, bukan karena kebaikan Vento. Namun karena 'sesuatu' yang tengah menatap mereka berdua dari kejauhan.

Siapa lagi kalau bukan hantu perempuan yang tadi menempeli Vento. Hantu itu menatap Vasilla dengan tatapan marah lalu berbalik dan menghilang.

"Yaudah, samain aja. Jadinya, nasi goreng spesialnya 2." Vento menunjukkan jarinya, 2.

"Baik mas. Pake kecap atau polos aja?" tanya mas Eko, pemilik stan nasi goreng itu.

Vento menyenggol Vasilla yang tampang bengong. "Kecap gak?"

Vasilla hanya menggeleng lalu dia duduk dibangku panjang, melipat tangannya diatas meja kayu didepan bangku yang dia duduki itu.

"Ga pake kecap, mas." sahut Vento sambil tersenyum. "Bentar, mas." Vento beralih ke stan penjual minuman. Membeli pop ice vanilla blue lalu memberikan satu pada Vasilla.

Vasilla masih terdiam, menatap gelas pop ice dihadapannya. Sambil memikirkan tentang hantu perempuan itu. Kenapa hantu perempuan itu menatapnya dengan tatapan marah? Apa Vasilla melakukan kesalahan? Sepertinya tidak.

Tak lama kemudian, Vento kembali meletakkan sepiring nasi goreng dihadapan Vasilla lalu laki-laki itu duduk dideretan bangku panjang dihadapan Vasilla.

Vasilla menatap piring nasi goreng dengan lauk ayam, tempe, tahu, kerupuk dan timun itu. Dia meneguk salivanya sendiri. Dia tidak nafsu makan. Apalagi setelah melihat belatung menjijikan dari wajah hantu wanita itu.

Nafsu makannya semakin hilang saat dia mengingat kejadian buruk itu.

***

Vote + Coment!

[✔] Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang