Selamat membaca:*
***
Gatha menarik kerah jas dokter Rendy dengan tak sabaran. "Siapa?? Siapa yang donorin darah-nya buat an-- maaf, guguk tidak tau diri itu?!"
Dokter itu terbatuk karena tak bisa bernafas lalu bersiap bicara saat Gatha perlahan melepas kerah jas dokter Rendy. "Pendonor ingin nama dan identitas-nya dirahasiakan. Yang bisa saya beritahu adalah pendonor-nya seorang laki laki."
"Ciri-ciri-nya?"
"Saya tidak bisa memberitahu." dokter itu menatap Gatha yang tampak menyeramkan lalu dokter itu menelan saliva-nya dengan kasar. "Dia seorang laki laki yang memiliki model rambut sama dengan anda. Memakai pakaian serba hitam yang panjang. Saat dia mendonor darah, kami hanya mengambil beberapa kantung darah walau masih belum cukup. Namun dia memaksa kami mengambil hingga cukup untuk pasien dari diri-nya. Karena desakan, akhir-nya kami mengambil beberapa kantung lagi darah pendonor itu." dokter itu menarik nafas dalam. "Terakhir kali saya masih melihat laki laki itu diruangan. Wajah-nya pucat pasi karena sehabis mendonorkan banyak sekali darah-nya. Saya hendak mengambil kan obat untuk-nya, namun saat kembali ... laki laki itu sudah pergi entah kemana. Tidak ada yang melihat, CCTV bahkan tidak menangkap sosok laki laki itu." jelas dokter Rendy panjang lebar.
"Maksud lo, malaikat gitu?" tanya Vexo dengan dahi yang berkerut.
"Model rambut sama kayak gw?" Gatha menyisir rambut-nya dengan jari-nya. "Tapi tetap aja ga ada yang bisa ngalahin kegantengan gw." Gatha terkekeh pelan, bukan waktu-nya bercanda.
Vexo mencubit pelan perut Gatha, Gatha meringis pelan. "Jangan bercanda!"
"Terus? Ada yang lain? Nama laki laki itu, misal-nya?"
"Kami sempat mendesak dia untuk memberitahu nama-nya, namun pendonor hanya menyebutkan kata 'Valla' saat kami menanyakan nama-nya. Kami yakin itu bukan nama asli dan pasti tidak penting."
"Va-Valla?"
"Dan juga, wajah laki laki itu sedikit mirip seorang perempuan. Suara-nya juga tidak terdengar seperti laki laki. Bahkan jakun dia tidak tampak menonjol seperti laki laki biasa-nya. Saya curiga ..."
"Curiga ..." Gatha dan Vexo saling memandang.
***
Kenapa Valla?
Vasilla menoleh, dia memakai pakaian panjang serba hitam dengan rambut gaya laki laki. Gadis itu berdiri tegap dengan wajah datar dan pucat, serta lemas. dan lemah. "Hmm?" gadis itu menyahut dengan deheman kecil.
Maksud aku, kenapa kamu jawab namamu Valla? Tidak ada nama yang lebih keren?
Gadis itu tersenyum tipis. "Karena Vento pernah memanggilku dengan sebutan 'Valla'. Walau aku terlihat kesal, sebenar-nya aku senang dengan nama panggilan itu. Nama panggilan yang berbeda dengan orang lain. Sejak saat itu, aku merasa spesial." gadis itu tersenyum lalu memandang langit.
Aku harap dia menyesal karena menyakiti kamu, Valla.
Vasilla menoleh pada Yaka lalu terkekeh. "Aku spesial bagimu?" gadis itu terkikik. "Aku sudah senang. Aku akan tinggal didalam diri-nya, setidak-nya hanya itu yang bisa kulakukan."
Vasilla menarik nafas panjang sebelum akhir-nya berlari dengan cepat menuju depan hingga tubuh-nya tersambar kereta api yang melaju didepan-nya.
Yaka terpaku pada pijakan-nya, dia tidak tau bahwa gadis itu akan melakukan hal itu. Yaka pikir, Vasilla hanya menenangkan diri.
Vasilla?
Yaka masih terpaku melihat orang orang sekitaran langsung menghampiri gadis dengan tubuh hancur dan darah yang berceceran disepanjang rel kereta api setelah kereta api itu telah berlalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Sixth Sense
Horror#1 In Horor #1 In Teenlit (20.05.20) Tahap Revisi! Vasilla Agatha yang dijauhi orang tuanya dan tak memiliki teman satupun. Dia menjalani setiap harinya sendirian tanpa siapapun. Bahkan orang tuanya saja pergi meninggalkannya dan tinggal diluar kot...