BAB 26

170K 17.4K 771
                                    

Selamat membaca:*

***

Vexo dan Vento tengah bersama sama mengobati luka Gatha, sedangkan Vento hanya mengkompres luka-nya dengan es batu. Gatha meringis pelan begitu Vento menekan luka-nya dengan kompresan es batu sebelum akhir-nya mengoleskan salep dibagian yang lebam.

"Vasilla beneran ikut papa sama mama?" tanya Gatha dengan nada lemah.

Vento dan Vexo hanya mengangguk, berat rasa-nya untuk berbicara walau hanya sepatah kata. Akhir-nya mereka melihat sosok Samuel yang terkenal berkharisma dan bijaksana itu. Ternyata begitu sifat asli Samuel, tak lebih dari seorang penjahat gila yang suka menyiksa anak anak-nya sendiri.

Padahal, Samuel yang biasa-nya sering masuk TV itu adalah sosok yang tampak dewasa, berkharisma, baik hati dan bijaksana. Tapi ternyata realita jauh berbeda daripada ekspektasi.

Gatha menghela nafas berat, lalu memejamkan mata-nya. Benar benar tidak bisa dibayangkan, Vasilla kembali ketempat mengerikan itu.

***

2 jam berlalu, Vasilla baru saja selesai proses psikoterapi dengan dokter Aldino. Gadis itu duduk disamping Samuel dan Agatha, dengan Aldino yang tengah duduk dihadapan mereka sambil menjelaskan walau tak satupun yang dapat terdengar ditelinga Vasilla.

Gadis itu tengah memikirkan hal lain. Bagaimana keadaan Gatha. Gatha benar benar pandai menyembunyikan pikiran-nya didepan Vasilla hingga gadis itu tidak pernah berhasil membaca pikiran Gatha.

Vasilla menatap mata Aldino lekat lekat. Tiba tiba sebuah deretan biodata pribadi yang panjang mengenai Aldino langsung melesat cepat melewati otak-nya.

"Aldino Mackenzie. 27 tahun. Dokter kejiwaan. Mempunyai 1 adik perempuan. Makanan kesukaan Soto ayam. Ukuran sepatu 40. Hal yang disukai, membahagiakan adik perempuan-nya. Tidak menyukai kucing hitam karena terlalu percaya takhayul. Warna kesukaan, putih dan abu-abu."

"Kamu ngomong apa, Vasilla?" Samuel menatap Vasilla dengan tatapan aneh dan menusuk.

Vasilla menggeleng pelan lalu menatap Aldino. Apa Aldino mendengar apa yang baru saja dia katakan?

"Vasilla, kembali kekamar kamu!" perintah Agatha.

Vasilla bangkit dan pergi kekamar-nya dipsikiater itu. Lagi-lagi dia kembali kekamar bernuansa putih itu.

Tertangkap lagi?

Bisikan itu terdengar lagi. Vasilla tersentak lembut lalu tampak biasa saja karena dia tau suara itu adalah suara yang sudah 2x menolong-nya. Entah siapa sosok misterius itu, tapi seperti-nya seorang laki-laki.

Vasilla berbaring diatas kasur-nya, menatap langit langit kamar-nya. "Siapapun kamu, kamu percaya kalau aku ini gak gila, kan?"

Percaya, kan kamu memang ga gila. Kamu cuma berbeda, jauh lebih spesial daripada manusia normal. Sayang-nya orang tua kamu ga ngerti.

Vasilla menghela nafas berat. "Kamu selalu ada disini? Atau berpindah pindah? Kenapa, aku ga bisa lihat kamu?"

Kamu mau lihat aku?

Vasilla mengangguk pelan namun mata-nya masih menatap langit langit kamar.

Hei!

Vasilla menoleh kearah asal suara, dia langsung mengubah posisi-nya menjadi duduk saat melihat sosok pemuda itu. Laki laki yang kini berdiri dihadapan-nya.

Laki laki pucat yang memakai pakaian serba putih. Rambut-nya coklat keemasan. Dan sangat tinggi, seperti-nya lebih tinggi daripada Vento, mungkin sepantaran Vexo.

Sosok laki laki itu menatap Vasilla dengan tatapan kosong. Berbeda dengan arwah lain-nya yang muncul didepan Vasilla dengan penuh darah dan luka, sosok laki laki ini berbeda, bahkan sangat bersih.

Vasilla memiringkan sedikit kepala-nya, mata-nya masih menatap sosok pemuda dihadapan-nya. Laki laki itu hanya diam sambil membalas tatapan Vasilla.

"Kamu beneran manusia?"

Apa aku terlihat seperti ... manusia?

"Cuma sedikit pucat."

Sosok laki laki itu tertawa kecil. Tawa-nya terdengar seperti bisikan ditelinga Vasilla. Gadis itu tersenyum tipis. "Makasih karena udah kasih tau dimana anak anak nyembunyiin tas sekolah aku, dan juga soal bangku kemarin."

Aku bisa bantu kamu pergi dari sini, sekali lagi.

"Percuma. Mereka pasti bakalan maksa aku buat balik lagi kesini. Ga perlu repot repot." Vasilla terkekeh. "Nama kamu, siapa?"

Sosok laki laki itu mengulurkan tangan-nya walau tau bahwa Vasilla tidak akan bisa menyentuh tangan-nya. "Yaka."

Vasilla menatap tangan transparan milik sosok bernama Yaka itu. Dia mendekatkan tangan-nya, mencoba menyentuh tangan Yaka. Aneh-nya, Vasilla berhasil menyentuh tangan Yaka. Tangan Yaka sangat dingin, membuat seolah tangan Vasilla tersetrum listrik dan langsung terasa kram.

Vasilla menarik tangan-nya kembali setelah selesai menyambut uluran tangan Yaka. Yaka terkekeh pelan.

Kaget ya?

Vasilla kembali duduk ditepi kasur, menatap Yaka dengan tatapan menilai. "Kamu meninggal kenapa?"

Yaka terdiam, tapi dia masih tersenyum walaupun tipis.

"Kalau aku keterlaluan, maaf."

Yaka menatap Vasilla.

Kamu ingat, si laki laki dengan jaket biru?

***

Vote + Coment!

[✔] Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang