Selamat membaca:*
***
Hari sudah mulai gelap. Vasilla dan Gatha juga sudah bersiap untuk pulang setelah berpamitan dengan Vento dan Vexo. Namun 2 laki-laki keras kepala itu terus saja memaksa akan mengantar Gatha dan Vasilla pulang.
Akhir-nya Gatha lunak dan membiarkan Vento mengantar-nya pulang. Mereka masuk kedalam mobil milik Vento. Laki-laki itu melajukan mobil-nya dan menghentikan-nya didepan rumah Vasilla.
Vento terkesima menatap rumah Vasilla yang bisa dibilang mewah dan bagus. Pemandangan-nya yang indah, udara-nya juga sangat sangat sejuk.
"Makasih, Ven!" ucap Vasilla dan Gatha bersamaan setelah Vento menolak mampir kedalam rumah karena sudah semakin gelap.
Mobil Vento melaju dan menghilang ditelan jarak. Disaat itulah Vasilla dan Gatha masuk kedalam perkarangan rumah-nya. Suasana-nya sepi dan hening. Tidak ada tanda tanda keberadaan Samuel dan Agatha.
Dikamar Agatha dan Samuel juga sama sekali tidak ada baju dari kedua orang itu. Bahkan mobil Samuel juga sudah tidak ada. Seperti-nya kedua orang gila itu sudah kembali kerumah mereka diluar kota.
Meninggalkan 2 amplop tebal berisi uang diatas meja makan. Gatha menghela nafas kasar lalu duduk disofa ruang tengah sambil sesekali berdecak kesal. "Baguslah, mereka berdua udah pergi!"
Vasilla tertawa pelan lalu meletakkan amplop itu kedalam laci nakas disamping televisi. Gadis itu mengambil coklat dari kulkas dan mebagikan-nya untuk Gatha. "Kata-nya, makan coklat itu bisa bikin bete hilang." Vasilla tertawa pelan lalu menyalakan tv sambil memakan coklat bersama Gatha.
***
Pagi ini, Vasilla memakai pakaian olahraga-nya karena pelajaran olahraga adalah pelajaran pertama untuk hari ini. Vasilla menguncir rambut-nya, ikat 1. Lalu gadis itu duduk dimeja makan. Sarapan nasi uduk yang baru Gatha beli untuk mereka berdua.
Mereka mengobrol ceria sambil sesekali tertawa. Gadis murung dan berwajah datar itu sangat hangat jika sudah bertemu dengan Gatha.
Gatha mengantar Vasilla kesekolahan-nya. Sudah biasa bagi Vasilla setiap menerima tatapan tak enak dari anak anak disepanjang koridor yang tengah ia lalui.
Vasilla menunduk disepanjang koridor menuju kelas-nya. Beberapa anak berbisik, mengatakan hal buruk tentang gadis berkulit pucat seperti mayat hidup itu.
Vasilla menghela nafas berat lalu duduk dibangku-nya. Suasana kelas-nya masih belum terlalu ramai. Tak ada yang memperdulikan-nya. Semua anak anak perempuan tampak berkumpul dan bergosip, membiarkan Vasilla dibelakang sana sendirian.
"Pagi ..." suara familiar milik Vento terdengar.
Vento meletakkan tas-nya diatas meja lalu duduk ditempat duduk-nya. "Gimana, kak Gatha? Udah ga sakit lagi muka-nya?"
Vasilla mengangguk pelan. "Muka kamu juga."
Vento tertawa melihat wajah datar khas Vasilla telah kembali. Padahal baru kemarin dia melihat gadis itu tersenyum lebar didepan Gatha. Memang perbuatan lancang karena mengintip kedua saudara itu didalam kamar.
"Kenapa ketawa?"
"Kelapangan duluan, yuk? Dikit lagi bel masuk juga pasti bunyi."
Tanpa menunggu jawaban dari Vasilla. Vento menarik tangan Vasilla lalu menarik gadis itu ketengah lapangan. Mereka menjadi pusat perhatian disepanjang koridor. Apalagi pak Baya, guru olahraga yang kasihan pada Vasilla karena gadis manis itu tidak pernah punya teman dan selalu sendirian.
"Akhir-nya anak itu punya teman juga ..." pak Baya tersenyum manis.
***
Vote + Coment!!
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Sixth Sense
Horror#1 In Horor #1 In Teenlit (20.05.20) Tahap Revisi! Vasilla Agatha yang dijauhi orang tuanya dan tak memiliki teman satupun. Dia menjalani setiap harinya sendirian tanpa siapapun. Bahkan orang tuanya saja pergi meninggalkannya dan tinggal diluar kot...