BAB 18

186K 17.2K 1.6K
                                    

Recommended Backsound : Melanie Martines - Mad Hatter

Selamat membaca:*

***

Vasilla dan Vento berjalan beriringan, sama sama tenggelam dalam pikiran mereka masing masing. Walau anak anak murid yang sekelas dengan mereka sedang menatap mereka dengan tatapan dendam, Vasilla tak sadar.

Dengan tas yang sudah bertengger dipundak mereka, mereka menelusuri lorong menuju luar sekolah. Jam dinding baru menunjukkan pukul 9, tapi entah mengapa murid murid sudah diijinkan pulang, kecuali yang tadi dihukum oleh Bu Jeni.

"Menurut lo, buku yang tadi itu ditulis sama siapa? Pelaku-nya atau orang yang mau bantuin kita?" tanya Vento tanpa menoleh kearah Vasilla.

Vasilla menggeleng pelan. "Aku ga yakin. Kalau bukan si-pelaku, kenapa dia ga langsung ngasih tau kita siapa pelaku-nya?"

Vasilla menghentikan langkah-nya, diikuti oleh Vento yang langsung menatap-nya dengan tatapan bertanya tanya. "Kenapa berhenti?"

"Aku mau ketoilet sebentar." gadis itu berbalik, Vento menyesuaikan langkah-nya dengan Vasilla.

"Gw temenin."

"Kamu ga akan boleh masuk toilet perempuan, Vento." Vasilla menggeleng jenuh.

"Kan ga masuk, gw tunggu didepan."

Vasilla tidak membalas lagi, mereka pergi ketoilet perempuan dilantai 1 yang terletak dipojok sebelah ruang olahraga.

Vento bersender ditembok sebelah pintu masuk toilet, namun Vasilla malah terdiam menatap toilet itu. Bilik bilik didalam toilet itu tertutup, memperlihatkan beberapa wastafel dan cermin didepan setiap bilik yang tertutup.

Vasilla terdiam cukup lama, sambil menatap masuk kedalam toilet. Vento hanya menghela nafas berat berkali kali.

Vasilla berbalik dan mendahului Vento. Vento mengejar gadis itu dan menyamakan langkah-nya. "Ga jadi ketoilet?"

Vasilla menggeleng pelan.

"Kenapa? Lo pengen ketoilet cuma buat ngeliatin toilet selama 2-3 menit?"

"Nggak."

"Ada apaan sih? Liat 'sesuatu'?"

Vasilla menghentikan langkah-nya dikoridor sepi itu, Vento ikut berhenti dan menatap Vasilla. "Kalau kamu perempuan, mungkin aku akan ceritain kekamu ..."

"E-eh? Emang-nya kenapa? Apa beda-nya cerita sama cewek dan cerita sama cowok?"

"Jelas beda. Yang ini ga enak kalau buat cerita."

Vento berdiri dihadapan Vasilla, menghadang langkah gadis itu hingga gadis itu berhenti.

"Ceritain dong. Masa dipendem sendiri? Bukan-nya cewek itu biasa-nya suka curhat, ya?"

"Tapi ini--"

"Cerita aja, gw percaya kok!" Vento menunjukkan wajah-nya yang meyakinkan, berharap Vasilla bersedia bercerita.

Vasilla menatap Vento dengan pandangan kosong. "Tanya aja sama Pinkan ..."

"P-Pinkan? Siapa tuh? Gw ga kenal!" Vento menggeleng kuat.

"Itu, dia yang masih dibelakang kamu ..." Vasilla menatap punggung Vento. "Sebenarnya, kenapa dia nempelin kamu? Kamu buat salah apa?"

Vento menggeleng lagi. "Kan gw udah bilang, gw ga ngapa ngapain. Yaudah, cerita dong ..."

Hantu perempuan bernama Pinkan itu menatap Vasilla juga. Pinkan juga melihat 'sesuatu' ditoilet tadi.

"Tadi, ada yang buang sayap sembarangan. Dan aku lihat--"

"Sayap? Mainan sayap sayap-an? Anak SMA bawa sayap?" Vento mengangkat sebelah alis-nya.

Vasilla menatap Vento dengan tatapan penuh selidik. "Kamu beneran ga ngerti, atau pura pura ga ngerti?"

Vento mengernyit heran, membentuk kerutan didahi-nya. Tampak-nya, Vento benar benar tidak mengerti maksud dari perkataan Vasilla tadi.

"A-anu. Tadi ada yang buang-- Maaf ... pembalut, sembarangan. Dan aku lihat ada sosok perempuan dengan kulit berwarna hijau dan mata-nya seperti hampir keluar. Dia punya lidah yang panjang, dan seperti-nya dia sedang-- Maaf ... menjilat pembalut itu." Vasilla menunduk, menahan malu dan pipi-nya yang terasa menghangat.

Vento mengangkat alis-nya. "Itu yang lo maksud ... sayap?" Vento terkikik. "Santai ... Tapi, itu alasan lo ga jadi masuk toilet?"

Vasilla mendongak lalu mengangguk. "Bisa minggir? Kamu ngalangin jalanku, Ven."

Vento berdiri disamping Vasilla dan berjalan dengan gadis itu beriringan. "Dijemput kak Gatha?" tanya Vento saat sudah sampai didepan pagar sekolah.

Vasilla tersenyum pada pak Adi lalu menoleh pada Vento. "Iya."

Mereka saling diam hingga mobil hitam milik kak Gatha berhenti didepan pagar. Vasilla mengucapkan selamat tinggal pada Vento lalu masuk kedalam mobil itu lalu pergi meninggalkan Vento yang masih berdiri disana.

Vento menoleh kearah pak Adi yang sedang menatap-nya dengan tatapan bingung. "Temen-nya?" tanya pak Adi.

"Iya. Kenapa pak?"

"Setau saya, neng Silla ga punya teman. Dan ga ada yang mau temenan sama dia, kan?" dahi pak Adi berkerut.

"Karena dia, beda?" Vento tersenyum lebar. "Mereka bakal nyesel karena udah nolak seseorang yang spesial dalam hidup mereka." ucap Vento sembari menepuk pundak pak Adi lalu menaiki motor-nya dan pergi.

Pak Adi mengernyit tak paham. Diri-nya sendiri saja lumayan menyukai Vasilla karena Vasilla gadis yang ramah bagi-nya. Tapi tak seorangpun yang berpikir sama seperti pak Adi, kecuali Vento.

Vento membuka pintu rumah-nya dengan buru buru lalu melempar tas-nya keatas sofa dan menghempaskan bokong-nya keatas sofa, Vexo yang tengah duduk disamping-nya hanya menatap adik-nya yang bau matahari itu.

"Ketemu dia? Kamu udah tanya alasan kamu ketempelan?" tanya Vexo, to the point.

Vento menggeleng dengan mata terpejam. "Kak, ingat cerita aku kemarin. Tentang, aku dipukul seseorang sampai pingsan?"

Vexo mengangguk. "Kenapa? Dia ngirim santet kekamu?"

Vento menggeleng sambil tertawa. "Gila kali, kak! Ada-nya, dia yang aku santet! Kakak tau, aku dan Silla dapat sedikit petunjuk tentang orang itu ..."

Vexo mengernyit tak paham. "Maksud?" tanya-nya, simple.

"Kakak tau arti dari angka 1616?"

***

Vote + Coment!

[✔] Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang