BAB 36

156K 17.4K 1.5K
                                    

Selamat membaca:*

***

Vasilla mulai bercerita tentang jaket itu, Yaka, dan segala-nya pada Gatha. Gatha hanya melongo dan cepat cepat melepaskan jaket itu dari tubuh-nya.

"Maksud papa, papa ngebunuh orang??" tanya Gatha dengan nada tak percaya.

"Aku juga belum pasti kak ..." sahut Vasilla, pelan.

Vasilla terdiam sebentar lalu menunduk, beberapa saat kemudian dia menatap Gatha. "Aku ngerti sekarang."

"Ngerti??"

"1616. Papa lahir tanggal 16, bulan januari, 1966. 16-1-1966."

"Menurut kamu, itu jawaban dari teka teki angka 1616 itu??"

Vasilla mengangguk yakin. "Aku yakin, 100% kak. Tapi, aku masih belum percaya sama semua ini. Kakak percaya kalau papa berani bunuh seseorang tanpa alasan. Apalagi, korban-nya Yaka."

"Yaka itu siapa sih? Kenapa kamu bisa kenal dia? Kenal dari mana?"

"Semua-nya aku udah ceritain kekakak, kan? Kenapa tanya lagi?"

Gatha tersenyum kecut. "Kakak ga nyangka aja. Jadi, papa jadiin kakak kambing hitam dengan cara ngasih jaket ini ke kakak, gitu?" Gatha melempat jaket itu kesembarang arah. "Sialan!!"

Vasilla menepuk pundak Gatha. "Sabar kak."

Gatha bangkit lalu mengambil jaket itu dengan kasar lalu keluar dari kamar Vasilla dengan ekspresi marah. Vasilla tak menghentikan Gatha, dia tidak berani melakukan-nya.

***

Jadi, semua-nya ulah papa mu?!

Yaka berteriak marah, dengan mata-nya yang terbelalak marah.

Vasilla menunduk tak berani menatap Yaka. Teriakan-nya membuat telinga Vasilla berdengung. "M-maaf ..."

Vasilla masih menunduk, menunggu lanjutan Yaka. Namun hening selang beberapa saat, Vasilla mendongak, Yaka tidak ada dihadapan-nya. Dia sudah pergi, entah kemana.

Vasilla berteriak, memanggil Yaka. Namun tidak ada apapun selain kak Gatha yang langsung masuk kekamar Vasilla karena adik perempuan-nya itu berteriak dimalam hari.

"Kenapa teriak malam malam? Kenapa sama Yaka??" tanya Gatha, khawatir.

"E-eh, O-oh ... Anu, kak ..." Vasilla mengusap tengkuk-nya. "Tadi, Yaka datang ..." Vasilla terdiam sebentar, lalu meneguk saliva-nya susah payah. "Aku kasih tau dia soal papa. Terus dia marah-marah, dan menghilang entah kemana."

Gatha mengangkat sebelah alis-nya. "Terus?"

"Terus ....? Papa kayak-nya dalam bahaya, deh."

"Biarin aja, dia pantes dapetin itu kok. Toh kita juga jauh dari mereka, ga bisa bantu apa apa kecuali berdoa sambil mengucapkan 'Semoga berhasil, Yaka'."

Mata gadis itu melebar. "Kakak kok belain Yaka?"

Gatha terkekeh. "Gimana ya? Kata hati mau-nya dukung Yaka aja." Gatha berbalik lalu pergi.

"Papa ..." gadis itu duduk ditepi kasur, menatap bingkai foto keluarga diatas nakas-nya.

Foto itu mendadak kotor, dipenuhi bercak darah, lalu bagian wajah Samuel terdapat sebuah coretan membentuk silang yang tiba tiba muncul begitu saja.

Reflek, Vasilla bangkit dan melangkah mundur menjauhi foto yang kini dipenuhi darah itu. Tidak ada siapapun dikamar itu selain diri-nya. Vasilla bergidik ngeri, bersamaan dengan bulu kuduk-nya yang langsung meremang.

***

[✔] Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang