Selamat membaca:*
***
Vento melajukan mobil-nya dengan pelan sembari sesekali menatap Vasilla dengan ekor mata-nya. Gadis itu sedang duduk dibangku samping-nya dan menatap lurus kedepan dengan tatapan kosong.
"Jadi, lo mau pulang kemana?" Vento memberanikan diri untuk bertanya.
Vasilla menoleh sekilas. "Ga tau. Papa sama mama pasti masih ada dirumah kak Gatha."
"Terus, ini mau kemana?"
"Turunin disini ajalah. Aku kayak-nya mau balik kepsikiater yang tadi aja."
"H-hah? Janganlah! Ngapain lo kesana? Lo itu ga gila, Vas."
Vasilla menatap tajam pada Vento, dia tidak suka dipanggil dengan sebutan 'Vas'illa.
"Sorry, La." Vento tersenyum tanpa mengalihkan pandangan-nya pada jalanan yang sepi itu. "Kerumah gw aja, gimana?"
Vasilla tersentak kaget lalu mengerutkan dahi-nya. "Kerumah kamu?"
Vento mengangguk. "Dari pada pulang kerumah lo, nanti malah dibawa lagi kepsikiater, usaha gw jadi sia sia."
"Gapapa?"
"Santai kali. Ga akan gw apa apain juga." Vento memutar roda kemudi untuk berbelok.
Tak lama kemudian, Vento memarkir mobil-nya didepan rumah-nya. Menuntun Vasilla untuk masuk kedalam rumah-nya.
"Anggap rumah sendiri." ucap Vento sambil menutup pintu saat mereka berdua sudah didalam rumah.
"LO BAWA ANAK SIAPA?" suara Vexo mengagetkan Vento dan Vasilla.
Vento hampir meloncat kaget, dia mengelus dada-nya dan menatap tajam kearah Vexo. "Abang! Bisa ga ngagetin gak?"
Vasilla menatap Vexo dan Vento secara bergantian. Vexo dan Vento memang tampak lumayan mirip. Namun beda-nya, Vexo mewarnai rambutnya menjadi berwarna putih seputih salju.
"Ada tamu bukan-nya disuruh duduk, malah dibiarin berdiri disana." Vexo menggeleng dramatis.
"Vasilla, duduk." bisik Vento.
Vasilla menurut, dia duduk disofa ruang tamu berwarna putih itu. Menatap Vento dan Vexo yang saling melempar tatapan aneh.
"Ini Vasilla." ucap Vento sambil menunjuk Vasilla menggunakan dagu-nya.
Vexo berjongkok didepan Vasilla, mendekatkan wajah-nya pada Vasilla. Reflek, Vasilla menjauhkan wajah-nya dari Vexo. "Seriusan, ini Vasilla?"
"Anak orang mau diapain, bang?" tanya Vento, sarkas.
Vexo melangkah mendekati Vento. "Ikut gw kekamar, ada yang mau gw omongin." Vexo menarik tangan Vento dan masuk kekamar.
Vasilla duduk sendirian diruang tamu, menatap sekeliling isi rumah itu. Pertanyaan-nya simple, dimana kedua orang tua Vento dan Vexo?
***
"Dia dipaksa kepsikiater sama bokap nyokap-nya." ucap Vento, pelan.
Vexo mengerutkan dahi-nya. "Nyokap bokap kandung, atau tiri?"
"Kandung lah!"
"Pasti urusan harga diri." Vexo tersenyum miring. "Harga diri yang dibangun setinggi istana, tiba tiba rata dengan tanah." Vexo menggeleng jenuh.
"Gapapa kan dia disini dulu? Ga mungkin pulang."
Vexo mengangguk. "Gapapa sih ... Gw juga ga tega buat ngusir dia." Vexo tersenyum tulus.
Vento berbalik lalu keluar dari kamar Vexo dan menghampiri Vasilla. "Lo liat apa?" tanya Vento begitu melihat Vasilla yang sedang menatap langit langit ruang tamu.
"Ada ..." sahut Vasilla, menggantung. "Bukan apa apa." Vasilla tersenyum tipis lalu menatap Vento.
Vento ikut menatap langit langit ruang tamu-nya. "Jangan bercanda. Ada apa?"
"Aneh ya ... Kalau kamu udah dirumah, Pinkan berhenti ngikutin kamu dan malah menempel dilangit langit." Vasilla kembali menatap langit langit.
Vento mengernyit heran. "Setan yang nempelin gw itu? Ga ada dibelakang gw lagi?"
Vasilla menoleh kearah Vento lalu menggeleng pelan. "Seriusan kamu ga pernah ngapa-ngapain? Terus kenapa Pinkan ngikutin kamu terus?" lalu gadis itu kembali menatap langit langit.
"Serius lah. Emang-nya gw ngapain?" Vento menggeleng jenuh lalu beranjak kedapur yang jarak-nya tidak jauh dari ruang tamu. "Mau minum apa?"
"Ga haus."
"Seriusan?"
"Iya."
Vento menatap Vasilla dari dapur. Sebenar-nya laki laki itu ingin bertanya bagaimana wujud Pinkan dan apa gadis itu bisa tau alasan Pinkan mengikuti-nya namun dia tidak berani dan terus mengosongkan pikiran-nya saat Vasilla ada didekat-nya.
***
Vote + Coment!
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Sixth Sense
Horror#1 In Horor #1 In Teenlit (20.05.20) Tahap Revisi! Vasilla Agatha yang dijauhi orang tuanya dan tak memiliki teman satupun. Dia menjalani setiap harinya sendirian tanpa siapapun. Bahkan orang tuanya saja pergi meninggalkannya dan tinggal diluar kot...