Extra Part 1

176K 14.9K 1.3K
                                    

Selamat membaca:*

***

"Pasien kamar nomor 111?" tanya seorang dokter muda dengan jas putih sambil melangkah mendekati orang orang yang tengah duduk diruang tunggu.

Beberapa-nya menggeleng, ada yang hanya diam saja. Dokter itu tampak kebingungan. Dokter itu menoleh kesegala arah, mencoba mencari orang yang pengantar pasien yang baru saja mereka masukkan kedalam kamar nomor 111.

"Kamar nomor 111?" tanya seseorang.

Dokter itu menoleh lalu mengerjap halus. "Oh, iya. Anda siapa-nya pasien?" tanya dokter muda itu kepada 2 orang laki laki yang tengah menatap-nya dengan datar.

"Saudara." sahut kedua laki laki itu, kompak.

"Bisa saya tau nama anda beserta nama pasien?"

Salah satu laki laki itu melirik nametag yang terpasang dijas dokter. "Pasien, Vento Parcival Archer. Saya, Gatha Samuel. Dan ini, Vexo Parcival Archer, kakak pasien."

Dokter itu tersenyum. "Oh baiklah. Saya hanya ingin beritahu bahwa pasien kehilangan banyak darah dan butuh banyak sekali darah golongan B, mungkin ada yang bisa mendonorkan darah bergolongan B? Stok darah dirumah sakit kami sedang kosong." kemudian dokter itu tersenyum ramah, tampak menunggu sahutan dari Gatha dan Vexo.

Gatha dan Vexo hanya saling pandang, bersyukur bahwa mereka tidak bertengkar karena perlakuan Gatha pada Vento. "Maaf, golongan darah saya, AB." sahut Vexo tak lama kemudian.

"Maaf saja. Tapi golongan darah saya, A."

Dokter muda itu mengusap tengkuk-nya lalu tersenyum lagi. "Baiklah. Pihak rumah sakit akan segera mencarikan pendonor-nya. Mohon urus administrasi-nya, terima kasih." lalu dokter itu melangkah pergi.

Gatha mendengus sebal. "Itu dokter sombong amat? Dia pikir gw ga mampu bayar administrasi rumah sakit? Tanpa lo ingetin, pasti gw bayar!" omel Gatha saat dokter bernama 'Rendy' itu telah berlalu pergi.

Vexo menepuk pundak Gatha sambil tertawa kecil. "Kan dia cuma ngingetin."

Gatha menyipitkan mata-nya pada Vexo. "Adek lo lagi sekarat, kok lo bisa sesantai ini?"

"Ga tau. Cuma ga khawatir aja. Harus-nya lo khawatirin Vasilla. Adek lo itu lo tinggal sendirian dirumah."

Gatha teringat saat dia (terpaksa) membopong Vento kerumah sakit bersama Vexo setelah mengusir Luna dan Bi Raya yang kini sangat ia benci. Dia bahkan meninggalkan Vasilla sendirian dirumah.

Semoga gadis itu baik baik saja.

***

PRANGGG

Vasilla, gadis itu baru saja melempar sebuah vas bunga diatas nakas disamping tempat tidur-nya hingga kaca jendela kamar-nya pecah. Gadis itu tidak peduli dengan semua-nya. Rambut-nya yang tampak seperti orang gila, lingkaran hitam disekitaran mata-nya dan bekas make up yang membuat wajah-nya terlihat berantakan.

Vasilla, berhenti!

Teriakan Yaka bahkan tak membuat Vasilla menghentikan aksi gila-nya. "Luna sialan! Luna bajingan! Luna murahan! Luna pel*c*r! Luna keparat! Luna bedebah! Luna biadab! Luna sialan!" umpat gadis itu sambil memukul kasur-nya berkali kali.

Mata-nya pun sudah nampak bengkak karena menangis sejak pagi tadi. Yaka tidak tau harus berbuat apa, sedangkan dia sama sekali tidak bisa menyentuh Vasilla. Gadis itu bahkan mengumpat kata kata kasar yang belum pernah keluar dari mulut-nya.

Gadis itu menutup wajah-nya dengan kedua telapak tangan-nya. "Kalian jahat ... Vento, Katherina, Thalia, Gara, Elfin, Papa, Mama, Vexo, semua-nya sama aja. Bahkan kak Gatha ikut pergi, aku benci kalian! Sialan!" tangan gadis itu meraih bingkai foto keluarga diatas nakas lalu melempar-nya kelua jendela karena kaca jendela itu sudah pecah.

Yaka mendekat, berdiri tepat didepan hadapan Vasilla.

Jangan begini, Vasilla.

Vasilla mendongak, mata-nya menyorot kedua manik mata Yaka dengan tajam. "Pada akhir-nya, kamu juga bakalan pergi ninggalin aku, Yaka. Kamu ga mungkin didunia manusia selama-nya, kamu harus pergi, kan?"

Gadis itu kembali menangis lalu menunduk dengan bahu yang gemetar. "Aku udah ga punya siapapun lagi. Kenapa Tuhan ngambil semua-nya dari aku? Masa kecil, masa depan, pasangan, keluarga, teman, sahabat, tapi kenapa Tuhan ga ngambil aku, Yaka?!"

Belum sempat Yaka menyahut, gadis itu lebih dulu bangkit dan duduk didepan cermin dikamar mandi yang menyatu dengan kamar-nya. Yaka menatap-nya dengan tatapan heran diambang pintu.

Vasilla mengangkat sebuah gunting yang kemudian dia tatap dengan aneh.

Kamu mau apa, Silla?

Meski tangan-nya gemetar, gadis itu tetap melakukan-nya.

***

Vote + Coment!

[✔] Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang