Selamat membaca:*
***
"Secara fisik maupun otak, Vasilla Agatha itu sehat. Tidak gila dan 100% waras. Kenapa kamu bawa dia kesini, Sam?" tanya Aldino dengan suara berbisik agar suster yang berlalu lalang tak dapat mendengar-nya.
"Jelas jelas dia gila!" bantah Samuel tak terima.
"Coba kalian berdua bujuk baik baik dan bawa dia pulang. Dia itu ga gila, Samuel." Aldino tersenyum ramah.
Samuel berdecak kesal. "Dimana anak itu? Capek aku mengurus anak gila seperti dia! Bisa-nya hanya bikin malu!" Samuel dan Agatha bangkit lalu membuka pintu kamar Vasilla dengan kasar.
Vasill yang tengah duduk ditepi kasur itu langsung tersentak kaget atas pemandangan yang dia lihat. Samuel tampak geram sama seperti Agatha. "Keluar! Kita pulang!" perintah Samuel lalu dia berbalik bersama Agatha. Disusul oleh Vasilla yang langsung berlari senang menghampiri mereka dari belakang.
Hufttt, aku pikir aku ga akan bisa keluar dari sana.
Vasilla diam diam menghela nafas lega saat mobil Samuel mulai melaju. Sepanjang perjalanan, Samuel dan Agatha diam saja, membiarkan Vasilla berdiam diri dibangku penumpang.
Samuel menghentikan mobil-nya bukan didepan rumah mereka. Namun didepan rumah Vento. Samuel mengetuk jari-nya diroda kemudi, menunggu Vasilla keluar dari mobil-nya namun gadis itu malah nampak bingung.
"Keluar!"
Suara sangar milik Samuel membuat Vasilla langsung mengerjap kaget lalu keluar dari mobil dan mobil itu perlahan melaju pergi meninggalkan Vasilla disana.
"Kenapa ditinggal disini?" Vasilla tampak bingung. "Oh iya! Kak Gatha!" gadis itu menatap pintu rumah Vento yang terbuka lebar.
Vasilla mengetuk pintu rumah itu pelan lalu melangkah masuk sembari mengucapkan permisi walau tidak ada mahkluk hidup yang menjawab.
"Vasilla?" suara milik Vento membuat Vasilla tersentak kaget lalu langsung berbalik.
"Vento!!" seru Vasilla lalu gadis itu tersenyum. "Kak Gatha masih disini?" gadis itu perlahan menghampiri Vento.
"Lo kenapa bisa balik lagi? Kabur?"
Vasilla menggeleng cepat. "Nggak. Aku diijinin pulang setelah dokter itu bilang kalau aku ga punya penyakit jiwa apapun. Lalu, papa nurunin aku disini." Vasilla tersenyum tipis. "Kak Gatha dimana?"
"Kamar. Lagi tidur." Vento membalas tersenyum. "Baguslah, berarti lo gak kenapa-napa, kan? Besok masih bisa sekolah bareng gw. Gila, padahal tadi gw udah sedih banget buat ngebayangin kalo besok gw duduk sendirian." Vento terkekeh dan kekehan-nya terhenti saat sosok Vexo menghampiri mereka berdua.
"Loh, ini Vasilla balik lagi? Kok bisa?" Vexo menatap Vasilla dengan tatapan heran.
"Udah diijinin pulang."
Vexo membentuk huruf 'O' menggunakan bibir-nya lalu dia menatap pintu kamar Vento yang tertutup rapat. "Gatha lagi tidur disana."
"Makasih kak." Vasilla tidak pergi, dia menatap Vento dan Vexo secara bergantian. "Maafin papa ya? Gara-gara papa, Vento jadi lebam." Vasilla menyesal dan merasa tak enak hati.
Vexo tertawa. "Buat apa kamu minta maaf? Kan kamu ga salah? Laki-laki, bonyok dikit juga udah biasa." Vexo menepuk pundak Vento. "Gatha jauh lebih parah keadaan-nya, tapi udah kita obatin."
"Makasih kak. Aku lihat kak Gatha dulu." gadis itu tersenyum sekilas lalu beranjak menuju kamar Vento.
Vexo merangkul Vento. "Kan, doa lo terwujud tuh." Vexo tersenyum jahil.
Vento menyentuh lebam diwajah-nya. Sama sekali tidak sakit. Dia tersenyum tipis. "Gw mau keruang tengah, nonton tv dulu." Vento menyingkirkan tangan Vexo dari bahu-nya lalu beranjak keruang tengah dan tak lama kemudian terdengar suara tv.
Vexo ikut menyusul Vento. Menonton acara tv yang sedang diputar ditv itu.
***
Vasilla mengusap rambut Gatha sambil tersenyum lebar. "Kak, aku pulang loh ... Ga mau nyambut nih? Masa mau tidur terus?"
Gatha perlahan membuka mata begitu mendengar suara lembut kepunyaan adik kesayangan-nya. Gatha mengerjap berkali kali, memastikan apa ini bukan mimpi. Vasilla tertawa pelan melihat Gatha.
"Kak Gatha, kenapa? Ini aku beneran. Ga lagi mimpi." Vasilla kembali terkekeh.
Gatha merengkuh tubuh-nya pada kepala kasur lalu tersenyum tipis. "Kok bisa balik? Kakak pikir kakak ga akan bisa lihat kamu lagi. Apalagi sama papa kamu yang gak waras itu."
"Kata dokter Aldino, aku ga gila. Jadi dia nyuruh papa buat bawa aku pulang. Papa nurunin aku disini dan langsung pergi." Vasilla tersenyum manis. "Kak ... Kapan pulang? Aku kangen rumah. Besok aku sekolah."
"Kakak juga besok kuliah." Gatha mengusap puncak kepala Vasilla, mengacak rambut adik-nya lalu tersenyum. "Kita pulang nanti, ya? Kepala kakak masih sakit."
"Sakit ya kak? Lagian kenapa papa bisa mukulin kakak?"
"Biasa. Papa denger kakak ngobrol sama Vexo. Papa maksa kakak kasih tau keberadaan kamu, kakak ga mau kasih tau mereka lalu kakak langsung ..." Gatha terdiam. "Kamu pernah gak, ngerasa nyesel jadi anak keluarga Samuel Agatha?" mata Gatha berkaca kaca.
"Nggak. Karena kalau aku bukan keluarga Samuel Agatha, aku ga mungkin punya kakak sebaik dan seganteng kak Gatha."
Gatha terkekeh. "Kalau soal itu, kakak juga ga nyesel. Cuma, kakak kangen papa dan mama yang dulu. Yang hangat dan selalu manjain kita berdua. Ingat terakhir kali kita liburan dengan bahagia?"
"6 tahun yang lalu?"
Gatha tersenyum miris. "Sejak itu, papa dan mama ga pernah ajak kita liburan lagi. 6 tahun yang lalu, terakhir kali-nya kita tertawa lepas sekeluarga. Kangen ya mama dan papa yang dulu, kan?"
Vasilla mengangguk pelan. "Papa sama mama berubah banyak. Sejak mereka makin sukses. Aku ga suka, lebih baik jadi gembel tapi papa dan mama ga berubah. Daripada kayak gini."
Gatha dapat melihat air mata yang membendung dimata Vasilla. Gatha tau, Vasilla adalah yang paling menderita karena dibenci oleh semua orang sekaligus papa dan mama-nya.
***
Vote + Coment!

KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Sixth Sense
Horror#1 In Horor #1 In Teenlit (20.05.20) Tahap Revisi! Vasilla Agatha yang dijauhi orang tuanya dan tak memiliki teman satupun. Dia menjalani setiap harinya sendirian tanpa siapapun. Bahkan orang tuanya saja pergi meninggalkannya dan tinggal diluar kot...