Selamat membaca:*
***
Matahari bersinar terik pagi ini. Gatha sudah berangkat kekantor-nya bersama Vexo yang dia lantik menjadi sekretaris-nya.
Vasilla, gadis itu tengah berdandan didepan cermin dengan gaun merah yang sudah membaluti tubuh-nya. Gadis itu terus memandangi pantulan-nya dicermin walau tau bahwa Vento sudah menunggu-nya diruang tamu.
Gadis itu memasang kedua sepatu heels yang sewarna dengan gaun-nya. Gadis itu menatap keluar jendela lalu tersenyum. "Makasih Tuhan, buat ga turunin hujan dihari bahagia ini." gadis itu memutar knop pintu kamar lalu tersenyum lebar sambil melangkah pelan pelan keluar dari kamar-nya.
Tidak ada rollercoaster. Tidak ada kebahagiaan. Tidak ada taman hiburan dan apapun itu.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Yang ada adalah Vento yang tampak baru saja menyatukan bibir-nya dengan bibir Luna didapur. Vasilla terpaku pada pijakan-nya. Dada-nya seperti terhantam batu besar yang membuat-nya hampir mati seketika.
Gadis itu meneteskan air mata-nya saat melihat Vento kembali mengecup bibir Luna lalu mengusap puncak kepala Luna sambil tersenyum manis. Bahkan tidak ada yang menyadari kehadiran gadis itu.
Kaki gadis itu melemas, membuat gadis itu perlahan mundur dan hendak pergi dari sana. Namun tak sengaja dia menabrak nakas dibelakang-nya, membuat vas kaca diatas nakas itu terjatuh dan pecah.
Vasilla menoleh sekilas kearah vas itu lalu tatapan-nya kembali kearah Vento dan Luna yang tampak menatap-nya dengan tatapan kaget.
Vasilla terdiam ditempat, dia menghapus air mata-nya dengan kasar lalu memunguti pecahan vas kaca itu pelan pelan.
Aktifitas-nya berhenti saat dia menyadari bahwa Vento dan Luna sudah tiba dihadapan-nya. Gadis itu mendongak, menatap kedua-nya dengan tatapan sendu.
"Maaf Silla. Sulit buat ngakuin ini, tapi gw rasa ... rasa sayang gw ke elo itu cuma rasa sayang sebagai sahabat, bukan cinta. Pertama kali gw ketemu Luna, perasaan-nya udah beda. Maaf buat akuin kalo gw jatuh cinta sama Luna, bertepatan dihari jadian kita."
Vasilla menunduk, kembali membersihkan pecahan vas kaca itu tanpa peduli dengan air mata-nya yang sudah jatuh.
"Maaf Silla!" Luna berjongkok didekat Vasilla. Gadis itu menatap Vasilla dengan tatapan sedih. "Maafin gw, Sil. Gw ga bermaksud. Tapi gw harap lo bakal restuin gw sama Vento. Kita saling mencintai." Luna meraih tangan kanan Vasilla. "Gw mohon, Sil."
Yang mengejutkan bagi Vasilla adalah, pertama kali-nya Luna berani bicara dengan-nya menggunakan gw-lo.
Gadis itu menepis tangan Luna dengan kasar. Lalu dia mendongak menatap Vento yang baru saja memapah Luna untuk berdiri. Gadis itu ikut bangkit, menjatuhkan kepingan vas kaca yang ada ditangan-nya.
"Kenapa?!" tanya Vasilla dengan nada kasar. "Aku pikir, hari ini kita bakal senang senang, berdua! KENAPA?? VENTO, KENAPA?!" Vasilla memukul dada Vento berkali kali, tentu saja sambil menangis.

KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Sixth Sense
Horror#1 In Horor #1 In Teenlit (20.05.20) Tahap Revisi! Vasilla Agatha yang dijauhi orang tuanya dan tak memiliki teman satupun. Dia menjalani setiap harinya sendirian tanpa siapapun. Bahkan orang tuanya saja pergi meninggalkannya dan tinggal diluar kot...